Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta KH Nasaruddin Umar menjelaskan tentang ahli ibadah dan ahli taat. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat jauh. Ahli taat adalah seorang hamba yang beribadah karena dimotivasi oleh kewajiban semata.
Menurutnya, hamba Allah yang paling sejati adalah ahli ibadah. Sebab Allah berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 99 yang memerintahkan seorang hamba untuk menjadi ahli ibadah, bukan sebagai orang yang ahli taat.
“Wa’bud rabbaka ḥattā ya`tiyakal-yaqīn. Jadi kita diperintah untuk menjadi ahli ibadah bukan diperintah untuk menjadi ahli taat. Karena kalau ahli taat itu dasar, standar. Kalau ahli ibadah, itu kita kerjakan semua dengan cinta dan ikhlas,” terang Prof Nasar dalam Pesantren Ramadhan Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) dan Majelis Taklim Telkom Grup (MTTG), Rabu (14/4).
Sebagai contoh, shalat dan puasa mesti dijalankan karena kecintaan sehingga akan timbul rasa nikmat dan bahagia. Inilah ciri seorang ahli ibadah. Jika dilakukan hanya karena kewajiban yang jika tidak dilakukan mendapat dosa, maka itulah ciri seorang yang ahli taat.
“Saya berikan satu contoh: kenapa shalat? Because I like to pray. Kita kadang-kadang shalat itu menyebutnya dengan I have to pray. Kita shalat apakah karena I like to pray atau I have to pray? Keduanya memiliki makna berbeda,” terangnya.
“Kalau kita melakukan sesuatu karena I like maka kita enjoy, bahagia, dan ada kenikmatan di situ, itulah ahli ibadah. Jadi kenapa puasa? I like to fasting. Nah selama kita melaksanakan ibadah itu terbebani dan harus kita lakukan karena kewajiban maka kita baru sebatas ahli taat,” lanjut Prof Nasar.
Perbedaan lain, ahli taat selalu meminta pahala yang banyak dan mengharap surga seraya takut masuk neraka. Sedangkan ahli ibadah tidak lagi memikirkan hal itu. Mereka menyembah Allah, bukan semata hanya mengejar pahala, mendapatkan surga, dan takut masuk neraka.
“Di mana pun Engkau menempatkan kami, engkau Tuhan kami hamba kok. Aku melakukan semuanya, inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin. Di bukan lil Jannah tapi lillah di situ,” jelasnya.
Orang-orang yang ahli taat hanya akan melaksanakan iktikaf di masjid pada tanggal-tanggal ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan. Sedangkan para ahli ibadah selalu menganggap semua bulan adalah Ramadhan, sehingga tidak ada pemilahan waktu untuk menyembah Allah.
“Di luar Ramadhan, bagi orang ahli taat akan terasa biasa-biasa saja. Tidak ada shalat qabliyah-bakdiyah, tidak pegang tasbih, tidak pegang Al-Quran. Tapi kalau ahli ibadah, tidak ada bedanya. Dia tidak mencari Ramadhan, nuzulul Quran, dan lailatul qadr. Karena yang dicari adalah Sang Pencipta dari itu semua,” tutur Prof Nasar.
Ahli ibadah itu tidak butuh surga karena yang dibutuhkan adalah Sang Pencipta Surga. Sebab puncak kenikmatan surga adalah saat bisa menemukan wajah Tuhan. Jika sudah menjadi ahli taat akan selama 24 jam bersama Tuhan.
“Nah sekarang kita perlu mengubah paradigma kita, tinggalkanlah ahli taat dan naik ke atas. Kita ingin hijrah dari ahli taat menjadi ahli ibadah. Kalau kita merasakan shalat subuh beban, makan sahur beban, puasa itu melelahkan maka kita hanya sebatas ahli taat. Allah akan gembira jika kita melakukan aktivitas ibadah itu dengan kualitas ahli ibadah,” pungkasnya.