Sedang Membaca
Sabilus Salikin (140): Khalwat Tarekat Naqsyabandiyah
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (140): Khalwat Tarekat Naqsyabandiyah

Asal mula disyaratkan khalwat selain mengikuti jejak Nabi Musa As yang bermunajat di bukit Tursina hingga 40 malam, juga mengikuti jejak Rasulullah Saw pada waktu menyendiri di gua Hira’ hingga berjalan sampai beberapa malam.

وَرُوِيَ مُكْثُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى جَبَلِ حِرَاءٍ أَرْبَعُوْنَ يَوْمًا قَبْلَ الْوَحْيِ

Diriwayatkan bahwa khalwatnya Rasulullah SAW. di gua Hira’ selama 40 hari sebelum menerima wahyu.

قَالَ سَيِّدُنَا عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اِسْتَأْذَنْتُ مِنَ الْبَوَّابِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَأَذِنَ لِيْ وَدَخَلْتُ فِيْهَا وَأَنَّهُ لَعَلَى حَصِيْرٍ فَرَأَيْتُ أَثَرَ الْحَصِيْرِ فِى جَنْبِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوِسَادَةً مِنْ اَدَمٍ حَشْوُهَا مِنْ لِيْفٍ وَعِنْدَ رَأْسِهِ أُهُبٌ مُعَلَّقَةٌ. فَبَكَيْتُ فَقَالَ  مَا يُبْكِيْكَ؟ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ: إِنَّ كِسْرَى وَقَيْصَرَ فِيْمَا هُمَا فِيْهِ وَأَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ. قَالَ أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا الْآخِرَةُ قُلْتُ رَضِيْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَذَلِكَ تَعْلِيْمٌ لِأُمَّتِهِ

Adapun dalil asal khalwatnya Nabi SAW. setelah ditetapkan menjadi Rasul, Nabi SAW. menyendiri di tempat khususiyahnya berada di kamar menyendiri di suatu tempat yang tinggi. Nabi SAW. menyendiri dengan menggunakan sumpah ila’ selama satu bulan penuh Nabi SAW. tidak tidur bersama istri-istrinya.

Perkataan Umar bin al-Khattab RA. selama Nabi SAW. menyendiri: “Suatu ketika saya meminta izin kepada penjaga pintu sampai tiga kali dan saya diizinkan untuk menghadap Nabi SAW. Dan ketika saya masuk, saya melihat Nabi Saw hanya beralaskan tikar, dan bantal dari kulit berisikan bulu, di atas kepala beliau terdapat kulit yang digantung.

Kemudian aku menangis. Lalu Rasulullah SAW. bersabda: “Kenapa kamu menangis?” Umar menjawab: “Wahai Rasulullah SAW. Raja Kisra dan kaisar itu sesuai dengan derajatnya”.

Padahal Nabi Muhammad SAW.. adalah Rasulullah Saw yang sangat mulia, namun tidur hanya menggunakan alas tikar. Lalu Nabi SAW. berkata: “Apakah kamu tidak terima apabila Raja Kisra dan kaisar dan lain-lainnya itu mendapatkan kemuliaan di dunia saja akan tetapi orang-orang mukmin itu mendapat bagian di akhirat bahkan akhirat itu lebih bagus daripada dunia?

Baca juga:  Sabilus Salikin (26): Akhlak Mulia (Husnul Khuluq)

Umar bin al-Khattab berkata: “Ya, saya menerima”. Adapun keadaan Nabi Saw yang demikian adalah bentuk pelajaran bagi umatnya.

Allah SWT berfirman:

فَأْوُوْا إِلَى الْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ ويُهَيِّئْ لَكُم مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقاً (الكهف: ١٦)

Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yanga berguna bagimu dalam urusan kamu, (al-Kahfi: 16).

Nabi Saw bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  الْحِكْمَةُ عَشْرَةُ أَجْزَاءٍ تِسْعَةٌ فِى الْعُزْلَةِ وَوَاحِدَةٌ فِى الصُّمْتِ

Hikmah itu ada sepuluh bagian, yang 9 berada ketika uzlah dan yang 1 berada ketika diam.

Syarat-syarat khalwat

Agar musyahadah bisa tercapai, seorang salik harus melaksanakan khalwat. Khalwat adalah menyepi secara dhohiriyah dengan cara menyepi di tempat khusus yang sekiranya orang yang tidak sedang melaksanakan suluk tidak bisa masuk ke tempat tersebut. Nabi SAW. pun melakukan khalwat di Gua Hira’ sampai akhirnya turun perintah untuk berdakwah.

Masa minimal khalwat adalah 3 hari 3 malam, kemudian 7 hari 7 malam, dan selama satu bulan, dan yang paling sempurna adalah 40 hari. Hal ini sesuai dengan Hadis: “Barangsiapa yang (berkhalwat) secara ikhlas selama 40 hari, maka akan memancar sumber-sumber hikmah dari hatinya atas lisannya”, (HR. Ahmad dalam kitab az-Zuhdi, dan Ibn ‘Addî).

Ada 20 syarat dalam khalwat:

  1. Niat yang ikhlâs dengan membuang semua unsur riya’ dan pamer, baik dhahir maupun batin.
  2. Meminta izin kepada mursyid, dan memohon do’anya, dan hendaknya dia tidak berkhalwat tanpa seizin mursyidnya selama dia masih dalam lingkungan tarbiyah/pendidikan.
  3. Ber’uzlah terlebih dahulu, membiasakan diri terjaga pada malam hari, membiasakan lapar dan zikir, sehingga nafsunya jinak dengan semua itu sebelum berkhalwat.
  4. Masuk pada tempat khalwat dengan kaki kanannya seraya memohon perlindungan kepada Allah SWT dari setan dengan membaca basmalah, dan juga membaca Surat an-Nâs tiga kali. Kemudian dia melangkahkan kaki kirinya seRaya membaca do’a:
Baca juga:  Sabilus Salikin (44): Tarekat Uwaisiyah (lanjutan)

اللَّهُمَّ وَلِيِّيْ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ كُنْ لِيْ كَمَا كُنْتَ لِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَارْزُقْنِيْ مَحَبَّتَكَ اللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُبَّكَ وَاشْغِلْنِيْ بِجَمَالِكَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُخْلِصِيْنَ . اللَّهُمَّ امْحُ نَفْسِيْ بِجَذْبَاتِ ذَاتِكَ يَا مَنْ لاَ أَنِيْسَ لَهُ . رَبِّ لاَ تَذَرْنِيْ فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ

Kemudian dia berdiri di tempat shalatnya, lalu berdo’a sebagai berikut sebanyak 21 kali:

إِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَآ أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Kemudian dia shalat dua rakaat pada rakaat pertama dia membaca Surat al-Fatihah dan ayat al-Kursi, dan pada rakaat kedua dia membaca Surat al-Fatihah dan ayat:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهِ وَقَالُواْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ . لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (البقرة: 285-286)

Dan setelah salam membaca Yaa Fattâh (يَا فَتَّاحُ) sebanyak 500 kali, kemudian memulai zikirnya.

    1. Melanggengkan wudhu’
    2. Tidak menggantungkan niatnya untuk mendapatkan kaRamah (kemuliaan)
    3. Tidak menyandarkan punggung ke dinding
    4. Membayangkan wajah mursyid di hadapannya
    5. Berpuasa
    6. Tidak berbicara kecuali untuk berzikir kepada Allah Swt, atau perkataan yang mendesak menurut syari’at, agar khalwatnya tidak sia-sia dan cahaya hatinya tidak sirna
    7. Selalu waspada terhadap empat musuhnya, yaitu setan, dunia, hawa dan nafsu, dengan menyampaikan segala sesuatu yang pernah dilihat dan diketahui kepada mursyidnya
    8. Jauh dari keramaian
    9. Menjaga shalat Jum’at dan sholat jama’ah, karena inti dari khalwat adalah mengikuti sunnah Nabi Saw
    10. Jika dia keluar karena hal yang mendesak, maka harus menutup kepala sampai lehernya sambil menunduk
    11. Tidak tidur kecuali tertidur serta dalam keadaan suci, dan tidak tidur untuk melepas lelah, dan jika mampu hendaknya dia tidak tidur terlentang, tapi dengan duduk.
    12. Menjaga perutnya dengan tidak terlalu lapar dan tidak terlalu kenyang
    13. Tidak membuka pintu tempat khalwat bagi siapapun, kecuali bagi mursyidnya
    14. Meyakini bahwa segala kenikmatan yang didapat adalah semata-mata karena mursyidnya, dan beliau dari Rasulullah Saw
    15. Menghilangkan segala keinginan hati yang baik ataupun buruk, karena keinginan itu akan memisahkan hatinya dari segala yang diperoleh dengan zikir.
    16. Selalu berzikir sesuai dengan cara yang diperintahkan oleh mursyid, sampai sang mursyid menyuruhnya untuk keluar dari tempat khalwat, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 493-495).
Baca juga:  Sabilus Salikin (114): Tarekat Alawiyah

Dalil Menghadap Qiblat ketika Berkhalwat

قَالَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ الْمَجَالِسِ مَا اِسْتَقْبَلَ بِهِ الْقِبْلَةَ (المتممات، ص 108)

Nabi bersabda: “Sebaik-baiknya majelis adalah majelis yang menghadap kiblat”, (Mutammimât, halaman: 108).

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top