Sedang Membaca
Resensi Buku: Mengapa Moderasi Beragama itu Penting?
Nur Kholis
Penulis Kolom

Penulis lahir di Rembang, Jawa Tengah. Tulisannya telah dimuat sejumlah media. Saat ini menjadi mahasiswa di prodi KPI UIN Raden Mas Said Surakarta.

Resensi Buku: Mengapa Moderasi Beragama itu Penting?

Karakter Moderat

Semenjak buku ini saya terima langsung dari kurir, kemudian saya taruh di meja ruang tamu, tidak membutuhkan waktu lama, buku disambar keponakan saya yang masih berusia dua tahun. Lantas, ia membuka lembar demi lembar buku itu seraya berteriak dengan penuh kegirangan. Sambil menunjuk-nunjuk gambar-gambar imut, warna-warni yang ada dalam buku, ia berujar,”iki aku, iki ibuk, iki bapak,iki sampeyan kak.” Sejak peristiwa itu, buku ditenteng kemana pun ia pergi, padahal saya belum sempat membacanya.

Buku itu bertajuk Membangun Karakter Moderat: Modul Pengetahuan Nilai-Nilai Moderasi Beragama pada Madrasah RA-MI dan MTs-MA (2020), buku besutan para dosen muda IAIN Surakarta, yang bekerjasama dengan Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta dengan dukungan Direktorat KSKK Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia.

Pada kata pengantar kita dapat mengetahui bahwa buku itu dirancang dengan sedemikian rupa sebagai ikhtiar untuk menjaga kebinekaan dan mengampanyekan moderasi beragama di semua lapisan masyarakat. Menurut M. Zainal Anwar, modul ini disusun sesuai dengan visi pemerintah dalam menggaungkan revolusi mental sebagai upaya membentuk karakter sumber daya manusia. Lebih lanjut, dengan hadirnya buku modul ini, ia berharap generasi muda memiliki karakter moderat dan bermental kuat.

Harapan yang disematkan M. Zainal Anwar tentu saja tidak berlebihan. Pasalnya, sistem pendidikan nasional yang seharusnya dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang pada pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar (UUD) belum menunjukan ke arah sana. Jamak diketahui praktik tindakan korupsi tidak dilakukan oleh manusia yang tidak mengenyam pendidikan melainkan orang-orang yang mempunyai pendidikan tinggi. Hal demikian menunjukkan tujuan dari pada pendidikan nasional belum tercapai.

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (1): Kitab Jurumiyah Sangat Terkenal, Tapi Sanadnya Tidak Banyak yang Tahu

Haidar Bagir dalam buku Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia (2019) menekankan pentingnya memanusiakan manusia sebagai tujuan pendidikan. Tidak hanya itu, menurutnya pendidikan harusnya mengaktualkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang bermuara pada lahirnya potensi sehingga dapat menjadikan insan yang sejahtera dan berbahagia.

Bahagia memang seharusnya menjadi sarat mutlak dalam proses pembelajaran. Pendidikan yang mengabaikan suasana bahagia dan menyenangkan dalam proses belajar-mengajar tentu dapat menjadi faktor dari kegagalan pendidikan. Peserta didik yang belajar tanpa disertai perasaan bahagia,tentu cenderung mudah bosan dan tidak bergairah. Dengan demikian,ia akan mempersempit makna dari belajar itu sendiri. Walhasil, belajar hanya sekadar untuk mengejar nilai ujian. Akibatnya, ia tak memiliki kesadaran belajar yang lahir dari dalam dirinya. Ia belajar hanya karena terpaksa. Kesungguhan belajar dipersempit untuk sekadar memperoleh angka-angka nilai ujian, dan tentu saja belajar menjadi sangat menjenuhkan.

Sayangnya, kenyataan dunia pendidikan kita memang demikian. Belajar di sekolah acap kali ditampilkan dengan ekspresi muram, penuh dengan ketegangan. Sama sekali tidak menampilkan atmosfer keceriaan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat nyaman untuk mengekspresikan diri, menggali potensi, dan menyuburkan rasa penasaran peserta didik malah menjadi tempat yang kaku, penuh dengan indoktrinisasi. Tentu banyak faktor yang melatarbelakangi, mulai dari kurikulum, metode ajar, mutu guru, hingga buku ajar yang disajikan.

Hadirnya buku Membangun Karakter Moderat: Modul Pengetahuan Nilai-Nilai Moderasi Beragama pada Madrasah RA-MI dan MTs-MA tentu saja menggembirakan bagi dunia pendidikan, khususnya madrasah. Tidak hanya itu, pendidik, orang tua, bahkan peserta didik pun mungkin juga akan sama. Buku ini berbeda dengan buku pelajaran yang pernah saya jumpai. Dilihat dari sampulnya, buku ini berhasil mencuri perhatian pembaca. Modul besutan para dosen IAIN Surakarta ini menampilkan keceriaan dengan gambar anak-anak yang tersenyum sambil melambaikan tangan. Atribut yang digunakan pun unik dan beragam, tentu ini menarik. Tidak salah, jika buku ini disusun sebagai upaya menguatkan karakter ke-Indonesia-an dan pembangunan karakter moderat.

Baca juga:  NU dan Anak-anak Kita

Mencetak generasi dengan karakter moderat memang bukan pekerjaan mudah, namun juga tidak sulit. Karakter moderat seharusnya dipupuk sejak dini. Dalam hal ini, peran keluarga sangatlah krusial. Tentu anak akan mudah meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Selain keluarga, peran guru dan pendidikan juga tak kalah penting. Model pendidikan yang baik tentu saja yang mengedepankan sikap skeptis atau meragui. Artinya, anak dilatih untuk tidak mudah mempercayai sesuatu yang diterima. Dengan demikian, anak akan memfilter dan memikir ulang sesuatu yang didapat. Ia tidak mudah mempercayai pendapat orang lain, bahkan argumennya sendiri sekalipun. Ia akan sadar bahwa setiap pendapat berpotensi salah. Pada akhirnya, anak akan memiliki sikap bijaksana, menjadi pribadi yang rendah hati, toleran, dan tidak mudah menyalahkan liyan.

Model pendidikan demikian tentu tidak akan terwujud tanpa campur tangan guru yang hebat. Keberagaman seharusnya bukanlah hal baru bagi anak-anak. Mereka seharusnya sudah tumbuh dan mengenal keberagaman sejak dalam kelas. Iwan Pranoto dalam buku Kasmaran Berilmu Pengetahuan (2019) menekankan agar guru menjadi teman diskusi yang nyaman sehingga dapat memupuk kepercayaan diri pelajar. Menurutnya, guru dituntut lebih kreatif untuk mengelola kelas, sehingga iklim berdiskusi, kebebasan, dan keberanian mengutarakan pendapat tumbuh subur.

Baca juga:  Bedah Disertasi: Tafsir Al-Misbah dalam Sorotan Karya Afrizal Nur

Sudah saatnya, guru tidak lagi dibebani administrasi jelimet yang menguras waktu dan tenaga, melainkan guru diberi keleluasaan untuk mengembangkan metode belajar yang menyenangkan bagi peserta didiknya.

Buku ini, bagi saya, akan membawa angin segar bagi pendidik dan peserta didik. Kita bisa melihat kandungan buku ini, konten yang disajikan memang sederhana, bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari, tapi tentu sarat makna. Mulai dari pembangunan karakter moderat peserta didik yang dikemas melalui silaturahmi, menjadi pribadi yang santun, bijak, dan jujur hingga menjadi pribadi yang kreatif, inovatif, dan mandiri.

Tidak hanya itu, pada setiap topik kita akan menjumpai gambar-gambar lucu warna-warni, referensi link artikel maupun video ajar. Dan yang paling menarik menurut saya, buku ini tidak hanya menyajikan materi bahasan melainkan juga menyertakan metode ajar seperti story telling, galery walk, menyanyi, bermain peran, outing class, dan banyak yang lain. Tentu ini akan mempermudah, memperkaya keterampilan mengajar pendidik dalam mengelola kelas dan menggembirakan peserta didik.

Akhirnya, saya ingin menyatakan bahwa buku ini harus dijadikan bacaan wajib bagi orang-orang yang terlibat di dunia pendidikan. Tokoh agama, guru, orang tua saya rasa wajib membaca buku ini agar ikut andil bersama-sama mencetak generasi hebat bermartabat, generasi moderat.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top