Ilustrasi: Tribunnews
Adab Sâlik terhadap Diri Sendiri
- Ber-i’tiqat dengan benar yakni i’tiqat ahlu sunnah wal jama’ah;
- Berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan al-Hadits serta mengamalkannya, yaitu melakukan perintah dan menjauhi larangan baik hukum asal atau furû`;
- Jujur;
- Bersungguh-sungguh sampai Sâlik menemukan hidayah petunjuk dan tanda-tanda (wushul kepada Allâh Swt). Bersungguh-sungguh memadamkan jilatan syahwatnya dan hawa nafsunya. Karena i’tiqat yang benar bisa menaghasilkan ilmu hakikat. Bersungguh-sungguh bisa menetapkan Sâlik menempuh jalan hakikat;
- Wajib bagi Sâlik melakukan amal secara ikhlâs karena Allâh Swt., supaya Sâlik tidak sia-sia menjalankan tharîqahnya;
- Sâlik harus menyembunyikan karamah-karamahnya, karena syaikh Abdul Qâdir al-Jilaniberkata: “Wali tidak akan menampakkan karamahnya kecuali diizinkan oleh Allâh Swt”. Karena salah satu dari sarat kewalian adalah menyembunyikan karamah;
- Sâlik tidak berhubungan dengan orang-orang yang memiliki pandangan hidup yang sempit, orang-orang yang beramal dengan sia-sia yaitu orang yang mencari qâla dan qîla (orang yang menambah keilmuan tanpa melakukan amal), tidak bergaul dengan orang-orang yang tidak menyukai amal ibadah, tidak bergaul terhadap orang yang suka memerintahkan beramal terhadap Islâm dan iman, tapi dia tidak melakukan dengan dasar.
- Hendaknya Sâlik tidak kikir dengan shadaqah;
- Seyogyanya Sâlik ridha dengan keadaan yang hina (di hadapan mahluk), lapar, menyembunyikan amal yang baik, senang dengan hinaan manusia, (Ittihâf al-Akâbir fi Sirah wa Manaqib al-Imam Muhyit al-Din abd al-Qâdir al-Jilani al-Hasani al-Khusaini wa Ba’du Masyahir Dzurriyatihi uli al-Fadli wa al-Ma’atsiri, halaman: 281-282).
Adab Sâlik terhadap Mursyid
- Tidak melawan mursyid lahir batin;
- Tidak durhaka kepada mursyid, karena orang yang durhaka adalah orang yang meniggalkan adab;
- Sâlik harus memiliki husnuzhan (berprasangka baik) kepada mursyid walaupan mursyidnya melakukan perbuatan yang tidak disukai menurut kaca mata syara’, karena mursyid berusaha memberikan kalam matsal dan isyarah kepada Sâlik;
- Jika Sâlik melihat aib mursyid maka Sâlik harus menutupinya;
- Sâlik harus menta’wil ucapan mursyid sesuai dengan syara’, jika Sâlik tidak menemukan alasan secara syari’at maka Sâlik memintakan ampun kepada mursyid, mendoakannya, mendapatkan taufik, ilmu, sadar dan terjaga dari kesalahan;
- Sâlik tidak beri’tikat bahwa mursyidnya adalah ma’shûm (terjaga dari maksiat), tapi mahfuzh (melakukan kesalahan dan meminta maaf);
- Melanggengkan bersahabat dengan mursyid, karena persahabatan itu bisa menjadi wasilah antara Sâlik dan tuhannya;
- Hendaknya Sâlik tidak meniggalkan mursyid sampai Sâlik sudah wusul kepada Allâh Swt;
- Sâlik tidak boleh berbicara di depan mursyid kecuali dalam keadaan dharurat;
- Sâlik tidak boleh menampakkan kelebihannya di depan mursyid;
- Sâlik tidak menggelar sajadah di hadapan mursyid kecuali waktu shalat (menampakkan taat ibadah di hadapan mursyid dengan tujuan mendapatkan simpati dari mursyid);
- Sâlik selalu siap sedia melayani (khidmat)kepada mursyid.
- Seyogyanya bagi Sâlik diam ketika mursyid memiliki masalah, walaupun jawaban mursyid kurang luas, bahkan Sâlik harus bersyukur kepada Allâh Swt. atas pemberian ilmu, keutamaan dan cahaya dalam hatinya.
- Hendaknya bagi Sâlik tidak bergerak ketika mendengarkan ucapan mursyid kecuali atas peritah mursyid.
- Sâlik tidak bersuara dengan keras dihadapan mursyid.
- Sâlik tidak duduk di tempat duduk yang dikhususkan untuk mursyid.
- Sâlik tidak beranjak dari tempat duduk atau keluar dari hadapan mursyid, kecuali atas isyarah atau perintahnya, (Ittihâf al-Akâbir fi Sirah wa Manaqib al-Imam Muhyit al-Din abd al-Qâdir al-Jilani al-Hasani al-Khusaini wa Ba’du Masyahir Dzurriyatihi uli al-Fadli wa al-Ma’atsiri, halaman: 282-286).
Adab antar Sâlik
- Persahabatan harus saling mengalah (al-Itsar: lebih mementingkan sahabat daripada kepentingan dirinya), menerima apa adanya keadaan sahabat, melaksanakan persahabatan degan syarat saling berkhidmat (saling melayani).
- Sâlik tidak memperdulikan haknya atas seseorang, tapi Sâlik memperdulikan hak orang lain atas dirinya.
- Menampakkan kekompakan kepada sahabat baik secara ucapan ataupun perbuatan mereka.
- Meninggalkan perselisihan, perdebatan terhadap sahabat.
- Tidak boleh menyimpan dendam dalam hati kepada sahabat, (Ittihâf al-Akâbir fi Sirah wa Manaqib al-Imam Muhyit al-Din abd al-Qâdir al-Jilani al-Hasani al-Khusaini wa Ba’du Masyahir Dzurriyatihi uli al-Fadli wa al-Ma’atsiri, halaman: 287).
Baca Juga
Topik Terkait
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1 Ingin Tahu
1 Senang
1 Terhibur
0 Terinspirasi
0 Terkejut
0