Sedang Membaca
Siapakah Ulama, Imam, Syekh, Kiai, dan Ustaz? (Bagian 2)
Nur Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa, Republic Sudan, 2017. Sekarang tinggal di Pati, Jawa Tengah.

Siapakah Ulama, Imam, Syekh, Kiai, dan Ustaz? (Bagian 2)

Ulama dan Imam dalam Islam adalah gelar mulia, karena merupakan simbol akan kapasitas dan kapabilitas orang yang memiliki gelar tersebut. Begitu juga dengan syekh. Istilah syekh dalam ensiklopedi Islam juga mempunyai berbagai makna. Salah satu di antaranya adalah orang yang sudah lanjut usia. Kalau orang jawa menyebutnya mbah. Atau makna lain yaitu gelar untuk para ahli agama Islam.

Belakangan istilah syekh berkembang, dan biasanya disematkan pada pemimpin, tetua atau bangsawan, terutama di Jazirah Arab. Bahkan syekh telah menjadi gelar tradisional untuk para pemimpin suku Badui, dan juga digunakan untuk menyebut para tetua di kalangan Arab Kristen.

Syekh dalam masyarakat Islam merupakan gelar kehormatan bagi para ulama. Gelar syekh biasanya disematkan pada seorang ulama dengan keilmuan agama Islam yang tinggi, mulai dari perilaku, perbuatan, dan sikapnya. Atau untuk orang-orang yang telah sampai pada derajat keutamaan.

Dalam tradisi sufi, gelar syekh adalah gelar untuk para ulama yang sudah mendapatkan izin dari pemimpin tarekat untuk mengajar atau mengangkat murid dalam dunia tarekat. Di Indonesia sendiri, banyak tokoh-tokoh besar yang bergelar syekh. Misalnya, Syekh Siti Jenar, Syekh Ahmad Mutamakkin, dan Syekh Hasyim Asy’ari.

Di dalam dunia intelektual Islam, banyak tokoh-tokoh besar yang bergelar syekh. Sebut saja Syekh Abu Hasan as-Syadzili, Syekh Abdul Qodir al-Jilani, Syekh Ibnu Athoillah as-Sakandary, Syekh Ibnu Taimiyah, Syekh Said Romadhon Buthi, Syekh Sya’rowi, Syekh Ali Jum’ah, dan Syekh Ahmad Thoyyib.

Baca juga:  Kiai Masjkur, Sebelum Berjuang di Medan Perang, Menampa Dirinya dengan Ilmu

Gelar syekh sering juga, digunakan untuk para ahli agama Islam diberbagai bidang. Seperti para pemberi fatwa, para ahli fikih dan para ahli hadis. Kebanyakan di Indonesia, gelar syekh biasanya digunakan oleh para penyebar ajaran Islam yang keturunan Arab di masa lalu. Oleh karena itu gelar syekh di Indonesia tidak begitu banyak disematkan kepada para ahli agama Islam. Karena gelar ini dianggap sebagai gelar untuk orang-orang yang mempunyai maqam yang tinggi baik itu secara spiritual maupun lainnya.

Bahkan ada yang berpendapat bahwa, Allah memberikan derajat dan kehormatan manusia dengan gelar-gelar tertentu seperti syekh. Karena kejernihan hatinya untuk memahami sifat Allah SWT hingga akhirnya mengenal Allah SWT .

Istilah syekh di Timur Tengah khususnya, atau dalam dunia intelektual muslim dunia, mempunyai makna yang lebih luas, dan biasanya disematkan pada para tokoh yang berbicara tentang Islam. Maka jangan heran ketika ada tokoh muslim nasional diundang sebuah acara di forum ilmiah di luar negeri, lantas disematkan gelar syekh di depan namanya. Itu bagian dari bentuk penghormatan.

Dalam konteks Indonesia, gelar syekh adalah gelar besar dan untuk orang yang berada maqam-maqam tertentu. Oleh karena itu, di Indonesia ada gelar khusus untuk para ahli agama Islam, yaitu kiai. Kiai adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat, seseorang tidak akan bisa mengklaim dirinya sebagai kiai, karena gelar kiai merupakan pemberian mutlak dari masyarakat dan bukan propaganda media.

Baca juga:  Perusakan Situs Budaya Adat Dayak

Lalu apa makna yang sebenarnya dari istilah kiai itu? Istilah kiai pada umumnya lebih dominan digunakan di wilayah pulau Jawa dan Madura. Kiai banyak diartikan sebagai seseorang yang mempunyai ataupun mengasuh pondok pesantren. Ada juga yang memaknai bahwa kiai adalah nama lain dari ulama, hal ini didasarkan pada pemaknaan terhadap Nahdlatul Ulama. Sebab,  organisasi NU didirikan oleh para kiai besar di Jawa dan Madura dan diidi oleh para kiai besar dari penjuru Nusantara.

Ada makna yang lebih tepat untuk mendefinisikan kiai, bahwa kiai adalah istilah khas Nusantara, menurut KH. Mustofa Bisr. Bahwa seseorang disebut kiai bukan semata karena ilmunya, tetapi terutama karena mereka adalah orang-orang yang melihat umat dengan kacamata kasih sayang (هم الذين ينظرون الأمة بعين الرحمة) . Kiai tidak tahan jika melihat orang bodoh, maka mereka pun mengajarkan ilmu. Para kiai itu tidak akan pernah tahan melihat ada orang susah, orang sakit, dan sebagainya.

Oleh karena itu mereka akan selalu ada untuk masyarakat, dan membimbingnya dengan ikhlas baik itu yang ada di dalam lingkungan pesantren ataupun di luar pesantren. Intinya sebutan kiai disematkan bagi orang-orang yang waskita, khususnya mereka yang mempunyai pengetahuan agama luas dan membimbing masyarakat dengan kasih sayang dan akhlak yang mulia.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
4
Ingin Tahu
9
Senang
3
Terhibur
5
Terinspirasi
6
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top