Tentu saja Gus Dur mengoleksi humor-humor yang berhubungan dengan agama. Menurut Gus Dur, sejak dulu sering dan enteng melontarkan lelucon semacam ini.
“Apakah tidak ada orang yang marah atau tersinggung?” tanya Jaya Suprana, dalam talk show di TPI sebelum Gus Dur menjadi presiden.
“Tidak ada, wong memang saya lontarkan dengan rileks saja, tanpa bermaksud menyinggung perasaan siapapun.”
Antara lain bercerita tentang obrolan antara tiga pemuka agama: seorang pendeta Hindu, seorang pastur Katolik, dan seorang kiai. Topiknya: Siapa yang paling dekat dengan Tuhan.
Nah, siapa yang paling dekat dengan Yang Maha Kuasa?
“Kami, dong,” kata pendeta Hindu. “Kok kalian bisa merasa paling dekat dengan Tuhan?” tanya si kiai.
“Lah, iya. Lihat saja, kami memanggil-Nya saja Om,” jawab yang ditanya, merujuk seruan relijius Hindu: “Om, shanti, shanti Om”.
“Oh, kalau alasannya itu, sih, kami dong yang lebih dekat,” kata si pastur Katolik. “Lihat saja, kami memanggilnya ‘Bapa’. ‘Bapa’ kami yang ada di surga…”
Sang kiai diam saja. Lalu kedua teman bicaranya bertanya, “Kalau Pak Kiai, sedekat apa hubungannya dengan Tuhan?”
“Duh, boro-boro dekat,” jawabnya, “Memanggil-Nya aja dari menara, pengeras suara..”
(Sumber: Ger-Geran Bersama Gus Dur, Penyunting Hamid Basyaib dan Fajar W. Hermawan, Pustaka Alvabet, 2010)
Kangen dgn candaan mu Mbah Gus Dur…smg generasi penerus selalu mengawal cita cita tentang pluralisme di Indonesia.