Sedang Membaca
Ngaji Filsafat di Masjid (5): Mensiasati Pandemi, Menginsafi Diri
Nur Wahid
Penulis Kolom

Orang Dalam Masjid Jendral Sudirman. Mengurusi Bagian Media dan Penerbitan.

Ngaji Filsafat di Masjid (5): Mensiasati Pandemi, Menginsafi Diri

Img 20201013 Wa0101

Berjalannya peribadahan, program, kegiatan, ngaji, dan kajian berada di Pengurus Takmir Harian Masjid Jendral Sudirman. Pengelolaan masjid sepenuhnya menjadi tanggung jawab para takmir, termasuk dalam pengelolaan dana zakat, infak, dan sedekah.

Tugasnya takmir adalah melayani jamaah. Melayani tidak sebatas dalam hal peribadahan, juga sewaktu diminta bantu ketika ada jamaah yang tertimpa musibah. Pernah kalanya salah seorang takmir—sebelum pandemi—menunggui sendirian jenazah di rumah duka sampai waktu Subuh tiba. Lain kesempatan—sebelum pandami—pernah diminta bantu untuk memulihkan kesadaran orang yang kesurupan.

Tugas takmir dari urusan dapur sampai dalam masjid. Urusan dapur seperti menyiapkan minum dan makanan ringan pengajian. Urusan dalam masjid dari azan-ikamat, imam shalat, menjadwal khatib Jumat, menghungi penceraham, hingga menjaga kesucian tempat sujud.

Dalam kondisi normal sebelum pandemi, pendanaan seluruh kegiatan masjid berasal dari infak Jumat. Dalam sebulan, rutin berjalan 12 kali bentuk ngaji dan kajian. Bila bertemu jadwal ngaji bulanan, bertambah 3 kali. Ini belum termasuk TPA Sudirman, kelas tahsin mahasiswa, dan kelas tahsin ibu-ibu, masing-masing terjadwal 3 kali dalam seminggu. Semuanya sebulan berarti ada 25 kali kegiatan.

Persoalanya bukan masalah pendanaan, justru malah semakin banyak kegiatan, penerimaan infak masjid setiap Jumatnya bertambah dari biasanya. Bukan juga kerepotan menyediakan teh atau kopi serta makanan ringan. Malah sumbangan dari para hamba Allah mengalir terus setiap minggunya, apalagi untuk Ngaji Filsafat.

Soalnya bagaimana dana infak yang terkumpul tersalurkan dalam bentuk kegiatan. Soalnya lagi memaksimalkan dana infak jangan sampai dianggurkan, sedapatnya “kembali” kepada jamaah. Sementara pembangunan fisik, itu penting, namun bukan utama. Pengelolaan pendanaan dan manajemen ketakmiran semaksimalnya menciptakan gerak aktivitas memakmurkan masjid.

Baca juga:  Masjid dan Toiletnya

Beralih mengahadapi masa pandemi. Praktis seluruh peribadahan dan kegiatan masjid kami tiadakan. Pada 25 Maret 2020, takmir masjid mengeluarkan maklumat menyikapi situasi dan kondisi. Pertama, meniadakan shalat jamaah lima waktu di masjid. Kedua, meniadakan shalat Jumat dan diganti dengan shalat Zuhur di rumah masing-masing. Ketiga, mengumandangkan azan hanya sebagai penanda waktu shalat. Pendasarannya pada gagasan “menolak mafsadat (kerusakan atau akibat buruk) lebih utama daripada mengambil maslahat (kebaikan)”.

Dampak pandemi memang luar biasa. Biasanya masjid hidup dan berjalan banyak kegiatan, datang pandemi menghentika itu semua. Belum lagi berdekatan waktu datangnya bulan Ramadhan, agenda kegiatan yang sebelumnya telah dipersiapkan, batal berjalan. Fokusnya kini tinggal apa yang bisa diupayakan dalam mensiasati masa pandemi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan? Bagaimana siar Islam tetap berjalan dan sedapatnya melayani jamaah?

Peribadahan di masjid kini menerapakan protokol kesehatan. Jamaah yang datang ke masjid diharapakan sudah dalam kondisi berwudu atau suci dari rumah; membawa sajadah atau mukena masing-masing; tetap menjaga jarak dan menghindari kontak fisik dengan jamaah lain; meminalisir menyentuh benda atau lainnya; dan mengenakan masker. Saf antar jamaah pun sudah diatur sekitar 2 m jaraknya. Masjid yang dalam kondisi normal mampu menampung 500-an sewaktu shalat Jumat, kini hanya terisi 117 garis saf. Sterilisasi masjid dilakukan setiap usai shalat. Hand sanitizer dan masker tersedia di dalam masjid.

Baca juga:  Khutbah Jumat: Refleksi Hijrah Nabi

Dalam masa pandemi, takmir berupaya sedapatnya tetap melayani jamaah. Seperti bulan Ramadhan kemarin, takmir mensiasati dengan mencetak Buku Panduan Praktis Seputar Ibadah di Bulan Ramadhan diantarbagikan gratis ke rumah-rumah jamaah, atau dapat mengambilnya di pintu depan masjid. Harapannya jamaah tetap dapat melaksanakan peribadahan di bulan Ramadhan seperti bisa dari rumah. Adek-adek TPA Sudirman yang biasa ramai acara di bulan Ramadhan, mulai dengan motode pengajaran secara daring. Dan tercetus membuat aplikasi mobile untuk lebih banyak menjangkau jamaah.

Penggarapan aplikasi berburu dengan waktu, dikebut dalam dua minggu, memanfaatkan basis website, alhasil aplikasi MJS Jogja telah dapat diunduh dari Google Play Store. Tampilan versi pertama masih sangat sederhana. Kebutuhan awal diprioritaskan untuk keperluan Ramadhan, dan baru tersedia empat vitur. Cukup untuk sebagai awalan memulai adaptasi kebiasaan baru. Setelah diperbaharui, kini vitur dalam aplikasi sudah cukup, tinggal pengembangan lebih lanjut.

Kebutuhan Ramadhan diperoleh dari AdSense MJS Channel. Pendapatanya cukup untuk membiayai cetak buku Ramadhan, aplikasi, dan sebagai penyokong agenda kegiatan daring masjid lainnya. Beruntung dari lini media dapat memberikan manfaat pada masa pandemi sampai sejauh ini. Matur nuwun sebesar-besarnya kami ucapkan kepada semua subscriber YouTube MJS Channel. Darinyalah yang menyumbang pendapatan setiap bulannya sebagai pendukung jalannya lini media, dan dialokasikan untuk kegiatan masjid.

Baca juga:  Khutbah Jumat: Berqurban untuk Investasi Akhirat

Adanya pandemi mengkondisikan bentuk agenda kegiatan masjid beralih secara daring. Ngaji Filsafat yang biasanya digelar langsung di dalam masjid, beralih tayang lewat kanal YouTube MJS Channel. Rutin sesuai jadwalnya. Para santri ngaji yang sudah merindukan ngaji secara langsung, harus menahan jumpa sampai situasi dan kondisi memungkinkan untuk menyelenggarakan ngaji di masjid kembali.

Sampai saat ini belum seluruhnya kegiatan masjid diselenggarakan, berjalan baru tahsin Al-Qur’an ibu-ibu, pengajaran secara bertahap adik-adik TPA Sudirman, dan setiap usai shalat Magrib diisi pembacaan hadis atau pembahasan fikih ibadah sehari-hari dalam waktu kurang dari lima menit. Sementara pada waktu Jumatan, khatib dalam menyampaikan khutbahnya diharapkan tidak lebih dari lima belas menit.

Terakhir, masa pandemi saat ini, barangkali sebagai masa untuk kita kembali menginsafi diri—terutama untuk kami para takmir.

Saya kutip dari Pak Faiz, “… Kalau kita memaknai pandemi Covid-19 ini sebagai ujian Tuhan kepada kita, maka kemungkinan kita akan berusaha mencari solusi terbaik tanpa melanggar nilai-nilai kebertuhanan, sehingga kita bisa ‘lulus ujian’. Kalau kita memaknai pandemi ini sebagai hukuman dari Tuhan kepada kita, maka kemungkinan kita akan segera bertaubat, memperbaiki diri, dan mencari solusi agar pandemi ini selesai dijalan yang diridai-Nya…”. Tinggal bagaimana kita memaknai segalanya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top