Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Rakernas Lesbumi-NU di Setu Babakan: Tauhid Menumbuhkan Kebudayaan, Menyuburkan Pohon Kehidupan

Thumbnail Lesbumi

Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Nahdlatul Ulama (Lesbumi-NU) akan menggelar “Rapat Kerja Nasional V Lesbumi PBNU dan Temu Nasional Seniman Budayawan Muslimin Indonesia 2022” pada tanggal 2–3 Desember 2022 di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Rakernas dengan tema “Tauhid Menumbuhkan Kebudayaan, Menyuburkan Pohon Kehidupan” tersebut melibatkan perwakilan dari Lesbumi di wilayah dan cabang (PWNU dan PCNU) se-Indonesia, Pengurus Pusat Nadhaltul Ulama, beberapa ahli dan tokoh untuk memberi sumbangan gagasan, serta pihak pemerintah sebagai pengambil dan pelaksana kebijakan negara.

“Di rakernas ini, kami akan merumuskan berbagai langkah nyata berdasarkan identifikasi persoalan, baik dalam hal keorganisasian maupun kebudayaan secara luas. Selanjutnya, kami dapat membuat solusi dan acuan kerja bersama. Harapannya akan lahir berbagai resolusi terkait beragam masalah yang dihadapi dalam bingkai kebudayaan,” kata Ketua Lesbumi PBNU M. Jadul Maula dalam siaran pers, Kamis (1/11/2022).

Menurut Ketua PWNU DKI Jakarta mewakili panitia pelaksana, H Ahmad Yusuf, acara di Setu Babakan dirasa cocok untuk acara yang melibatkan banyak budayawan dan pengamat budaya secara nasional. Selain tempatnya luas, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan juga menjadi ruang reka cipta kebudayaan Betawi, salah satu pusat kebudayaan Betawi. Beragam kesenian khas Betawi akan ditampilkan dalam kegiatan ini, seperti palang pintu, tradisi lisan yang sudah menjadi warisan budaya takbenda Indonesia, lalu ada ketimpring, tarian pembuka khas Betawi, orkes gambus, dan masih banyak lagi.

Baca juga:  Berikut Daftar 10 Besar Lomba Santri Millenial Competitions, Mencari Esais Muda Pesantren: Santri Menulis Buku

Pemilihan Setu Babakan dirasa tepat karena lokasi tersebut memang tempat berkumpulnya para seniman, budayawan, dan pemerhati budaya Betawi dan Jakarta secara luas. “Ke depan berbagai kegiatan Lesbumi semoga bisa menyebar di seluruh Indonesia. Penginnya sih bisa di Sumbawa atau Manado dan Papua, misalnya, hehehe,” kata Ketua Panitia Pelaksana Abdul Azis Muslim yang juga pengurus Lesbumi PBNU.

Jadul Maula menambahkan, Lesbumi siap bekerjasama dengan berbagai pihak: lembaga-lembaga di lingkaran PBNU sendiri; lembaga-lembaga kebudayaan dalam negeri dan luar negeri; para ahli yang mendedikasikan diri mereka dalam kebudayaan; serta pemerintah sebagai pelaksana konstitusi dan pengambil kebijakan.

Hal itu demi penguatan kapasitas Lesbumi sebagai sebuah lembaga kebudayaan dengan cakupan nasional yang turut andil dalam pemajuan kebudayaan nasional.

“Kerjasama akan saling menguatkan satu sama lain, memperlancar agenda pemajuan kebudayaan nasional, serta meningkatkan kapasitas kita sebagai sebuah bangsa,” imbuhnya.

Peran Lesbumi bagi Kebudayaan Indonesia
Lesbumi-NU dalam rentang sejarahnya, telah memiliki peran dalam pelestarian kebudayaan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Peran tersebut dilakukan dengan mengambil pandangan secara seimbang antara nilai-nilai tradisi yang dianggap relevan dan luhur, nilai-nilai global yang selaras dengan karakter dan perilaku bangsa, serta Pancasila sebagai orientasi dan landasan kepentingan nasional kita.

Pandangan tersebut diambil dengan menggunakan pasal dalam kadiah-kaidah ushul fiqh sebagai mekanisme pengambilan keputusan dalam Islam: almuhaafadzatu alal qadiimis shalih wal akhdzu bil jadiidil ashlah, artinya melestarikan warisan lama yang baik dan menambahkan hal baru yang lebih baik lagi.

Baca juga:  Pegiat Seni Purbalingga Gelar “KPK Rika Ora Dewekan”

Ketua Panitia Pengarah Rakernas dan Pengurus Lesbumi PBNU, Abdullah Wong mengatakan, perjalanan Lesbumi sebagai organisasi seni-budaya sangat dinamis, karena faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal antara lain bentuk oragnisasi Lesbumi yang besar mulai pusat hingga daerah, sumberdaya manusia yang belum merata, serta model tata kelola organisasi yang belum efisien.

Adapun beberapa faktor eksternal seperti posisi kebudayaan yang belum dianggap penting dalam agenda nasional Indonesia, relasi NU dan pemerintah yang mengalami pasang-surut sejak Orde Lama, Orde Baru, hingga pascareformasi, serta kompleksitas dan majemuknya masalah kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia.

Jadul menambahkan, ada banyak agenda yang akan dibahas dalam rakernas dan temu nasional, satu di antaranya adalah fikih kebudayaan demi pemajuan kebudayaan. Kita tahu, peran Nahdlatul Ulama dalam sejarah Indonesia berangkat dari mekanisme pengambilan keputusan dalam Islam yang mengatur tugas dan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, yaitu ushul fiqh atau teori hukum Islam yang komprehensif dengan menimbang sumber sakral, sosio-kultural, ekonomi, dan politik demi mencapaikemaslahatan yang sebanyak-banyaknya dan risiko sekecil-kecilnya bagi umat manusia dan lingkungan yang dihuni.

Dengan melakukan pembahasan melalui ushul fiqh, pemajuan kebudayaan akan memiliki kekuatan secara religio-legal serta mendapat dukungan otoritas keagamaan dalam Islam. Pada saat yang sama, melalui fikih kebudayaan agama ikut mengembangkan dirinya agar tetap relevan dan menjadi solusi dari berbagai masalah yang dihadapi dan bukan bagian darinya.

Baca juga:  Misbach Yusa Biran, Seni di antara NU dan Masyumi

”Pembahasan ini tentu merangkul sejumlah ahli yang kompeten dalam bidang agama, seni, dan kebudayaan secara luas demi menghasilkan visi yang arif, luas, dan maslahat bagi umat manusia dan khususnya bangsa Indonesia,” kata Jadul.

Marginalisasi Kebudayaan

Kebudayaan merupakan wahana yang melingkupi keseluruhan hidup manusia. Namun, kebudayaan belum menjadi prioritas utama dalam agenda strategis nasional dibanding ekonomi, teknologi, pertahanan dan lain sebagainya.

Akibatnya, berbagai faktor lain tersebut diraih dan diimplementasikan di luar kerangka kebudayaan sehingga sering tidak selaras dengan manusia yang menjalaninya.

Menurut Sekretaris Lesbumi PBNU Inaya Wulandari Wahid, praktik marginalisasi kebudayaan tersebut bukan hanya fenomena nasional namun global. Di tengah situasi internasional yang sedang mengalami ketegangan di bidang politik, ekonomi dan militer, kebudayaan dapat mengambil posisi sebagai wahana diplomasi untuk membangun hubungan saling memahami dan menerima antar manusia dan bangsa serta menawarkan visi tata kehidupan yang konsisten, adil, dan manusiawi. Visi tersebut dapat dilakukan dengan jalan memajukan kebudayaan di berbagai sektor.

“Dalam Temu Nasional Seniman Budayawan NU 2022, pemajuan kebudayaan akan menjadi semangat utama untuk melakukan akselerasi agar kebudayaan bisa mendapat tempat yang layak dalam agenda strategis nasional. Oleh karena itu, kami akan membahas berbagai topik secara seksama demi menghasilkan rumusan yang menjawab berbagai tantangan mutakhir di bidang kebudayaan,” tegas Inaya. (*)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top