Alif.id dan Pengurus Cabang Internasional Nahdlatul Ulama Belanda akan menggelar pameran manuskrip dengan tema “The Traversing of Islam Nusantara in the Netherlands” di Universitas Vrije Amsterdam Belanda pada tanggal 3—14 Juni 2022. Pameran yang dibuka pada 2 Juni 2022 tersebut merupakan kegiatan pendukungan pada “3rd Biennial International Conference: Reimagining Religion and Values in Time of (Societal) Crisis” yang dihelat PCI NU Belanda bekerjasama dengan Universitas Vrije Amsterdam. Adapun konferensi internasional yang menghadirkan para pemakalah dari sejumlah negara dan terbanyak dari Indonesia tersebut diselenggarakan pada tanggal 8—9 Juni 2022.
Ketua Program Pameran Konferensi PCINU, Nur Ahmad mengatakan, lebih dari 30 foto dan manuskrip akan dipamerkan di gedung utama Universitas Vrije. Manuskrip dan foto tersebut menggambarkan betapa Islam Nusantara dengan mulus masuk ke Belanda sejak berabad-abad lalu. Gambaran mengenai Islam Nusantara oleh kaum muslim Indonesia di Indonesia dan umat muslim Indonesia di Belanda memiliki fondasi yang sama.
“Nah, semua ilustrasi mengenai relasi kultural dalam konteks Islam Nusantara itu tercatat di manuskrip dan terekam dalam foto, yang akan kami pamerkan selama sekitar 15 hari,” kata dosen Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang yang kini sedang menempuh studi doktoral di Belanda itu, Rabu (1/6/2022) di Amsterdam.
Nur Ahmad menambahkan, satu dari sekian banyak manuskrip yang paling awal dibawa ke Eropa dari Indonesia adalah manuskrip Islam yang ditulis dalam bahasa Jawa dan saat ini disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Manuskrip itu diboyong ke Belanda sebelum tahun 1600. “Isinya adalah beragam ajaran dan petuah kebaikan yang dipercaya berasal dari Sunan Bonang,” lanjut Nur Ahmad.
Kurator pameran Adrian Perkasa menyebutkan diaspora muslim Maluku turut mewarnai wajah Islam Nusantara di Belanda. Di dalam satu koleksi foto yang dipamerkan, tampak orang Maluku tengah salat berjamaah saat Ramadan di Kamp Wydlemerck Belanda pada tahun 1955. Mereka berada di kamp dari tahun 1954 hingga 1969. Foto tersebut diperoleh dari kolektor Ghani van den Bergh.
“Setelah kemerdekaan, banyak orang Maluku yang mulanya anggota KNIL diterbangkan ke Belanda bersama keluarga mereka. Banyak di antara mereka yang muslim. Bisa dikatakan kita sama-sama saling “sharing” budaya dan perbedaan keyakinan justru menambah kekayaan khazanah budaya, oleh karena itu toleransi antaragama tidak perlu dipertanyakan lagi,” jelas Adrian yang juga tengah studi doktoral di Belanda.
Mansukrip Ulama Nusantara
Sejumlah manuskrip yang merupakan tulisan tangan ulama masyhur yang hidup pada akhir abad ke-19 hingga awal pada abad ke-20, juga dipamerkan. Kurator pameran, Ahmad Ginanjar Sya’ban menunjukkan khat atau kaligrafi yang ditulis oleh Syaikhona KH. Muhammad Kholil b. Abdul Lathif dari Bangkalan, Madura (wafat tahun 1926).
Ulama yang dikenal dengan nama Syaikhona Kholil Bangkalan tersebut merupakan salah satu tokoh sentral yang menentukan dalam sejarah perkembangan agama Islam di Hindia Belanda, khususnya di wilayah Sunda-Jawa-Madura pada peralihan abad ke-19 dan 20 M.
“Syaikhona Kholil Bangkalan juga tercatat sebagai mahaguru para ulama pendiri Nahdlatul Ulama seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahhab Chasbullah, dan lain-lain. Nah, saya mendapatkan khat tulisan tangan beliau dan itu sama sekali belum pernah dipamerkan. Baru pertama kali ini di Amsterdam. Nanti akan kami jelaskan isi khat tersebut pada publik di Amsterdam dan sekitarnya,” papar Ginanjar, filolog dan dosen UNUSIA Jakarta yang belakangan ini getol meneliti manuskrip di Jawa Timur.
Founder alif.id Susi Ivvaty merasa bangga bisa menghadirkan khazanah naskah lawas milik ulama Nusantara kepada publik di Amsterdam dalam pameran yang juga didukung Djarum Foundation dan SPC Indonesia itu. Makin banyak narasi keberagaman dan Islam ramah yang diboyong ke luar Indonesia, kepada publik lebih luas, diharapkan makin mengikis “islamophobia” yang kemunculannya tidak dapat dihindari namun dapat diredam. Bahwa dalam sejarah keberadaan bangsa Indonesia, perbedaan sudah menjadi fondasi dan dapat dibuktikan secara arkeologis serta antropologis.
Ketua Tanfidziyah PCINU Belanda, Ahmad Afnan Anshori menegaskan, mayoritas manuskrip Indonesia yang tersimpan di Belanda, satu di antaranya di Universitas Leiden, sangat terkait dengan proses islamisasi yang seharusnya dijabarkan agar dapat meminimalisir kesalahpahaman terkait Islam di Indonesia. “Tidak dipungkiri bahwa Islam di Indonesia juga sangat terpengaruh oleh tradisi Hindu dan Budha yang telah lebih dulu dianut oleh masyarakat, utamanya di Jawa,” kata Afnan yang masih berjibaku menuntaskan disertasinya di Universitas Nijmegen.
Dengan melihat lagi masnukrip Islam Indonesia, naskah-naskah kuno yang ditulis para ulama dan sejarawan Nusantara, publik akan mendapatkan pandangan yang lebih mendalam dan informasi yang barangkali belum diketahui. Sejumlah manuskrip menjadi saksi proses transformasi dari kitab-kitab berbahasa Arab menjadi suatu ekspresi lokal, misalnya macapat atau syair-syair. Jika dilihat lebih mendalam, manuskrip yang ditulis oleh ulama Nusantara bukan sekadar terjemahan dari kitab Arab namun sudah diisi dengan konteks lokal.
Ketua Panitia Konferensi Internasional Ketiga PCINU Belanda, Yus Sa’diyah Broersma menuturkan, Belanda merupakan pionir di antara negara-negara di Eropa yang piawai menyimpan banyak sekali manuskrip dari Nusantara, dimulai dari akhir abad ke-16. Sepuluh manuskrip pertama dari Indonesia yang dibawa ke Eropa adalah milik para professor dari Universitas Leiden.
“Pada tahun 1597, Leiden memulai menggali manuskrip-manuskrip dari Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Van Dulmen, seorang pengelana yang termasuk paling awal tiba di Asia Tenggara,” jelas Yus, Wakil Ketua Umum PCINU Belanda yang telah lama menetap di Belanda ini.
Ingin mengetahui lebih banyak mengenai pameran ini dan mengenai konferensi secara lebih luas? Silakan menghubungi Zaimatus Sadiyah di nomor WA +31612492897