Dalam kehidupan sehari-hari, saat menghadapi persoalan, masyarakat sering berkata sesuatunya tergantung alam atau apa kata alam. Hal itu akhirnya menjadi pandangan hidup.
Pakar tasawuf, KH Luqman Hakim mengingatkan ketika manusia tergantung kepada atau hukum alam dan seterusnya, mereka bisa jadi justru sedang kehilangan Sang Pencipta Alam. Manusia kemudian bermimpi tentang kebahagiaan, kesejahteraan, tentang kenikmatan-kenikmatan yang dicerap dari fakta-fakta alam.
Sepanjang manusia memandang alam sebagai sebuah tujuan dengan segala elemen-elemen pandangan tentang alam naturalisme itu akan melahirkan formalisme atau serba formal. Manusia kemudian mendasarkan sesuatunya serba kepada sebab akibat alamiah, dan serba materialisme.
“Ini akibat naturilsme. Ini membuat manusia berburu alam, yang terjadi bukan mengelola alam tetapi kemudian merusak alam. Kenapa? Karena dia memperebutkan alam itu,” kata Kiai Luqman Hakim saat mengisi Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), Senin (2/8/2021).
Menurut Kiai Luqman, cara pandang yang demikian itulah yang menjadikan manusia saling menghajar satu sama lain, saling berlomba membuat senjata. Dan, itu semua akan merusak alam gara-gara sebenarnya diperbudak oleh alam.
“Maka Ibnu Athoilah mengingatkan ini. Sangat-sangat mengherankan bagi orang yang lari dari sesuatu yang dia tidak bisa lari darinya, lalu dia mencari sesuatu yang tidak abadi yang menyertainya,” ujarnya pada kajian bertema Jebakan Naturalisme.
Penjelasan dari ungkapan tersebut, kata Kiai Luqman Hakim bahwa manusia berburu, tetapi yang diburu hanyalah reruntuhan atau sesuatu yang segera punah, hancur, fana; dan dia lari dari yang abadi. “Yang abadi ini tidak pernah sedikit pun beregeser darinya. Manusia malah ingin lepas, bergeser dari yang abadi ini yaitu dzat Allah yang menciptakan alam ini,” beber Pengasuh Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat itu.
Kiai Luqman mengatakan manusia lebih banyak lari dari Tuhan, padahal manusia tidak bisa lari dari Tuhan. “Bagaimana bisa lari sedangkan Allah tidak berjarak dari manusia?” kata penulis buku Jalan Cahaya ini mengajak merenung.
Pada saat manusia ingin lari dari Tuhan, menandakan bukan mata kepala manusia yang buta, tetapi mata hati yang ada di dalam dada yang buta. Ia tidak lagi memandang Allah melainkan memandang ciptaan demi ciptaan. “Memandang ciptaan demi ciptaan ini pada saat yang sama tertutuplah mata hatinya,” ujar kiai yang belum lama ini meluncurkan buku Menjelang Ma’rifat.
“Kalau sudah begitu, lalu apa artinya mengucapkan Allahu akbar jika manusia tidak tidak memandang ada pencipta alam di hadapan kita? Jika sudah menyebut Allahu akbar tetapi hanya memandang ciptaan Allah, faktot inilah yang menutupi antara manusia dengan Allah.
Kalau ada tutup atau tirai yang bisa menutupi kita dengan Allah, (itu) bisa lebih besar dibanding Tuhan. Itu sering muncul di dalam benak kita. Maka itulah pertanda bahwa diingatkan mata hati kita mulai buta,” lanjutnya.
Padahal, kata Kiai Luqman mengutip Ibnu Athailah, bagaimana hati bisa cemerlang cerah sementara gambar hati manusia yang merupakan cermin adanya Allah, jika ditempel dengan alam ini alam itu, pengalaman ini pengalaman itu.
Karena itu, Kiai Luqman Hakim menegaskan manusia harus menyadari adanya nuansa ilahiah di balik alam ini.
Sebelumnya Kiai Luqman Hakim mengatakan naturalisme merupakan pandangan filsafat mengenai alam. Sesuatu kebenaran itu adalah alami sebuah fakta alam yang nyata secara natural. Manusia berserasi, lebih-lebih pada era modern ini dengan situasi alam yang sesekali harus berhadapan dengan situasi enak tidak enak, perubahan musim dan perubahan lainnya dan berbagai hal luar biasa lainnya.
“Jika naturalisme itu sebagai tujuan hidup manusia, manusia memasuki lorong yang semakin dan semakin gelap,” ungkap kiai yang dikenal sebagai pengasuh Majalah Cahaya Sufi.
Kiai Luqman Hakim menyebut para filusuf Yunani Kuno mulai dari Plato dan Aristoteles sempat melahirkan paham naturalisme ini dengan beberapa catatan dan pertimbangan. Plato pernah menelisik bahwa ada dualisme dalam segala sesuatu, yakni tidak hanya fakta tapi juga sesuatu yang tersembunyi yang disebut supernatural. Ada sesuatu kebenaran di balik yang tampak ini.
Tetapi, manusia butuh agama dan agama membimbing bahwa alam ini serta segala hal selain Allah adalah alam. “Apa pun itu, apakah alam nyata maupun gaib, alam bumi maupun alam langit, itu semua adalah alam,” tegas Kiai Luqman Hakim.