Sedang Membaca
3 Akibat Jika Tidak Hati-Hati dalam Belajar
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

3 Akibat Jika Tidak Hati-Hati dalam Belajar

Santri Lirboyo

Pengasuh Pesantren Zain Al-Makki Bogor, Jawa Barat KH Ahmad Busyairi menjelaskan tentang tiga akibat yang ditimbulkan jika seseorang tidak wara’ atau hati-hati dalam proses belajar. Hal ini dikutip dari Kitab Ta’limul Muta’alim karya Syekh Imam Zarnuji.

“Imam Zarnuji mengawali pembahasan tentang wara’ bagi seorang santri dengan riwayat yang dia nukil. Siapa yang tidak wara’ dalam proses belajarnya maka Allah akan uji dia dengan salah satu dari tiga perkara,” tutur Kiai Busyairi secara virtual dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), pada Senin, 13 September 2021.

Hal pertama yang disebabkan akibat tidak hati-hati dalam proses belajar adalah akan diwafatkan oleh Allah pada usia yang masih sangat muda. Sebab proses pembelajaran yang dijalani seseorang akan mempengaruhi ujung kehidupannya.

“Ini yang pertama, Allah akan mewafatkan pada usia sangat muda. Artinya sebelum dia memetik hasilnya dan orang lain menikmati ilmunya, Allah sudah wafatkan pada usia muda. Karena tidak wara’ dalam proses belajar, kelak ilmu yang didapat tidak mendatangkan keberkahan dan justru akan melahirkan kemudharatan bagi orang lain. Itu baik baginya,” jelas Kiai Busyairi.

Ia menerangkan pula bahwa Nabi Muhammad pernah mengajarkan kepada umat Islam untuk melakukan permohonan kepada Allah. Doa yang diajarkan Nabi itu adalah jika Allah memberikan usia pendek dan sebentar saja di dunia maka berharaplah agar Allah memberhentikan dari perbuatan kemaksiatan.

Baca juga:  Pengumuman Pemenang Lomba Santri Millenial Competitions, Mencari Esais Muda Pesantren: Santri Menulis Buku

“Tetapi kalau ternyata Allah berikan umur yang panjang, kita mohon agar umur yang panjang itu menjadi sarana menambah catatan amal kebajikan kita,” kata Kiai Busyairi.

Kedua, akibat yang muncul dan dirasakan orang yang tidak wara’ dalam proses belajar adalah Allah akan memberikan posisi tidak nyaman, sehingga seseorang akan terjerumus pada banyak kemaksiatan.

“Ini bagian dari hadits Nabi, al-jazaa-u min jinsil amal. Sesungguhnya balasan itu sesuai dengan amal kita. Kalau yang kita lakukan baik, maka hasilnya juga akan baik. Begitu sebaliknya. Artinya, kalau kita baik kita akan mendapatkan kebaikan, kalau perbuatan kita buruk kita akan mendapatkan keburukan,” terangnya.

Ketiga, akibat yang muncul yakni Allah akan menguji sebagai pelayan bagi para penguasa. Alih-alih sebagai penuntun, penasihat, dan pemberi arahan kepada para pemimpin justru orang yang tidak wara dalam proses belajarnya kelak menjadi ulama yang hanya akan menjadi pelayan bagi para penguasa.

“Melayani apa keinginan penguasa, berfatwa sesuai dengan kehendak penguasa, memutuskan hukum sesuai dengan arahan penguasa. Imam Ghazali menyebut sebagai ulama su atau ulama yang buruk. Itu yang lebih ditakutkan Nabi dari apa pun,” katanya.

Ulama yang buruk perangainya itu merupakan satu hal yang paling ditakutkan Nabi daripada fitnah dajjal di hari kiamat. Dijelaskan Kiai Busyairi, ulama yang buruk itu adalah para pemuka agama Islam yang selalu berorientasi pada dunia.

Baca juga:  Galeri Nasional dan Museum Seni Ketimuran Moskow Pamerkan Koleksi "Zaman Peralihan"

Dampaknya, akan datang suatu zaman ketika Allah mencabut ilmu bukan dengan mencabutnya dari dada para ulama tetapi dengan mewafatkannya para ulama, sehingga tidak ada lagi ulama tersisa. Hal ini membuat manusia mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh.

“Ketika ditanya suatu masalah, mereka berfatwa tanpa ilmu akhirnya mereka sesat dan menyesatkan. Ini yang dikhawatirkan oleh Nabi,” pungkasnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Scroll To Top