Aidrusiyah adalah nama dari tarekat yang masyhur di kalangan bani Alawi. Nama tersebut berasal dari nama satu suku Arab Selatan (Yaman), yang banyak melahirkan sufi-sufi. Pendiri tarekat ini adalah Abu Bakar bin Syaikh Abdullah al-Aidrus bin Abi Bakar as-Sakran yang lahir dan wafat di Tarim Hadhramaut (851-914 H/1447-1509 M). Ia sangat shaleh, penghafal al-Qur’an, belajar ilmu lahir dan batin, serta memeroleh ijazah atau khirqah dari beberapa tokoh sufi.
Silsilah tarekatnya sambung sampai kepada Imam Syadzili, Imam Ibnu al-Maghribi, Imam Abû Madyân, Imam Abdul Qadir al-Jailani dan Imam Suhrawardi.
Pada usia 20 tahun Abu Bakar dididik dalam dunia tasawuf oleh saudaranya serta banyak bergaul dengan pamannya Syaikh Umar al-Muhdhar yang menuntunya menempuh jalan suluk. Pamannya ini banyak memberikan pengaruh kepada jiwanya. Ia mengatakan bahwa pamannya mengaruniakan kepadanya tiga tangan, yakni tangan Nabi Muhammad Saw mengenai Tarekat Kasyaf, tangan Syaikh Abdur Rahman as-Saqqaf dan tangan seorang rijal ghaib.
Tokoh lain dari Tarekat Aidrusiyah ini adalah Syaikh Abdur Rahman bin Musthafa al-Aidrusiyah (lahir di Tarim HadRAmaut 1135 H./1723 M-dan wafat di Mesir 1192 H./1778 M).
Syaikh Abdur Rahman pertama sekali mendapatkan ijazah dari ayah dan kakeknya. Ia belajar fikih kepada Abdur Rahman bin Abdullah bin Fakih. Pada 1153 H, ia berangkat ke India, berjumpa dengan tokoh Tarekat Aidrusiyah, yang kemudian mendidiknya dalam Tarekat zikir sampai ia mendapat ijazah pula.
Kemudian pada 1158 H, ia berangkat ke Mesir lalu mengajarkan Tarekat Aidrusiyah di sana. Salah seorang muridnya ialah seorang tokoh sufi yang ternama di Mesir, Abdur Rahman bin Sulaiman al-Misri.
Kewajiban Salik
Salik harus mengurutkan muamalahnya
- Zuhud, adalah memperkecil senang terhadap sesuatu, meninggalkan kebutuhan yang lebih. Ketergantungan zuhud batin lebih banyak dari pada zuhud lahir, tahapannya sebagai berikut:
- Mempersedikit makan
- Tidak menuruti kesenangan nafsu
- Melaksanakan khalwat
- Menjaga keadaan (ahwal) hati dan menjaganya dari was-was syetan, akhlak yang jelek
- Selalu menjaga hubungan antara hati dengan Allah, sehingga hati selalu hudur dan tidak melupakan Allah walaupun sekejap mata, (îdhah Asrar Ulûm al-MuqarRAbin, halaman: 5).
- Menjaga adab bicara, hendaknya Salik beramal dulu sebelum berbicara, menjelaskan lisan di belakang hatinya (lebih banyak merasakan daripada membicarakannya), tidak berbicara sebelum ditimbang dengan timbangan akal, (îdhah Asrar Ulûm al-Muqarrabin, halaman: 7).
- Menjaga adab mendengarkan ucapan
- Selalu berusaha memperbaiki amal
- Selalu menjaga niat yang baik dalam segala amal, supaya terlepas dari riya’
- Tidak menyalahkan orang lain walaupun mereka berbuat salah
- Selalu mengajarkan amal yang baik.
Ajaran-ajaran Tarekat Aidrusiyah
Menjalankan tarekat yang sejati yaitu dengan ibadah, beberapa maqâm, hal, jiwa, pengetahuan, dengan mengambil kalam matsal (amtsal), menjaga hati dengan cinta dengan landasan khusnuzhan (prasangka yang baik) dengan zikir-zikir, dengan kesungguhan dan kejujuran, I’tiqad (keyakinan yang besar) dengan mencabut sesuatu yang jelek, hidmat dengan pendidikan ilmu-ilmu agama.
Hal ini tidak akan terlaksana dengan baik kecuali dengan bimbingan Syaikh yang memiliki pengetahuan tentang dalil-dalil nas (al-Qur’an dan Hadis) dan dalil-dalil akal (baik yang ijma’ atau yang tafsil), orang berpengetahuan terhadap Allah Swt atau dengan dirinya sendiri, berpengetahuan tentang alam musyahadah dan alam ghaib.
- Ahli sufi (tarekat) sepakat bahwa yang menjadi hijab hubungan antara hati salik dan Allah Swt adalah nafsu amarah, yang menjadi sumber-sumber perbuatan buruk. Terbukanya perilaku buruk bersumber pada ‘ujub, serta cinta dunia. perbuatan zhalim yang tinggi adalah hasud, adu domba. Para mursyid tarekat sepakat bahwa mencegah bergaul dengan orang-orang berbuat jelek, dengan orang fasik, orang-orang yang lupa kepada Allah Swt dalam kehidupan akhirat.
- Para syaikh sufi (tarekat) sepakat bahwa untuk membangun dan mendidik salik adalah dengan mempersedikit makan, berbicara, tidur, melakukan uzlah, riyadhah, khalwat, dan seluruh cita-cita salik tidak akan berhasil tanpa bimbingan syaikh atau mursyid.
- Berpedoman pada akidah ahlu as-Sunnah wal Jama’ah.
- Tentang ketauhidan, bahwa dzat Allah Swt tidak terbagi-bagi, tidak ada yang menyerupainya dalam dzat haq dan sifat-sifatnya dan
- Taqwa, merupakan sentral kebahagiaan, setiap kebahagiaan bertempat di akhir, seperti firman Allah SWT.: وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ semua bangunan bergantung pada fondasinya yaitu takwa kepada Allah SWT., firman Allah SWT.: اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ. Para ulama’ sufi berkata: yang dimaksud dengan kata takwa pada ayat di atas adalah (bangunan di atas) pondasi yang tidak akan bisa roboh selama akhir masa. Karena pokok agama adalah pemiliknya yang tiada henti-hentinya naik dalam latihan-latihan sirii, kenikmatan-kenikmatan dan salik naik derajat menuju alam keagungan. Untuk dapat melakukan hal itu salik harus melepaskan lima perkara dan memakai lima perkara yang lain:
- Melepas baju yang melekat di badan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
- Melepas pakaian hati dengan membangun maqâm, yaitu taubat, wira’i, zuhud, sabar, fakir, syukur, khauf, raja’, tawakal, rida dengan jujur, terus-menerus susah karena Allah Swt, menghiasi hati (tahalli) dengan sifat-sifat yang baik dan membersihkan hati (takhalli) dari sifat-sifat yang jelek.
- Melepas pakaian ruh dengan segenap rasa; cinta, rindu, takut, segan, merasa tentram, senang, merasa dekat, syukur, berusaha sampai kepada Allah Swt (washal), dihantarkan untuk sampai kepada Allah Swt (wushul), fana, dan baka
- Melepas pakaian asrar dengan sifat keesaan Allah Swt. Pada tahap ini salik memakai pakaian insan al-kamil dengan melaksanakan syariat, tarekat, dan hakikat.
- Melepas pakaian rahasianya rahasia yang tidak dapat dilihat kecuali Allah Swt yang haq.
- Yang menjadi salah satu konsentrasi tarekat ini adalah hati. Membersihkan hati dengan berbagai macam ibadah sehingga salik naik pada maqâm yang telah disiapkan terhadap ahwal (keadaan batin salik).
- Menjaga nafas bersama dengan Allah Swt karena para ulama’ sufi sepakat bahwa ibadah yang paling utama menjaga nafas, keluar masuknya nafas bersama lafadz Jalalah (Allah) atau kalimat zikir tahlil secara khafi tanpa menggerakkan lisan, (al-Kibrit al-Akhmar wal- Iksir al-Akbar fi Idhah Asrar Ulûm al-Muqarrabin, halaman: 66-68).