Akar permasalahan pembangunan di Indonesia berada di desa. Desa adalah sumber identifikasi masalah dengan jumlah kemiskinan terbesar. Desa berpenduduk dengan persentase tingkat kesehatan rendah yang tertinggi. Desa daya beli yang rendah serta tingkat pendidikan rendah dibandingkan dengan kota. Oleh karena itu, untuk memperbaiki indeks pembangunan manusia di Indonesia, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, untuk mewujudkan “Indonesia Maju”, mulailah dari desa.
Demikianlah satu hal penting yang disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes) Drs. H. Abdul Halim Iskandar, M. Pd saat pengkuhan gelar doktor kehormatan (honoris causa) di Universitas Negeri Yogyakarta pada 11 Juli 2020. Halim menyampaikan pidato ilmiah berjudul Kebijakan Strategis Pemberdayaan Masyarakat Menuju Kemandirian.
Hadir dalam acara tersebut Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd, para wakil rektor serta petinggi akademik lain, dan promotor Prof. Dr. Yoyon Suryono, M.S. serta Prof. Dr. Sugiyono, M.Pd. Beberapa kiai yang hadir dalam acara tersebut di antaranya adalah KH Marzuki Mustamar, Gus Muwafiq, Gus Yusuf Chudlori, KH. Muhsin Ghozali, dan KH. Mas Yusuf Muhajir.
Abdul Halim memulai orasi dengan menyampaikan narasi paling substansial terkait peran manusia dan kemanusiaan secara universal. “Sebagai orang yang lahir, tumbuh, dan besar di lingkungan pesantren, narasi teo-ideologis pesantren khoirun nas, anfa’uhum linnas, hidup adalah untuk kebermanfaatan antar sesama manusia , sangat lekat pada diri saya, bahkan narasi tersebut menjadi salah satu penuntun sikap, prinsip, dan arah perjuangan hidup saya hingga saat ini. Di lingkungan pesantren, narasi ini sangatlah empirik dan evidential,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Abdul Halim, sisa hidupnya akan dihibahkan untuk pengabdian di bidang pendidikan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas layanan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat melalui berbagai jalur. Jalur itu bisa pondok pesantren, lembaga akademik, organisasi kemasyarakatan, hingga partai politik.
Dalam pidatonya, Abdul Halim mengatakan, desa menjadi lokus yang tepat untuk menyelesaikan berbagai problem pembangunan Indonesia. Ia merujuk data lama Badan Pusat Statistik (BPS), ketika pada tahun 1980 penduduk miskin di desa sekitar sudah mencapai lebih dari 32 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk miskin di kota “hanya” sekitar 9 juta jiwa. Hingga tahun 1984, jumlah penduduk miskin di desa masih mendominasi dengan jumlah sebanyak 25,70 juta jiwa, sedang di penduduk di kota 9,30 juta jiwa.
“Pada tahun 1987, ketika saya menyelesaikan pendidikan di kampus tercinta ini, komposisi penduduk miskin kota dan desa masih bertahan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan sebanyak 20 juta jiwa lebih. Sedangkan jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya 9 juta jiwa lebih. Meski mengalami penurunan pada tahun 1990, namun komposisinya masih lebih besar kemiskinan di desa,” kata Mendes.
Oleh karena itu, desa sangatlah urgen untuk diberdayakan, hinga saat ini. Mendes mengutip pernyataan Bung Hatta, “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”.
Penetapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya, yang disertai dengan penyediaan pendanaan untuk desa yang cukup besar mulai tahun 2015, menuntut penyiapan dan penguatan kapasitas baik aparatur pemerintah desa maupun masyarakat.
Di antara hal yang harus mendapat perhatian dalam konteks pemerintahan desa adalah peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes), pelayanan sosial dasar, dan penataan Stuktur Organisasi Dan Tata Kerja (SOTK) desa. Selain itu juga pemilihan kepala desa (Pilkades), pengelolaan aset dan kekayaan desa, pemanfaatan Dana Desa (DD), serta urusan pemerintahan desa lainnya.
Abdul Halim menyajikan contoh-contoh kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Jombang dan Jawa Timur secara lebih luas. Tidak hanya memuat pencapaian yang bagus namun juga kritik terhadap berbagai hal yang belum beres terkait sector pendidikan. Data yang disajikan sangat detail, tidak mengherankan, karena ia lahir dan besar di Jombang sebelum berkiprah di berbagai organisasi masyarakat maupun politik di kota kelahirannya, hingga puncaknya menjadi Ketua DPRD Jawa Timur (2014—2019). Ranah pengabdiannya kian meluas ke seluruh pelosok Indonesia, setelah ia menjabat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Ranah pengabdian itu mencakup 74.953 desa, 270 kawasan perdesaan, 62 daerah tertinggal, dan 619 kawasan transmigrasi.
Kebijakan Desa
Kristalisasi pengalaman tersebut sangat bermanfaat dalam penyusunan kebijakan desa. Pertama, kemanusiaan sebagai panglima. Ini meniru berbagai keputusan politis Nabi Muhammad SAW yang diawali oleh rasa kemanusiaan, seperti perjanjian Hudaibiyah dan Fathul Mekkah. Gus Dur juga telah meletakkan dasar bagi politik yang berkemanusiaan. Basis kemanusiaan memperbesar kesempatan kebijakan untuk dirasakan manfaatnya bagi seluruh warga desa.
Kedua, kebijakan desa perlu beragam sejalan dengan aneka kondisi desa-desa di Indonesia. Keanekaragaman desa mencakup aspek potensi, kondisi sosial dan budaya, hingga pengalaman tiap desa selama ini. Saat ini saja ada sebutan desa pesisir, desa perkebunan, desa rawan pangan, desa transmigran, desa tertinggal, desa industri, dan sebagainya. Kebijakan perlu menyentuh potensi khas dari setiap ragam desa.
Ketiga, kebijakan desa senantiasa mempertimbangkan kearifan lokal. Telah ada 73.093 desa persis sebelum berlakunya UU 6/2014 tentang Desa. Sebelum kemerdekaan negara Indonesia, telah ada lebih dari 250 entitas budaya[1] yang mengejawantah sebagai ribuan desa-desa. Wilayah terkecil ini mampu menuliskan sejarah yang panjang, karena memiliki kekuatannya sendiri dalam mengatasi masalah dan meningkatkan peradaban lokal.
Keempat, politik dan kekuasaan praktis berguna untuk mempercepat serta memperlancar kebijakan desa. Dari berbagai kajian telah ditemukan puluhan aturan dan sistem-sistem kecil yang perlu dikoordinasikan untuk membangun desa. Percepatan koordinasi lebih lancar dilaksanakan melalui saluran dan hubungan politik. Inilah praktik kekuasaan yang memberdayakan.
Keempat prinsip di atas membentuk manajemen pemberdayaan desa-desa di Indonesia. Sebelum menyentuh kebijakan desa-desa di Indonesia, manajemen pemberdayaan juga berlaku bagi internal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Inilah modal yang dibutuhkan untuk mengelola 74.953 desa seantero nusantara.
Pada saat ini struktur organisasi yang lebih lincah dan lebih sesuai dengan kondisi lapangan dalam proses penetapan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam struktur baru tersebut akan muncul pengelolaan khusus investasi desa, sistem informasi yang terangkum dalam kebijakan strategis desa, serta lembaga yang berperan untuk menigkatkan kapasitas warga desa dan pendamping.
Masukan dari pemanfaat kebijakan desa terangkum dalam aduan warga, yang merupakan amanah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Seluruh aduan harus ditanggapi dan ditindaklanjuti, ibarat petugas customer service melayani pelanggan.
Sepanjang April-Mei 2020, tindak lanjut aduan warga desa meliputi 1.129 aduan BLT Dana Desa, 2.113 aduan jaring pengamanan sosial lainnya, 282 aduan dana desa, serta 18 jenis aduan lainnya. Aduan kesulitan penyaluran BLT Dana Desa secara nontunai, akibat ketidaksiapan administrasi perbankan menambah ratusan ribu nasabah baru dalam beberapa hari, direspons Kementerian Desa PDTT dengan memperbolehkan penyaluran BLT Dana Desa secara tunai.
Masukan rutin tiap desa juga dikumpulkan oleh 19 ribu pendamping lokal desa, 16 ribu pendamping desa di kecamatan, dan seribu pendamping tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
“Saya sudah merancang pelatihan kapasitas pendamping, terutama peningkatan kapasitas untuk mencatat dan melaporkan kondisi desa, perubahan harian tiap desa, dan menghubungkan desa dengan pihak lain yang dibutuhkan desa itu sendiri. Para pendamping segera menjadi mata dan telinga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi secara utuh,” kata Abdul Halim.
Pendidikan
Problem lain yang juga patut menjadi perhatian terkait penyelenggaraan pendidikan adalah rekrutmen guru dan kepala sekolah yang seringkali tidak mempertimbangkan aspek kompetensi dan rekam jejak (track record) seseorang. Sebagai implikasi dinamika politik lokal, rekrutmen guru dan kepala sekolah didasarkan pada kesamaan afiliasi politik, golongan, etnisitas, dan faktor primordial lainnya.
Dampaknya, percepatan peningkatan mutu pendidikan tidak terjadi secara merata di setiap daerah. Problem yang juga terjadi sepajang era otonomi adalah kuatnya pengaruh kepala daerah dalam menentukan cetak biru (blue print) pendidikan di daerah.
Proses alih kelola SMA dan SMK dalam implementasinya tidak semudah membalik telapak tangan. Sejumlah kepala daerah mencoba untuk mengajukan gugatan (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Subjek materi gugatannya adalah sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menjadi payung hukum kebijakan alih kelola SMA dan SMK kepada Pemerintah Provinsi. Para kepala daerah mengkhawatirkan terjadinya kenaikan biaya pendidikan setelah kebijakan alih kelola SMA dan SMK ke Pemerintah Provinsi.
Biodata:
Nama : Drs. A. Halim Iskandar, M.Pd.
Tempat Tanggal Lahir: Jombang, 14 Juli 1962Email : halimiskandar.ind@gmail.com
Pendidikan Terakhir : Strata 2
Istri: Lilik Umi Nasriiyah
Anak: Tiga
Pendidikan Formal:
1. MI. Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang Lulus tahun 1974
2. MTsN. Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang Lulus tahun 1977
3. MAN Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang Lulus tahun 1980
4. S1 Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
IKIP
Yogyakarta Lulus tahun 1987
5. S2 Manajemen Pendidikan IKIP Malang Lulus tahun 1992
Pendidikan Non Formal:
1. Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang 1968-1980
Pengalaman Organisasi:
1. Organisasi Siswa Intra Siswa (OSIS) MTsN dan MAM 1978-1982
2. Pramuka 1977-1980
3. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 1981-1987
4. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang 1990-2010
5. Ketua DPC PKB Kabupaten Jombang 1999-2011
6. Ketua DPW PKB Provinsi Jawa Timur 2011-2022
7. Ketua DPP PKB 2019-2024
8. Dewan Penasehat PW IKAPMII Jawa Timur 2016-2021 2016-2021
9. A’wan PWNU Jawa Timur 2018-2023 2018-2023
10. Ketua Umum Dewan Pertimbangan Universitas Negeri
Yogyakarta
2020-2023
Riwayat Pekerjaan:
1. Guru BP MAN Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang
2. Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul
Ma’arif
Denanyar Jombang
3. Kepala SMK Sultan Agung Jombang
4. Dosen IKAHA Tebuireng Jombang
5. Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Hasyim
Asy’ari Tebuireng, 1993-1997
Jombang
6. Ketua Panitia Pemilihan Daerah (PPD) Kabupaten
Jombang, 1999
Jombang
7. Ketua DPRD Kabupaten Jombang, 1999-2009 Jombang
8. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, 2009-
2014
Jawa Timur
9. Direktur Utama PT. RSNU Jombang, 2012-
Sekarang
Jombang
10. Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, 2014-2019 Jawa Timur
11. Menteri Desa PDTT RI, 2019-2024 Indonesia
Pengalaman Lain:
1. Jambore Nasional Sibolangit 1972
2. Lemhanas RI KSKA-II 2000
3. Studi Ketahanan Nasional ke Vietnam 2000
4. Studi Kogres Legislative Amerika Serikat, ke Amerika Serikat 2002
5. Misi Perdagangan Jawa Timur ke Jepang 2010
6. Diklat Legal Drafting ke Belanda 2012
7. Studi Industri Gula ke Brazil 2012
8. Study Sistem Pemilu ke Amerika Serikat 2013
9. Misi Dagang Jawa Timur ke Turki-Maroko 2013
10. Hubungan Kerjasama Perdagangan ke Prancis 2014
11. Kongres ILO ke Jenewa, Swiss 2014
Abdul Halim Iskandar juga produktif dalam menulis. Artikel-artikelnya dimuat di berbagai surat kabar nasional maupun daerah.