Perbedaan pemikiran menjadi keniscayaan. Cara memandang sesuatu yang berbeda tentu menghasilkan pemahaman yang berbeda. Perbedaan pemikiran atau pendapat sering diungkap dalam pemahaman sesuatu. Individu, latar belakang, sudut pandang, dan cara yang berbeda, seolah menegaskan bahwa perbedaan pasti adanya, termasuk di dalamnya cara memahami sesuatu yang berbeda mendorong pada hasil yang berbeda.
Dalam istilah keagamaan, perbedaan disebut dengan ikhtilaf atau terkadang disebut dengan kata khilaf. Kata dasar kedua kata ini adalah khalafa, dengan huruf kha, lam, dan fa. Referensi yang sering menggunakan kedua kata ini fikih. Pernyataannya diungkapkan contohnya wa ikhtalafa, al-mukhtalaf fih, hadza al-khilaf, al-khilaf al-aula, juga bentuk lainnya. Seluruh contoh pernyataan yang dimaksud mencirikan bahwa pada kitab fikih, kedua kata ini sering digunakan. Tak hanya itu, serapan kedua kata ini muncul pula di bahasa Indonesia.
Kata ikhtilaf dalam KBBI (2021) diartikan perbedaan pendapat atau pikiran, yang ditujukan pada ulama. Arti ini menandakan bahwa istilah ini termasuk wilayah kajian keilmuan sekaligus menjadi istilah khusus. Sementara kata khilaf masih dalam KBBI (2021) diartikan keliru;salah yang tidak disengaja. Apakah kata serapan ini sama dengan arti kata dasarnya? Ini perlu penelitian.
Melirik Arti Ikhtilaf dan Khilaf
Dalam Qamus al-Ma’ani (2021), kata ikhtilaf merupakan mashdar kata ikhtalafa (dalam bentuk fi’il madhi). Artikel pada kata ini muncul pula ikhtalafa fi, ikhtalafa ‘an, ikhtalaga ‘ala, dan ikhtalafa ‘ala. Dalam ilmu fikih, kata ikhtalafa diartikan sebagai perbedaan pemikiran ulama dalam rincian hukum cabang (furu’) yang dibangun dari beragamnya sudut pandang berfikir. Lawannya adalah ijma’ (konsensus) ulama.
Kata khilaf seakar kata dengan ikhtilaf, dengan tambahan alif setelah fa’ fi’il sementara kata kedua dengan tambahan hamzah di awal dan ta’ antara fa dengan ‘ain fi’il. Kata khalafa dalam Qamus al-Ma’ani diartikan sesuatu menjadi lawan dari yang lainnya, mengumpulan dua hal yang saling berbeda, mengubah, dan memberikan penjelasan lain. Lawan katanya adalah wafaqa yang diartikan menyekapati atau memberikan persamaan bagi yang lain.
Bagaimana makna kedua kata ini pada istilah keagamaan? Raghib al-Asfahani dalam Mu’jam Mufradat li Alfazh al-Qur’an (1998) turut memberikan penjelasan mengenai dua kata ini. Menurutnya, kedua kata ini diartikan seseorang mengambil jalan yang berbeda dengan orang lain tanpa pertikaian atau parselisihan. Kata ikhtilaf pada dasarnya tidak diarahkan untuk perselisihan dan pertikaian. Adapun khilaf lebih umum daripada perlawanan, karena setiap dua hal yang berlawanan pasti berbeda, begitu pun tidak setiap yang berbeda itu berlawanan. Hitam dan putih keduanya berlawanan dan berbeda. Sementara merah dan hijau, keduanya berbeda namun tidak berlawanan. Khilaf lebih umum daripada dua hal yang berlawanan.
Terminologi Ikhtilaf dan Khilaf
Secara istilah, sebagian ulama telah memberikan pandangan perbedaan kedua istilah ini. Abu al-Baqa’ al-Kafawi dalam Kuliyyat (2022) menyebutkan bahwa ikhtilaf ditujukan pada sesuatu dengan maksud yang sama sementara berbeda dalam cara mencapainya. Khilaf ditujukan pada maksud dan cara mencapai yang berbeda.
Bagi ulama yang membedakan kedua kata ini, ikhtilaf disandarkan pada dalil sementara khilaf tidak didasarkan padanya. Ikhtilaf menjadi salah satu dampak dari rahmat, sementara khilaf menjadi salah satu dampak bid’ah. Begitu pun bagi ulama yang menyamakan, ikhtilaf merupakan pandangan yang saling berlawanan pada sesuatu yang perlu untuk dibahas secara khusus. Pada fukaha, mereka tidak membedakan secara tegas antara keduanya, karena maknanya sama. Keduanya ditempatkan pada pada dua pernyataan untuk dalalah makna umum dengan pertimbangan dua hal.
Pertama, kata khilaf menjadi salah satu aspek hasil berfikir fukaha yang bertentangan dengan pendapat fukaha lainnya, dengan menutupi pandangan apakah ijtihad mereka sama atau berbeda. Namun apabila dua sisi dari ragam khilaf diperhatikan atau bahkan pada seluruh aspeknya, maka kita dapat menyebutkan pemikiran yang berbedanya menjadi ikhtilaf. Ketika kita menyatakan fukaha berikhtilaf tentang ini, maka hal ini dipandang untuk seluruh aspek khilaf. Tentunya, hal ini bermakna bahwa sebagian berlawanan dengan yang lainnya.
Istilah khilaf masih dalam Kulliyat (2022), tidak disandarkan kecuali pada satu aspek dari banyaknya aspek khilaf. Pernyataan Abu Hanifah khilaf dengan fukaha tentang ini atau Ahnaf khilaf dengan fukaha tentang ini, hal ini apabila terjadi pada salah satu aspek dari khilaf. Sehingga tidak cocok dinyatakan Ahnaf ikhtilaf, karena tidak menunjukkan bahwa Ahnaf mengambil dari aspek dari khilaf, akan tetapi menunjukkan bahwa khilaf beredar di kalangan mereka.
Ikhtilaf dan khilaf yang terjadi pada mujtahid dalam permasalahan ijtihadiyah, hal ini menjadi hal penting dalam perkembangan fikih Islam. Sebab, keduanya berada pada lapangan ijtihad dan ikhtilaf. Selain itu, berhubungan pula dengan kebutuhan manusia kepada fikih untuk mengeluarkan mereka dari perbuatan buruk dan kesempitan. Oleh karena itu, kedua istilah ini dipandang penting dari perspektif mujtahid.
Dari kedua istilah ini, kita dapat menemukan bahwa cara pandang para ulama terhadap dalil cukup beragam. Sudut pandang, dalil, dalalah, pernyataan teks, dan metode yang berbeda, pasti menyebabkan perbedaan hasil ijtihad. Kesimpulan hasil ijtihad melahirkan mazhab. Perbedaan mazhab melahirkan rahmat, sehingga akan indah apabila ikhtilaf di berbagai mazhab disikapi dengan memperkenankan (al-tasamuh). Wallahu A’lam.