Sedang Membaca
Amar Ma’ruf dengan Kelembutan, Nahi Munkar tanpa Kekerasan
Mohammad Pandu
Penulis Kolom

Aktif di Komunitas Santri Gus Dur. Belum lama lulus kuliah di salah satu kampus negeri di Jogja. Bekerja sebagai peneliti dan penulis lepas.

Amar Ma’ruf dengan Kelembutan, Nahi Munkar tanpa Kekerasan

Amar ma’ruf nahi munkar secara harfiah dapat diartikan dengan mengajak atau menganjurkan berperilaku baik dan mencegah perilaku buruk.

Dalam Islam, perintah ini memiliki landasan hukum yang kuat, baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Saya kira inilah salah satu spirit Islam yang khas. Mengingat Nabi Muhammad SAW datang membawa ajaran Islam untuk menyempurnakan akhlak (baik) umat manusia.
Nash mengabadikan perintah amar ma’ruf nahi munkar dalam firman Allah SWT di QS. Ali Imran ayat 104, yang menyebutkan: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Sedangkan Nabi sendiri pernah bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah selemah-lemahnya iman.”

Hadis ini barangkali sering kita dengar. Tapi bukan berarti selalu berhasil kita lakukan. Sebagian orang atau kelompok bahkan mengartikannya secara lain, dan dalam tataran ekstem, telah melenceng dari tujuan awalnya. Menghilangkan keburukan dengan tangan bagi sebagian orang dipahami dengan menghalalkan kekerasan, atau bahkan aksi teror yang menghilangkan nyawa orang lain.

Baca juga:  Sajian Khusus: Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi

Pengertian semacam itu, saya kira malah bertentangan dengan ajaran Islam yang penuh cinta kasih. Saya bisa memahami bahwa term “keburukan” bisa saja berbeda-beda bagi setiap orang. Tapi apa pun itu, cara-cara kekerasan dan teror tetap tak bisa dibenarkan atas nama kemanusiaan. Terlebih kita hidup di bawah lindungan negara hukum.

Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani dalam kitabnya, Hasyiyah asy-Syarwani ala Tuhfahtil Muhtaj, menyebutkan tahapan untuk mengajak pada kebaikan tanpa harus menyakiti orang lain. “Wajib bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk bertindak yang paling ringan dulu kemudian yang agak berat. Sehingga, ketika kemungkaran sudah bisa hilang dengan ucapan yang halus, maka tidak boleh dengan ucapan yang kasar. Dan begitu seterusnya,” tulis Syekh Abdul Hamid.

Sebagaimana sifat-sifat Nabi dalam berdakwah, kelembutan adalah kunci untuk masuk ke dalam hati manusia lain. Jika kekerasan adalah jawaban bagi semua ajakan untuk mencegah keburukan, maka Nabi akan mengangkat pedang ketika seorang Badui mencekiknya dan meminta harta darinya. Tapi apa yang dilakukan Nabi? Beliau hanya tersenyum, lalu meminta sahabat Anas bin Malik yang sedang bersamanya untuk memberikan Badui itu sesuatu.

Lalu, jika kekerasan adalah jawaban bagi semua ajakan kebaikan, maka Nabi akan menyerukan perang ketika seorang Badui mengencingi masjid. Tapi apa yang dilakukan Nabi? Beliau melarang para sahabat yang naik pitam untuk mengusirnya. Nabi menyuruh para sahabat untuk menunggu si Badui selesai kencing dan barulah menyiramnya dengan seember air.

Baca juga:  Isra Mi'raj, Penghambaan dan Kemanusiaan

Kelembutan dalam amar ma’ruf nahi munkar juga dipertegas oleh Zain bin Smith dalam kitabnya, Al-Minhaj as-Sawi. Menurut Habib Zain, “Bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus bersikap lembut dan belas kasih kepada manusia, ia harus bertindak pada mereka dengan bertahap.” Sejalan dengan ini, sebenarnya masih banyak sekali ulama yang menyerukan amar ma’ruf nahi munkar dengan tetap menjaga akhlak baik pada sesama.
Sekali lagi, tujuan amar ma’ruf nahi munkar adalah membuat manusia menjadi lebih baik dengan meninggalkan perbuatan buruknya.

Jika hal ini ditinggalkan, Allah akan menurunkan musibah, memunculkan kerusakan di muka bumi, dan orang-orang zalim akan menguasai dunia bersamaan dengan sedikitnya orang-orang beriman. Namun, tetap ada koridor yang harus diikuti supaya tidak keluar dari tujuan awalnya. Amar ma’ruf dengan kelembutan dan nahi munkar tanpa kekerasan adalah koridor itu sendiri.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top