Adapun tulisan pemenang kedua lomba menulis Ramadan Berkah kategori Aliyah adalah Sofi Aisa Dewi. Sofi adalah Santriwati asal Tamangede, Gemuh, Kendal. Selamat, Sofi. Berikut tulisannya. Selamat menyimak!
Corona, virus yang mempunyai nama panggilan Covid-19 ini, kini menjadi perhatian semua orang. Dia tak Nampak, tapi mematikan. Dari sini, kami menjadi tahu, bahwa yang kecil bukan berarti lemah. Khususnya di sini, di pesantren kami. Dunia penuh cerita kami, santri. Pagi, siang, sore, disusul malam. Kami makan dengan ganjaran ngaji. Sesekali, ada pertemuan wali santri, untuk shalat bersama meminta ridho illahi. Dan lain lagi.
Hilang. Lebih tepatnya jeda. Semua menjadi reda. Dari Presiden, kemudian Gubernur, turun ke Bupati. Mengeluarkan kebijakan, pengumpulan massa harus dibubarkan. Tidak boleh keluar rumah, apalagi keluar daerah. Selanjutnya, dari Bupati lalu ke pemimpin-pemimpin kami, seperti Pak Kyai dan Bu Nyai. Tidak harus tidak, kami harus dipulangkan. Pada hakikatnya, bersama-sama adalah hidup kami. Perasaan hati menjadi bimbang. Pada halnya, liburan ini bukan liburan yang menyenangkan tapi penuh kekhawatiran. Dari sini kami menjadi tahu, bahwa hidup tidak selalu menyenangkan tapi juga ada masa menyedihkan. Semata, semua adalah pelajaran.
Lomba-lomba akhirussanah ditunda, haflah akhirussanah ditunda, kajian rutin istighotsah wali santri ditiadakan. Kunjungan luar daerah atau ziarah ditunda pula. Semula, liburan hanya satu minggu saja, tapi perubahan mengeluarkan suaranya, sehingga ditambah tiga minggu lamanya. Sungguh, nikmat mana lagi yang kau dustakan.
Mati, pesantren kami sepi. Tidak ada suara ngaji Pak Kyai yang diikuti semua santri. Tidak ada suara tadarus al-quran yang menenangkan hati. Dan lain lagi. Mungkin itu hanya di pesantren kami, bukan di rumah kami. Meskipun begitu, rasanya beda sekali. Tetaplah disyukuri, ini ujian untuk kami.
Soal ramadan, masih ada keraguan, belum ada kepastian. Perubahan saat ini terombang-ambing. Menyesuaikan keadaan yang ada. Apakah ada kegiatan di pesantren seperti biasa atau malah di rumah saja. Kali ini diluar kebiasaan. Soal ramadan, nampaknya tahun ini sedikit beda. Pasalnya, virus ini sudah merajalela. Apalah semua dikerjakan di rumah. Shalat tarawih di rumah, shalat jumat di rumah. Acara ngabuburit entah bagaimana. Apalagi hari raya, apa jadinya jika hanya di rumah. Naudzubillah, semoga ini cepat ada puncaknya.
Lockdown telah menahan siapa saja. Memaku setiap orang agar tetap di rumahnya. Termasuk kami, semua harus mengunci diri. Sebagian mereka masih ada yang tetap keluar. Entah apa alasan yang benar. Apakah mereka termasuk melanggar, atau memang ada keperluan yang mendasar. Semua tak tahu, kecuali diri sendiri.
Tentang persoalan virus ini, sudah tidak waktunya mencari sumber penularan, yang perlu dilakukan adalah memutus mata rantai penularan. Jika setiap satu orang melindungi diri mereka terhadap keadaan ini, maka semua orang akan terlindungi pula.
Masalah liburan pesantren kali ini, nampaknya tiga minggu belum mencukupi. Penularan virus di Indonesia ini, masih terus menambah korban lalu mati. Kebijakan pemerintah pun nampaknya semua keputusan akan diperpanjang lagi. Imbasnya liburan pesantren kami. Jika ada yang bertanya, kapan akan ke pesantren kembali? Tidak ada yang menjawab dengan pasti. Jika memang ada yang diputuskan, informasi akan disebarluaskan melalui apa saja yang menjangkau semua santri. Media sosial contohnya.
Semula, sebelum virus ini turun ke bumi. Mereka akan berpikir. Lomba lomba akhirussanah kami akan senang dan menghibur hati. Haflah akhirussanah tahun ini akan ramai sekali. Wisuda kami akan membanggakan bagi diri kami sendiri. Syahadah hafalan kami akan membanggakan orang tua kami. Ziarah kami juga menambah pengalaman hidup kami.
Sudahlah, hidup ini bukan saatnya untuk mengeluh. Barangkali, semua ini belum tepat. Di balik musibah ini, ada hikmah yang tersembunyi. Mereka para ilmuwan yang ahli, menciptakan temuan-temuan baru yang dapat menunjang penularan virus ini. Hal yang demikian menciptakan perkembangan ilmu di dunia sains dan teknologi. Semua ada waktunya. Hanya perlu usaha dan doa.
Kami santri, selalu berpikir religi. Corona, dia makhluk Allah yang senantiasa bertasbih dan tidak bisa membawa madharat tanpa izin Allah dan tidak akan pernah sirna dengan pertolongan Allah. Dengan keyakinan yang kokoh kepada Allah disertai dengan ikhtiar pencegahan, baik itu ikhtiar dzahir dan batin. Allah akan menolong agar bencana ini berhenti dan menggantikannya dengan kekuatan dan keyakinan bangsa terutama pada setiap individunya agar lebih patuh kepada Allah dan lebih menjauhi dari apa yang dilarang Allah. Dalam tahajjud kami, satu yang menjadi mimpi yaitu pesantren kami hidup kembali.