Adapun tulisan pemenang ketiga lomba menulis Ramadan Berkah kategori Aliyah adalah Qonita Khoirunnisa. Qonita adalah Siswi MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Selamat, Qonita. Berikut tulisannya. Selamat menyimak!
Hari ini, bumiku padat akan makhluknya. Tak terkecuali manusia, hewan, hingga tumbuhan tampak berdesak-desakkan di ruang bumi ini. Menilik satu makhluk yang disebut manusia, jumlah pertumbuhan yang tinggi tanpa diimbangi dengan kematian yang tinggi pula menyebabkan bumiku dipadati oleh 7,76 milyar populasi anak Adam (tagar.id).
Begitu juga dengan pesantren. Semakin hari, Islam semakin banyak menyadarkan manusia perihal pentingnya mendalami ilmu agama dengan sanad yang bersambung sampai ke Rasulullah saw. Sehingga, pesantren menjadi pilihan yang paling banyak diburu untuk menjadi tempat mengarahkan diri atau anak keturunannya menuju pemahaman Islam yang berkualitas. Dari sinilah kemudian manusia menyandang gelar “santri”.
Di penghujung tahun 2019, berita pandemi covid-19 yang menguji salah satu kota di China, dengan begitu cepat sampai di telinga penduduk Indonesia. Begitu juga dengan kami, di pesantren pun dengan cepat menerima kabar tersebut. Setelah setiap pesantren mendengar berita pandemi di China, para Kiai mengimbau santri-santrinya untuk terus mendoakan seluruh penduduk China, khususnya para saudara dan alumni yang sedang melanjutkan studi atau bertugas di China.
Beberapa bulan setelah itu, bumi Indonesia digemparkan oleh kabar datangnya virus yang disebut covid-19 itu. Salawat tibbil qulub berkali-kali diserukan oleh para kaum bersarung, dan seluruh umat Islam. Serta kaum non-muslimpun turut memanjatkan doa untuk kebaikan umat manusia di bumi ini. Namun, ikhtiar spiritual itu rupanya belum maksimal diiimbangi dengan ikhtiar lahiriyah masyarakat di tanah airku. Mereka tetap saja melakukan aktivitasnya di tempat ramai, bahkan seperti tidak peduli pada protokol yang diarahkan pemerintah.
Bukan berarti sia-sia, namun takdir yang bisa diubah tidak diusahakan oleh beberapa manusia. Salah satu dampaknya, satu-persatu pesantren Indonesia memulangkan ratusan, bahkan ribuan penghuninya. Bagi sebagian santri, pastinya mereka lebih memilih untuk menjaga sikap sebagai santri agar tidak dikeluarkan dari pondok (pesantren), daripada harus menjaga jarak dengan teman-teman (social distancing) agar tidak masuk pondok orang sakit (rumah sakit).
Payah. Pandemi telah membuat Izrafil menyapa pesantrenku. Dari mulai Bu Nyai dan Pak Kiai mengkhawatirkan kesehatan santri dengan tidak bersalaman untuk sementara waktu usai mengaji, hingga masalah jamaah yang dalam kitab Riyadhus Shalihin diajarkan agar kita memastikan saf salat hendaknya tidak ada celah-pun dalam keadaan darurat seperti ini kita harus merenggangkannya dengan jarak beberapa meter. Dan pada akhirnya, yang paling melukai tubuh pesantrenku adalah berhentinya segala kegiatan secara tatap muka.
Dengan penuh pertimbangan yang pasti matang, segenap pengasuh pondok pesantren terpaksa memulangkan para santri ke rumah masing-masing. Namun, perlu diketahui bahwa beberapa pesantren memang konsisten menerapkan sistem online dalam mengaji. Di antaranya, seperti Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum Yogyakarta, Pondok Pesantren Al-Munawwir, dan Pondok Pesantren Binaul Ummah Bantul ingin memastikan para santri tetap mengaji meski di rumah saja dengan ikhtiar menghubungkan siaran langsung di akun instagram atau channel youtube yang resmi. Cara ini tentu mendatangkan manfaat kepada santri yang tidak bisa mengikuti kegiatan pengajian seperti biasanya. Bahkan selain santri di pesantren itu, masyarakat umum dan santri yang mungkin pesantrennya tidak memberikan fasilitas ngaji online-pun dapat mengikutinya tanpa syarat-syarat tertentu.
Sebagai santri, kita memiliki tugas besar di tengah musibah ini. Terkait masalah ibadah, misalnya, santri harus tahu bagaimana hukum salat menggunakan masker, bagaimana hukum meninggalkan salat Jumat selama tiga kali berturut-turut, menunda silaturahmi dengan bertamu ke rumah sanak saudara, atau mengenai dasar hukum diperbolehkannya merenggangkan shaf dalam salat. Selain tahu, santri juga wajib memberitahu kepada orang awam, masyarakat, khususnya keluarga yang mungkin masih membutuhkan pemahaman lebih dalam mengenai hukum tersebut. Santri harus menuntun dengan lembut, meluruskan dengan argumen yang tepat dan tidak melenceng dari apa yang telah diajarkan oleh para Kiai di pesantren.
Pandemi sudah jelas banyak merugikan manusia. Mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan yang lainnya. Bahkan sebagai pelajar sekaligus santri, saya sangat merasakan dampaknya di bidang pendidikan. Karena saya harus belajar dan mengaji tanpa bertatap muka langsung dengan guru, bergurau tanpa menepuk pundak teman, dan tidak pula menikmati pemandangan sore pada waktu ngabuburit di pondok.
Tapi marilah, kita telisik sisi positif dari datangnya wabah ini. Pertama dan yang paling utama, wabah ini datang untuk meningkatkan iman manusia dari sisi menjaga kebersihan. Karena dalam salah satu hadis masyhur disebutkan اَلنَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ “Kebersihan sebagian dari iman.” (HR. Al-Tarmizi) . Dampak positif lainnya, kita bisa lebih menikmati kebersamaan dengan keluarga bagi yang bisa berkumpul, dan menyadari betapa berharganya waktu-waktu bersama keluarga bagi yang merantau atau yang tidak bisa bersama keluarga untuk saat ini. Dan yang ketiga atau terakhir, adanya wabah ini menjadikan manusia lebih dekat dengan Rabb-nya, karena datangnya wabah ini saya kira berhasil mengingatkan banyak orang kepada kehidupan akhirat, tempat kehidupan yang abadi.