Syaikh (mursyid) adalah orang sempurna dalam keilmuan syariat, tarekat, dan hakikat. Ia juga sampai pada batas kesempurnaan pengetahuan tentang kendala-kendala nafsu, penyakit-penyakitnya, dan metode penyembuhannya. Ia mengetahui obat dan mampu melakukan pengobatan terhadap penyakit nafsu serta mampu memberi petunjuk untuk antisipasi terhadap kendal-kendala nafsu.
Adapun kriteria-kriteria syaikh atau mursyid menurut Akbariyah ada 20 macam, yaitu: 1) menghadirkan sifat kehambaan pada dirinya, 2) bersiap menerima hakikat pemberian ilahi tanpa menggunakan perantara, 3) adanya sifat belas kasih yang tumbuh dari maqomul al-‘indiyah, 4) memuliakan ilmu-ilmu ilahiyah, 5) keilmuan itu didapat tanpa perantara.
Mursyid juga harus 6) memiliki pengetahuan tentang syariat menurut kadar kebutuhan, 7) beri’tiqad ahlu sunnah wal al-jama’ah, 8) berakal dengan logika agama dan sosial, 9) dermawan dan pemberani, 10) menjaga diri, 11) memiliki cita-cita yang luhur terhadap murid, 12) mengasihi mereka, 13) sabar dan pemaaf, 14) memiliki budi pekerti yang baik.
Selanjutnya, 15) memiliki sikap mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri (al-itsar/ngalah), 16) mulia dan terpercaya, 17) menerima dan pasrah dengan keputusan Allâh Swt, 18) memiliki ketenangan jiwa pada saat bergerak, 19) memiliki ketetapan jiwa dalam melangkah, dan 20) memiliki kewibawaan yang tinggi.
Syarat Murid dan Mursyid
Syarat murid dan mursyid adalah tawajjuh menghadapkan jiwa kepada Allâh Swt., zuhud, tajrid beri’tiqad dengan keyakinan ahlul haq, taqwa, sabar, mujahadah, pemberani, berusaha sekuat tenaga, menundukkan tingkatan-tingkatan nafsu, jujur, berpengetahuan, mencari, dan berpolitik dengan musuh, (Syarh Hikam Syaikh Akbar, halaman: 159-160).
Persiapan bagi Salik sebelum Menemukan Syaikh (Mursyid)
Ada sembilan hal yang harus dipersiapkan bagi salik sebelum menemukan mursyid. Empat hal secara lahir yaitu lapar, tidak tidur malam, diam, dan `uzlah. Secara batin ada lima , yaitu sungguh-sungguh, tawakkal, sabar, mempunyai cita-cita yang luhur, dan berkeyakinan (Futûhât al-Makkiyah, juz 1, halaman: 418).
Zikir
Zikir adalah sifat ketuhanan yaitu jika sâlik ingat kepada Allâh Swt dalam hati dan kesendiriannya, dan oleh karena itu Allâh Swt akan mengingat salik dalam dzat Allah. Apabila salik mengingat Allâh Swt dalam sebuah perkumpulan makhluk maka Allâh Swt akan mengingatnya bahwa dia adalah orang yang terbaik di antara perkumpulan tersebut. Zikir tidak hanya sekedar menyebut nama Allâh Swt akan tetapi menyebut dari sisi bahwa Allâh Swt adalah Dzat yang terpuji. Karena manfaat zikir akan hilang jika hanya menyebut nama Allâh Swt (Futûhât al-Makkiyah, juz 3, halaman: 344).
Dalam berzikir, salik dapat dibagi menjadi dua golongan. Pertama, zikir dengan menghadirkan hati dan bisa mencapai kekhusyukan. Kedua, zikir yang menghadirkan hati dengan cara menggunakan kekuatan imajinasi. Sementara yang paling sempurana adalah zikir dengan menggunakan dua kekuatan yaitu kekuatan akal, syari’at, dan mukasyafah (Futûhât al-Makkiyah, juz 3, halaman: 345).
Adab
Ada empat macam adab, yaitu:
- Adab Syari’at adalah adab ilahi yang diberikan Allâh Swt. dengan cara wahyu dan ilham, seperti Alquran dan Hadis yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw.
- Adab Khidmat adalah mu’amalah kepada Allâh Swt tentang hal yang dikhususkan bukan muamalah kepada makhluk-Nya.
- Adab Haq adalah adab bersama Allâh Swt dengan melaksanakan semua perintah-Nya.
- Adab Haqiqah adalah adab meninggalkan adab dengan kefanaan kita dan mengembalikan semuanya kepada Allâh Swt.
Pembagian Salik
- Salik yang berjalan karena dijalankan oleh Tuhan, yaitu sâlik yang pendengaranya, penglihatannya, dan semua kekuatannya berasal dari Allâh Swt yang haq.
- Salik yang berjalan dengan dirinya sendiri, adalah sâlik yang melakukan pendekatan kepada Allâh Swt dengan melakukan semua kewajiban dan ibadah sunnah yang penuh dengan kebaikan dengan tujuan untuk mencintai Allâh Swt. Sâlik berusaha sekuat tenaga melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
- Salik yang berjalan dengan gabungan antara dijalankan Tuhan dan dirinya sendiri, yaitu setelah sâlik merasakan semua pendengaran, penglihatan, dan pengetahuannya berasal dari Allâh Swt. tanpa melihat sesuatu bagian atas dirinya.
- Salik yang bukan kategori sâlik, adalah sâlik yang melihat dirinya tidak sendirian dalam menempuh suluk selama kebenaran menjadi sifat bagi sâlik, sementara sifat sâlik tidak berdiri sendiri dalam suluk selama nafsu mukallaf masih ada, sâlik bagaikan tempat bagi sifat. Jika sudah demikian, maka tampaklah sâlik sebagai sâlik yang memadukan semua kategori salik yang ada empat. Wujud yang tampak tidak memiliki bentuk karena yang tampak adalah dzat yang menjadikan semua bentuk benda terlihat,
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَـكِنَّ اللهَ رَمَى (الأنفال: 17)
(Futûhât al-Makkiyah, juz 4, halaman: 15-17).
Kaidah Pendidikan bagi Salik
- Ma’rifat (mengenal) kepada Dzat yang disembah.
- Qana’ah. Syaikh Ibnu Arabi menyebut kalimat qana’ah yang sempurna. Qana’ah ini bisa berhasil dengan sifat al-jud (dermawan) yaitu memberi sebelum diminta, karena tanda tanda qana’ah adalah al-jud
- Meninggalkan semua yang dilarang Allâh Swt.
- Menepati janji, yaitu janji manusia ketika berada di alam alastu (alam ruh, sebelum manusia diturunkan ke dunia) (Tafsîr al-Baghâwi, juz 1, halaman: 77).
- Sabar, memenjarakan nafsu, dan sabar atas kehilangan sesuatu. Salik tidak mengadu kepada selain Allah Swt Mengadu kepada Allah Swt dan mencari sesuatu yang hilang bukan terkategorikan mengadu dan mencari yang tercela secara syar’i dan wira’i. Salik saat ini mempunyai maqâm tapi tidak memiliki hal (keadaan jiwa), karena mengadu kepada selain Allâh Swt adalah tercela.