Seketat apa pun pesantren, sekharismatik apa pun ulama, sebesar apa pun niat kita untuk menghindar dari humor misal karena alasan bahwa ada hadis peringatan “Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa, celakalah!”, namun humor atau unsur humor tak akan lenyap begitu saja. Kenapa?
Sebab, humor adalah sifat kemanusiaan yang menempel lekat pada diri manusia, sama hal seperti rasa sedih, rasa kecewa, rasa kuatir, rasa bahagia, dan sejenisnya. Walhasil ketika orang melarang humor itu sama saja dengan memangkas sifat kemanusiaan. Jika berhasil memisahkan humor dari diri manusia –entah dengan alat agama atau disiplin profesional– maka manusia akan terasa ganjil, ada yang aneh, ada yang kurang. Sampai di sini kita paham, mengapa Nabi Muhammad juga menyukai sentilan-sentilan Nu’aiman, sahabat Nabi dari Badui yang suka aneh-aneh, bahkan keluar dari kelaziman-kelaziman “etis” sahabat Nabi yang lain (pada suatu waktu, humor itu jeda karena etika, pada waktu lain, humor etika itu sendiri).
Dari catatan-catatan kecil di atas, semoga kita memahami kenapa komunitas pesantren, atau sebut saja Nahdlatul Ulama, tak pernah berhenti menciptakan polah-polah ataupun kisah-kisah yang mengundang tawa. Apa ini baik?
Baik, karena itu sifat kemanusiaan. Namun, kami juga mencatat humor pesantren, baik itu kiai ataupun santri, tak jarang terjerembab pada praktik kelucuan yang misoginis, yaitu menjadikan perempuan sebagai obyek pinggiran. Ini tidak boleh, karena mengolok-olok yang semestinya dimuliakan. Sama tidak bolehnya dengan menjadikan ras atau warna kulit sebagai bahan lelucon, kecuali dalam konteks menertawakan diri sendiri. Perlu dalil atas ketidakbolehan lelucon misoginis dan rasis?
Ada ayat Al-Qur’an berisi larangan olok-olok pada suatu golongan atau kaum tertentu. Silakan cari sendiri persisnya. Masa humor pakai dalil segala?!
Pesantren adalah tempat yang subur menciptakan humor. Di sinilah Gus Dur mendapat “jamaah tetap” untuk melontar humor-humor segarnya. Selain sebagai Ketua Umum PBNU, Gus Dur adalah utusan khusus bidang humor pesantren. Dalam sajian khusus ini, Gus Dur akan diulas khusus oleh out sider pesantren, biar obyektif..haha..
Alif.ID menyajikan tulisan Asep Salahuddin dan Iip D. Yahya. Keduanya menyajikan humor-humor dari ulama Sunda. Seniman yang merangkap kiai, M Faizi dari Madura ini entah menulis apa. Pokoknya kami masuk-masukin semuanya, agar pembaca alif tertawa. Namun, jika tidak tertawa kami memakluminya, karena akhir-akhir ini, istana sering tampil sebagai grup lawak yang susah ditandinginya.
Terima kasih pada semua penulis yang telah menyumbangkan humornya.
Selamat menikmati!
menikmati!