Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (10): Unsur-unsur Tarekat, Mursyid

Sabilus Salikin (1): Islam, Tasawuf, dan Tarekat 2

Kata mursyid berasal dari bahasa Arab dan merupakan isim fa’il (Inggris: present participle) dari kata kerja arsyada-yursyidu yang berarti membimbing, menunjuki (jalan yang lurus). Dari kata itu terbentuk kata rasyad (hal memperoleh petunjuk/kebenaran) atau rusyd dan rasyada (hal mengikuti jalan yang benar/lurus). (Lisan al-Arab, juz 3, halaman: 175-176).

Dengan demikian, makna mursyid adalah “(orang) yang membimbing atau menunjuki jalan yang lurus” Dalam wacana tasawuf/tarekat mursyid sering digunakan dengan kata Arab Syaikh; kedua-duanya dapat diterjemahkan dengan “guru”.

Dalam Alquran kata mursyid muncul dalam konteks hidayah (petunjuk) yang dioposisikan dengan dhalalah (kesesatan), dan ditampilkan untuk menyifati seorang wali yang oleh Tuhan dijadikan sebagai khalifah-Nya untuk memberikan petunjuk kepada manusia:

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللهِ مَن يَهْدِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيّاً مُّرْشِداً ﴿١٧﴾

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allâh, maka ia benar-benar mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan, maka orang itu tidak akan pernah engkau dapati memiliki wali mursyid (pemimpin yang mampu memberi petunjuk), (Q.S. al-Kahfi, 18:17)

Kata wali (Awliya’) sendiri menunjukan kepada beberapa makna, antara lain al-nashir (penolong), (Lisan al-Arab, juz 15, halaman: 406), al-mawla fi al-din (pemimpin spiritual), (Lisan al-Arab, juz 15, halaman: 408), al-shadiq (teman karib) dan al-tabi al-muhibb (pengikut yang mencintai), (Lisan al-Arab, juz 15, halaman: 411). Semua makna ini berserikat dan secara simultan menjelaskan makna wali dalam ayat di atas, yaitu “orang yang mencintai dan dicintai Allâh sehingga layak menjadi pemimipin spritual yang harus diikuti”.

Baca juga:  Sabilus Salikin (13): Kalbu Rasul sebagai Tempat Wasilah

Pengertian wali semacam ini digambarkan dalam sebuah Hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan beberapa imam Hadis lainnya dengan redaksi:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: قَالَ اللهُ – عَزَّ وَجَلَّ – : مَنْ آَذَى لِي وَلِيًّا فَقَدِ اسْتَحَقَّ مُحَارَبَتِي ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِمِثْلِ أَدَاءِ فَرَائِضِي ، وَإِنَّهُ لَيَتْقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ رِجْلَهُ الَّتِي بِهَا يَمْشِي ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا ، وَلِسَانَهُ الَّذِي يَنْطِقُ بِهِ ، وَقَلْبَهُ الَّذِي يَعْقِلُ بِهِ ، إِنْ سَأَلَنِي أَعْطَيْتُهُ ، وَإِنْ دَعَانِي أَجَبْتُهُ) مسند أبي يعلى، ج 12، ص: 520(

Barangsiapa memusuhi seorang wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai berupa ibadah-ibadah yang Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu terus menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku pasti dengannya ia mendengar, (Akulah) kakinya yang dengannya ia berjalan, (Akulah) lisannya yang dengannya ia mengucapkan, dan (Akulah) hatinya yang dengannya ia berangan-angan. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku mengabulkannya, (Musnad Abi Ya’la, juz 12, halaman: 520).

Katalog Buku Alif.ID
Halaman: 1 2 3 4 5
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Scroll To Top