Sedang Membaca
Syekh Yasin Al-Fadani dan Ilmu Falak (3): Lima Hukum Mempelajari Ilmu Falak
Nur Hidayatullah
Penulis Kolom

Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, Alumnus Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai Kalsel.

Syekh Yasin Al-Fadani dan Ilmu Falak (3): Lima Hukum Mempelajari Ilmu Falak

4

Kita sering mendengar hukum mempelajari ilmu falak adalah fardhu kifayah. Padahal ada lima hukum mempelajarinya, berikut uraiannya.

Melihat begitu besarnya faedah mempelajari Ilmu Falak, terlebih jika berkaitan dengan ibadah mahdlah. Dengan demikian hukum mempelajarinya adalah wajib. Dalam sebuah kaidah fiqh disebutkan:

ما لا يتمّ الواجب إلّا به فهو واجب

Artinya: “Sesuatu yang membuat segala bentuk kewajiban tidak menjadi sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu (hal) itu wajib hukumnya”.

Awal waktu sholat, arah kiblat serta awal dan akhir puasa tidak dapat diketahui dengan pasti dan sempurna kecuali dengan Ilmu Falak, oleh sebab itulah hukum mempelajari Ilmu Falak Wajib. Abdullah bin Husain mengatakan:

و يجب تعلم علم الفلك بل تتحتّم معرفته لما يترتّب عليه معرفة القبلة و ما يتعلّق بالأهلّة كالصّوم, سيّما في هذا الزّمان لجهل الحكّام و تساهلهم و تهوّرهم فإنّهم يقبلون شهادة من لا يقبل بحال.

Artinya: “Mempelajari Ilmu Falak itu wajib, bahkan diperintahkan untuk mempelajarinya; karena ilmu falak itu mencakup pengetahuan tentang kiblat dan hal-hal yang berhubungan dengan penanggalan, misalnya puasa. Lebih-lebih pada masa sekarang ini, karena ketidaktahuannya para hakim (akan ilmu falak), sikap mempermudah serta kecerobohan mereka, sehingga mereka menerima kesaksian (hilal) seseorang yang mestinya tidak dapat diterima”.

Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu berkata:

Baca juga:  Ulama Banjar (52): KH. Hasyim bin H. Jahri

لو كان في داري رجل أعجمي لا يعرف القمر بأي منازل ما أبقيته

Artinya: “Bila di rumahku ada seseorang yang tidak mengetahui manzilah bulan, aku tidak biarkan dia tinggal di rumahku”.

Perkataan Ibnu Umar di atas menunjukkan betapa pentingnya mempelajari Ilmu Falak dalam kehidupan sehari-hari.

Para ulama, misalnya Ibnu Hajar dan Syekh Ramli berkata bahwa bagi orang yang hidup dalam kesendirian maka mempelajari ilmu falak hukumnya fardlu ‘ain. Sedangkan bagi masyarakat banyak hukumnya fardlu kifayah. Seperti ini pula yang dikatakan oleh Syekh Muhammad Yasin Al-Fadani dan ulama lainnya.

Hukumnya menjadi mustahab jika tujuannya agar mendapat petunjuk arah pada kegelapan malam di darat dan di laut ketika dalam perjalanan. Dan menjadi mubah bila mempelajarinya hanya untuk mengetahui buruj dan manzilah bulan atau yang semisalnya.

Sebagian ulama juga ada yang menghukuminya makruh, jika tujuannya untuk mengetahui gerhana, tentu ada khilaf di dalamnya. Berkata Imam Ibnu Hajar dalam Fatawa Haditsiyah bahwa dakwaan akan terjadinya gerhana bukanlah bagian dari ilmu ghaib, karena bisa dicapai dengan hisab ilmiah sehingga tidak ada kesesatan dan kekufuran di dalamnya. Maka hukumnya boleh menurut ijma’.

Dan mempelajari ilmu falak dihukumi haram jika tujuannya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, dengan menyatakan akan terjadi peristiwa tertentu (ramalan nasih) dengan dalil ilmu tersebut. Lain halnya dengan perkara yang menjadi sunnatullah pada alam, seperti bilamana posisi bintang ini berada disini, maka fenomena alam yang terjadi begini dan seterusnya itu diperbolehkan, dengan syarat bahwa sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah, bukan karena benda langit tertentu.

Baca juga:  Pemetik Puisi (15): Slamet Sukirnanto dan Larik-larik Kemaritiman

Referensi:

Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah. Jakarta : Maktabah As-Saadiyah Putra, t.th.

Umar bin Abi Bakar al-Khatib, Durus ‘Ilm al-Falak, Yaman, t.th.

Zubaer Umar Al-Jaelani, al-Khulashah al-Wafiyah. Kudus : Menara Kudus, t.th.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top