Sedang Membaca
Epos Ajaran Kemanunggalan Islam di Nusantara (4): Kemanunggalan dalam Kata-kata Ranggawarsita
Raha Bistara
Penulis Kolom

Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta.

Epos Ajaran Kemanunggalan Islam di Nusantara (4): Kemanunggalan dalam Kata-kata Ranggawarsita

Whatsapp Image 2022 07 12 At 22.34.26

Perkembangan sejarah Islam di Jawa dikatakan cukup unik. Pasalnya masyarakat Jawa sudah mengenal dan memanunggal dengan agama-agama sebelumnya seperti Hindu dan Budha. Seperti yang sudah didedahkan pada tulisan sebelumnya, Islam bisa diterima masyarakat Jawa disebabkan ajaran Islam menyebar melalui sentuhan-sentuhan jiwa. Sehingga kehadirannya bisa dirasakan dan meresap begitu mendalam dalam setiap relung ke-diri-an insan Jawa.

Sentuhan-sentuhan lembut ini hanya bisa dilakukan oleh Islam versi tasawuf yang lebih menekankan aspek batiniah. Maka tidak salah jika tasawuf berkembang begitu sangat pesat di masyarakat Jawa, wabil khusus tasawuf falsafi. Ranggawarsita salah satu sufi Jawa yang berhasil mendedarkan ajaran tasawuf falsafi dengan baik, salah satunya terkait ajaran kemanunggalan yang diramu dengan epik dalam seratnya yang fenomenal, Wirid Hidayat Jati.

Masyarakat yang tidak mengetahui secara detail asal muasal kehadiran Hidayat Jati, ditambah minimnya pemahaman terhadap ajaran Islam (tasawuf), tentu akan merasakan pemahaman yang dangkal dan menganggap serat ini beserta ajaran di dalamnya bukan ajaran Islam versi tasawuf tapi ajaran kebatinan yang didedarkan oleh sang teosof Jawa. Hal ini tentu tanpa adanya alasan, ajaran kebatinan dan tasawuf falsafi hampir serupa tapi tidak sama. Siapa pun yang tidak memahami kata kunci yang ada di dalam ajaran para sufi, mereka akan terjebak dan terdistorsi dalam kerangka kebatinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Baca juga:  Ajengan Ahmad Dimyathi: Ulama Ahli Pengobatan dan Kolektor Kitab Langka

Wirid Hidayat Jati, kalimat yang sudah bisa menunjukkan dengan gamblang ajaran yang ada di dalamnya. Kata Hidayat Jati terdapat pada permulaan serat ini, yakni dimulai dengan kalimat “punika warahing Hidayat Jati”. Kata Hidayat tentu berasal dari bahasa Arab, berati petunjuk, sedangkan kata jati, dalam bahasa Jawa berati temen atau yektos, artinya benar atau nyata. Kata wirid berasal dari bahasa Arab berati datang dan tiba. Kata wirid dalam tasawuf digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang harus dilakukan secara terus menerus pada waktu yang telah ditentukan oleh Mursyid tarekat.

Dengan demikian jelas sudah ajaran Wirid Hidayat Jati ini sebagai pepeling untuk semua muslim dan khususnya mereka masyarakat Jawa yang masuk dalam pusaran Islam, Jawa, dan kebudayaannya. Serat Wirid ini dikatakan sebagai ilmu kesempurnaan hidup, yang ketika ditarik garis imajinernya sampai pada ajaran tasawuf yang sudah diajarkan oleh para Wali Jawa yang kemudian di oleh dengan baik oleh Sultan Agung. Ia merupakan risalah dalam prosa, ajaran spekulasi yang bersifat mistik dan kehidupan spiritual yang berkenaan dengan ajaran para wali.

Wirid Hidayat Jati mengajarkan paham kesatuan antara manusia degan Tuhan. Paham ini mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan. Karena itu, manusia harus berusaha untuk dapat kembali bersatu dengan Tuhan. Kebersatuan antara Tuhan dengan manusia hanya dapat dilakukan dengan penghayatan mistis, seperti pada umumnya dalam setiap ajaran mistik. Namun, kesatuan dan kesempurnaan antara manusia dan Tuhan menurut Wirid Hidayat Jati terjadi sesudah ruh tercerabut dari raga (Simuh, 2019:315).

Baca juga:  Ibnu Malik: Penulis Seribu Bait Ilmu Bahasa Arab

Manusia yang sanggup mencapai penghayatan kesatuan dengan Tuhan akan menjadi orang yang waskita dan sempurna. Di mana perbuatan dan tindakannya mencerminkan perbuatan-perbuatan Tuhan. Sebab, manusia merengkuh sifat-sifat yang ada di dalam diri Tuhan yang harus dipendarkan di alam raya ini. Dalam keadaan demikian manusia berhak mengakui dirinya sebagai Khalifah di muka bumi sebagai tangan kanan Tuhan dalam menyebarkan kebaikan-kebaikan Tuhan.

Konsep ajaran yang paling inti dalam Wirid Hidayat Jati yakni Manunggaling Kawula Gusti. Artinya cita hidup yang harus dicapai oleh manusia ialah mendapatkan penghayatan kesatuan dengan Tuhanannya. Jalan yang ditempuh untuk mencapai kesatuan antara manusia dengan Tuhan adalah menjalankan manekung amuntu samadi. Jalan lain untuk mencapai kebersatuan ini membaca suatu rumusan kata-kata yang dipandang memiliki daya magis. Salah satu ajaran untuk melengkapi wejangan delapan orang wali pulau Jawa adalah rumusan kata-kata untuk mengumpulkan kawula dan gusti.

Rumusan kata-kata menurut Ranggawarasita yang didedarkan dalam Wirid Hidayat Jati yang dianggap memiliki daya magis sebagai berikut:

Ingsung Dating Gusti asipat esa// anglimput Ing kawulaning-Sun// tunggal dadi sakahanan// sampurna saka Ing kodrating-Sun (Ranggawarsita, 1908).

Artinya: Aku dzat Tuhan yang bersifat Esa, meliputi hamba-Ku, manunggalah menjadi satu kesatuan, sempurna lantaran kodrat-Ku.

Baca juga:  Syekh Yasin Al-Fadani dan Ilmu Falak (4): Faedah Mempelajari Ilmu Falak

Dalam rumusan di atas terdapat harapan mencapai kesatuan antara manusia dengan Tuhan. Kesatuan ini mengambil bentuk dzat Tuhan meliputi manusia. Bahkan diibaratkan dzat Tuhan sebagai samudra, manusia ini sebagai titik air di dalamnya samudra. Ini seperti yang didedarkan dalam Serat Dewa Ruci di mana Werkhudara masuk dalam tubuh Dewaruci melalui telinga kiri. Bahkan Tuhan sendiri bersemayam dalam diri manusia itu sendiri yang jelas ditandaskan oleh sang Pujangga:

Sejatine ora ana apa-apa// awit duk masih awang uwung durung ana sawiji-wiji// kang ana dhinging iku Ingsun// ora ana Pangeran anging Ingsung// sajatine Dat kang Mahasuci// anglimputi Ing siptaning-Sun// anartani Ing asmaning-Sung// amaratandhani Ing apngaling-Sun (Ranggwarsita, 1908).

Dengan demikian sejatinya pribadi kita sama dengan pribadi Dzat Agung. Yang menandai perbuatan adalah tingkah laku pribadi yang dengan jelas menjadi cerminan dari Dzat Agung. Sudah pasti bahwa dzat mengandung sifat, sifat menyertai nama, nama menandakan perbuatan, dan perbuatan menjadi wahana bagi Dzat. Inilah citra kawula dan gusti yang sejati saling merasuk satu sama lain, tidak meniadakan, tidak meninggalkan. Kesatuan inilah yang terangkum jelas dan diperjelas melalui kata-kata yang ada di dalam Serat Wirid Hidayat Jati.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top