KH. Ahmad Zaini adalah putera dari KH. Abdurrahman, beliau dilahirkan pada bulan bersejarah, tepatnya lima hari setelah tanggal kelahirkan Nabi Muhammad SAW, yaitu tanggal 17 Rabiul Awal tahun 1307 H.
Oleh karena orang tua atau ayah KH. Ahmad Zaini sendiri adalah seorang ulama besar yang luas ilmunya dan berpengaruh di kalangan masyarakat, maka hal ini merupakan anugerah Allah tersendiri yang diberikan kepada KH. Ahmad Zaini. Dalam hal ini terutama sekali ketika belajar ilmu pengetahuan agama Islam, di mana tidak usah mencari guru lain lagi; sebab di rumah sendiri sudah tersedia.
Karena itulah KH. Ahmad Zaini belajar ilmu agama Islam langsung dengan ayah beliau sendiri, yakni KH. Abdurrahman. Dalam menimba ilmu agama, meski dengan ayah sendiri, KH. Ahmad Zaini tetap berlaku hormat, sopan santun dan selalu tawaddhu. Di samping itu, dalam belajar KH. Ahmad Zaini memang mewarisi beberapa sifat dan kepribadian terpuji dari ayah sendiri, seperti ulet, gigih, tekun, rajin dan penuh semangat dalam belajar. Inilah antara lain yang menjadikannya sebagai seorang cerdas dan mudah mengerti terhadap pelajaran yang diberikan, sehingga dalam waktu yang tidak lama mampu menguasai beberapa cabang ilmu pengetahuan agama tersebut.
Luasnya ilmu pengetahuan agama Islam KH. Ahmad Zaini tidak kalah dengan orang tua beliau sendiri. Malah sepeninggal ayahnya beliaulah yang menjadi pengganti dalam membimbing dan mengajarkan agama serta melaksanakan dakwah Islamiyah lainnya. Beliau aktif di bidang sosial kemasyarakatan dalam rangka melindungi umat Islam dari segala macam paham yang menyesatkan.
Aktivitas KH. Ahmad Zaini sebagai seorang ulama cukup padat, baik mengisi pengajian di majlis-majlis ta’lim, menjadi tokoh agama sekaligus pemuka masyarakat, dan tidak terkecuali pula sebagai kepala keluarga di dalam kehidupan berumah tangga. Namun semua itu tetap dilaksanakan dengan baik, masing-masing diposisikan sebagaimana mestinya. Dengan sangat hati-hati dan perhitungan yang matang, beliau mampu membagi waktu dengan baik, sehingga tiap hari aktivitas beliau berjalan dengan lancar.
KH. Ahmad Zaini memang tidak sedikit mewarisi sifat-sifat, sikap maupun perilaku orang tua beliau sendiri, KH. Abdurrahman. Ini bisa diketahui lantaran kehidupan mereka sebagai sebuah keluarga memang sangat akrab, harmonis dan sarat dengan muatan ajaran agama. Oleh karenanya tidak heran apabila proses keteladanan dari ayah kepada anaknya, telah terjadi sedemikian rupa. Sang ayah mampu mewariskan sepak terjang terpuji dan mulia, lalu dengan sendirinya mudah diaktualisasikan kembali oleh anak-anaknya.
Dengan demikian sesibuk apapun kegiatan yang dilaksanakan, dan sebanyak apapun frekuensi tugas yang mesti dikerjakan; bukanlah suatu persoalan lagi. Ia justru menjadi tantangan yang harus dijawab oleh KH. Ahmad Zaini, dan bukannya sesuatu yang mesti dijauhi.
Kedisiplinan dan kecermatan KH. Ahmad Zaini semasa hidupnya antara lain tercermin, tatkala beliau banyak diberi amanah oleh masyarakat maupun oleh pemerintah sekalipun. Sebagai pemimpin agama di masyarakat, sudah pasti harus siap untuk melayani berbagai keluhan masyarakat dalam beragama. Kemudian sebagai tokoh yang punya kedudukan terhormat di masyarakat maupun di mata pemerintah, beliau harus proaktif dalam menyiasati segala macam bentuk amanah yang dipikulkan di atas pundak.
Bukti kemampuan KH. Ahmad Zaini yang secara handal dan profesional dalam melakukan semua yang disebutkan di atas, adalah dengan terpilihnya beliau sebagai mufti pada saat itu. Jabatan mufti bukan saja sangat bergengsi tetapi lebih dari itu, jabatan itu menjadi legitimasi atas keluasan ilmu orang yang bersangkutan.
KH. Ahmad Zaini diangkat sebagai mufti selama beberapa tahun dan itu terjadi pada dua zaman, yaitu zaman penjajahan Belanda dan zaman kemerdekaan. Jabatan mufti pada masa itu tidak mudah begitu saja diserahkan pihak penguasa kepada seseorang, sebab jabatan ini punya posisi sangat strategis; baik bagi masyarakat maupun pemerintah sendiri. Di antara pertimbangan mendasar untuk bisa menempati kursi jabatan mufti ini adalah luas atau banyaknya kepemilikan ilmu pengetahuan agama Islam. Kemudian tidak kalah pentingnya pula faktor kepemimpinan, kredibilitas serta wibawa yang bersangkutan di tengah-tengah masyarakat.
Setelah menjabat sebagai mufti pada zaman kemerdekaan dan sesuai dengan perkembangan tatalaksana pemerintahan negara merdeka, pembenahan pun terus dilakukan. Di antaranya termasuk penataan urusan agama oleh Departemen Agama. Sehubungan dengan ini KH. Ahmad Zaini pun pernah menjabat sebagai salah seorang pimpinan pada Kantor Departemen Agama Kabupaten Banjar, dengan jabatan Kepala Bagian.
Demikianlah kehidupan sekaligus karir sosok putera KH. Abdurrahman, yakni KH. Ahmad Zaini, yang tidak kalah dengan ayahnya sendiri. Meskipun usia KH. Ahmad Zaini tidak sepanjang usia sang ayah, namun kiprah aktifnya di masyarakat, baik sebagai pembimbing dan pemimpin masyarakat, maupun sebagai aparat pemerintah, tidaklah sedikit, dan malah mampu mendatangkan hasil yang sangat berarti bagi kehidupan masyarakat saat itu.
KH. Ahmad Zaini berpulang ke rahmatullah pada Jum’at malam, atau malam Sabtu tanggal 25 Dzulhijjah tahun 1385 H, dimakamkan di kampung halaman sendiri, Tunggul Irang. Makam beliau berada dalam satu komplek dengan orang tuanya. Selama berumah tangga dengan isteri tercinta, Hj. Sanah beliau dikaruniai lima orang anak yang saleh dan salehah. Dari lima anak itu, dua orang di antaranya perempuan dan tiga orang laki-laki, anak-anak beliau inipun di kemudian hari dikenal sebagai ulama terkemuka di kabupaten Banjar dan sekitarnya, yaitu sebagai berikut: Hj. Arfah, Hj. Mulia, KH. Husin Qadri, KH. Badaruddin, dan K.H. Muhammad Rosyad.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.