Sedang Membaca
Sabilus Salikin (46): Tarekat Malamatiyah (lanjutan)
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (46): Tarekat Malamatiyah (lanjutan)

Sabilus Salikin (22): Istilah-istilah dalam Tasawuf

Imâm Ghazali dalam kitab Raudhah al-Thalibîn, bab ke 15 dan al-Majmû’ al-Rasâil, halaman: 132. menyatakan wajib bagi hamba menjaga amal dari 10 hal (yang bisa merusak amal) yaitu: sifat nifaq, riya’, mencampur amal, ingin mendapat imbalan, merusak amal, penyesalan terhadap amal baik, ‘ujub, malas dalam amal, meremehkan dan takut dicaci-maki manusia.

Allah SWT menutup anugerah kepada kekasih-Nya yang menempuh jalan kepada-Nya sehingga amal perbuatannya tidak disukai makhluk walaupun perbuatannya baik, karena mereka tidak bisa melihat hakikat dan kesungguhannya walaupun amal perbuatannya banyak. Karena manusia tidak melihat sekitarnya dan kekuatan jiwanya.

Para Sâlik Malâmatiyah tidak ‘ujub (menganggap baik) terhadap dirinya sendiri, sehingga mereka mampu menjaga dirinya dari ‘ujub. Barangsiapa senang terhadap perbuatan baik manusia tidak senang terhadapnya. Barangsiapa memilih dirinya sendiri maka kebaikan tidak akan memilihnya.

Azazil (nama asli Iblis) (Nashâih al-Îbâd, halaman: 57) sangat dicintai makhluk. Sementara Allah SWT dan para malaikat tidak menyukai Iblis. Karena Azazil atau Iblis menganggap dirinya lebih baik dari nabi Adam As., sehingga Iblis tidak disukai dan akhirnya mendapat laknat Allah SWT

…. فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ ﴿٣٤﴾

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ ﴿٧٦﴾

Malaikat merupakan makhluk Allah SWT yang sangat menyukai kebaikan sehingga anak Adam As. tidak menyukai kebaikan.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٣٠﴾

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Pada ayat tersebut mirip ungkapan malaikat yang sangat mencintai amal baik, sedangkan reaksi dari anak adam adalah tidak menyukai para malaikat. Sementara para malaikat pada saat mengungkapkan hal itu tidak mempunyai sifat ‘ujub (membanggakan) terhadap diri sendiri.

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (39): Maroqil Ubudiyah, Komentar Kiai Nawawi Banten atas Kitab Bidayatil Hidayah Karya Imam al-Ghazali

قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا …. ﴿٢٣﴾

Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri.

Sehingga para malaikat disenangi kebaikan, sebagaimana firman Allah Swt:

فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْماً ﴿١١٥﴾ (طه: 115)

…Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.

Mulamatiyah juga dikenal dengan Mulamiyah, Mulamiyah adalah orang yang tidak menampakkan sesuatu yang ada dalam batin terhadap lahirnya akan tetapi mereka adalah bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan keikhlasan, dan mereka juga adalah pimpinan dan Imâm ahli tarekat (jalan menuju Allah) dan juga pemimpin alam semesta, di antaranya adalah Nabi Muhammad SAW dan mereka meletakkan sesuatu sesuai dengan ketetapan alam ghaib artinya mereka tidak menyalai kehendak dan pengetahuan Allah, mereka tidak menafikan sebab musabab terjadinya sesuatu kecuali pada peniadaan dan penetapan yang sesuai pada tempatnya. Barang siapa yang meniadakan sebab musabab pada tempat yang seharusnya ditetapkan maka dia termasuk orang-orang bodoh. Barangsiapa berpedoman pada tempat penetapan dengan peniadaan maka dia termasuk menyekutukan dan mengingkari. Wali mulamiyah merupakan orang yang masuk pada kategori sabda Rasulullâh SAW:

أَوْلِيَائِيْ تَحْتَ قَبَابِيْ لَايَعْرِفُهُمْ غَيْرِيْ

(al-Ta’rifât, halaman: 227, Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman: 67).

Muamalah Tarekat Malâmatiyah

  • Malamah Istiqamah Sirri:

Sâlik selalu menyendiri dalam amal ibadahnya, selalu bersungguh-sungguh menjaga agamanya, dan hubungan muamalahnya. Sehingga para manusia mencaci-maki sementara Sâlik ini tidak memperdulikan dan mengabaikan hinaan tersebut.

Sâlik dalam tahap ini meniadakan sifat munafik dalam hati, meninggalkan riya’, tidak takut dihina makhluk, tetap berjalan pada prinsip-prinsip tiap ahwal, sanjungan dan hinaan terasa sama oleh Sâlik, (Kasyf al-Mahjûb, halaman: 261).

Diceritakan bahwa Syaikh Abû Thahir al-Harami pada suatu hari menunggang keledai yang berjalan menuju ke arah pasar, salah satu muridnya menghalau keledai tersebut dengan memegang tali kendalinya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berteriak “ini (Abû Thahir al-Harami) adalah syaikh Zindiq, dan disahut oleh orang-orang pasar yang lain”. Ketika mendengar teriakan ini, salahsatu murid ingin membalas dengan melempari batu terhadap penghina tanpa kehendak gurunya. Lalu syaikh Abû Thahir al-Harami berkata kepada muridnya: “Jika Engkau tetap diam aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu agar engkau bisa selamat dari cobaan ini.” Maka muridpun diam. ketika keduanya kembali ke tempat pemondokannya, maka sang guru berkata kepada muridnya: ambillah kotak itu dan keluarkan isinya berupa beberapa Surat, kemudian sang guru berkata kepada muridnya: Lihatlah!, Saya telah memberikan Surat ini kepada beberapa orang, dan masing-masing dari mereka memberikan julukan yang berbeda diantaranya memberikan julukan syaikh seorang pemimpin, dan yang lain memberikan julukan syaikh seorang yang cerdas, ada yang memberikan julukan syaikh seorang yang zuhud, ada yang memberikan julukan syaikh al-Haramain dan lain-lain, semuanya adalah laqab bukan sebuah nama. Semua itu mengatakan dengan dasar keyakinan mereka masing-masing.

  • Malamah al-Qashd

Adapun seseorang yang menyengaja tarekat Malâmatiyah, meninggalkan pangkat dan kedudukan, meninggalkan bergaul dengan makhluk, maka hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Amîrul Mukminîn Utsman Ibn Affan RA., ketika beliau sedang berada di kebun kurma, beliau sedang memikul kayu sedangkan beliau mempunyai 40 pembantu, lalu seorang pembantu berkata kepadanya, ya AmîRAl Mukminîn apa yang baginda lakukan? Beliau menjawab: (saya ingin melatih hati saya). Hal ini saya lakukan sampai saya bebas melakukan apapun tanpa adanya halangan antara saya dan kedudukan saya. Hal inipun juga dilakukan oleh Imam Abû Hanifah.

Baca juga:  Sabilus Salikin (89): Safar Tarekat Suhrawardiyah

Kisah yang sama juga dikisahkan oleh Abu Yazid al-Busthami ketika beliau hendak ke Madinah, semua orang keluar untuk menyambut dan memuliakannya, dan ketika semua orang memberikan pujian kepadanya, maka masuklah Abu Yazid al-Busthami ke pasar dan beliau mengeluarkan roti dari dalam sakunya dan kemudian  memakannya, dan kejadian ini berada pada bulan RAmadhan. Maka kembalilah semua orang dan meninggalkan beliau sendirian.

  • Malamah al-Tark

Adapun orang yang tarekatnya meninggalkan pangkat dan kedudukan dan memilih sesuatu yang bertentangan dengan syari’at, maka dia akan mengatakan: saya adalah orang yang sedang masuk dalam tarekat malamah, pendapat ini adalah pendapat yang sesat, bahaya yang nyata dan benar-benar gila. Sebagaimana pendapat mayoritas orang-orang pada zaman sekarang, adapun yang dimaksud meninggalkan makhluk adalah menerima makhluk, karena kewajiban seorang manusia pertama adalah diterima oleh makhluk kemudian berusaha untuk menolaknya.

Adapun tarekat ini disebar-luaskan oleh Hamdûn ibnu Ahmad ibnu  ‘Ammârah al-Qashshâr. Beliau berkata: (al-Malamah adalah meninggalkan keselamatan). Ketika seseorang meninggalkan keselamatannya, maka dia akan melakukan beberapa cobaan dan meninggalkan semua hal-hal yang disenanginya, karena berangan–angan ingin menggapai keagungan Tuhan dan akhirat, sehingga dia cuek dengan makhluk dan meninggalkannya. Semakin cuek dan meninggalkan makhluk, maka semakin dekatlah dia kepada Tuhannya. Maka segala sesuatu yang diterima oleh semua makhluk, itulah keselamatan, dan ini ditujukan kepada Ahlu malamah, agar semua prasangka makhluk berbeda dengan prasangka Ahlu malamah dan prasangka Ahlu malamah berbeda dengan prasangka para makhluk.

Baca juga:  Sabilus Salikin (6): Tarekat dalam Pandangan Ibnu Taimiyah

Hakikat mahabbah yang terindah adalah berada dalam tarekat malamah, karena caci makian seorang yang dicintai tidak memberikan dampak pada yang dicintai, dan tidak membuat lari kekasih kecuali masuk ke wilayah kekasihnya, tidak ada getaran jiwa selain kepada kekasihnya, karena tarekat Malâmatiyah merupakan taman orang-orang yang rindu pada kekasih.

Golongan ini khusus dicaci secara fisik karena keselamatan hati. Derajat ini tidak bisa diperoleh oleh malaikat muqarrabîn karubiyyin ruhaniyyin, manusia (ahli zuhud, ahli ibadah) kecuali Sâlik tarekat ini yaitu orang-orang yang menjalankan tarekat dengan memutus tali temalinya hati, (Kasyf al-Mahjûb, halaman: 264-265).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
2
Scroll To Top