Negeri Dua Niel, adalah sebutan untuk Negara Sudan. Sebuah Negara yang berada di Benua Afrika, yang saat ini menjadi destinasi pelajar dunia untuk belajar agama dan bahasa Arab setelah Mesir. Disebut Negeri Dua Niel, karena di Negara ini ada pertemuan dua sungai Niel, yaitu Niel Biru dan Niel Putih.
Ibu kota Negara ini adalah kota Khartoum, dengan mayoritas penduduknya adalah Islam yang menganut mazhab Maliki dalam fikih. Kebanyakan penduduk Negara ini juga menganut dan mengamalkan Tasawuf, banyak sekali thoriqoh-thoriqoh yang berkembang di Negara ini. Sehingga Negara ini mendapat julukan ‘’Negeri Seribu Darwish’’, karena saking banyaknya thoriqoh yang berkembang.
Melaksanakan puasa Ramadhan di Sudan, tergolong suatu perbuatan yang berat. Karena pada saat Ramadanlah, musim panas berada pada masa puncaknya. Suhu yang terjadi ketika Ramadan adalah berkisar dari 40-45 celcius, bahkan bisa lebih dari 45 celcius.
Walaupun cuaca begitu panas, tidak mengurangi semangat masyarakat setempat untuk berpuasa dan meramaikan Ramadhan. Salah satunya adalah dengan mengikuti salat tarawih di masjid-masjid. Salat tarawih di Sudan, berbeda dengan di tanah air. Yang menjadikannya berbeda adalah jumlah rakaatnya, dan surat-surat yang di baca ketika tarawih.
Di Sudan salat tarawih hanya 8 rakaat, hal ini karena masyarakat muslimnya menganut madzhab Maliki. Surat-surat yang dibaca pun, bukan hanya surat-pendek. Melainkan satu juz tiap malamnya, sehingga selama satu bulan bisa menghatamkan satu khataman Alquran, melalui salat tarawih yang ada di masjid-masjd. Hal ini lah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelajar asing, termasuk pelajar dari Indonesia untuk melakukan safari tarawih dari satu masjid ke masjid lainya.
Selain itu, di bulan Ramadanlah porsi untuk menikmati langgam Sudan lebih banyak. Karena kebanyakan masjid di Sudan, ketika tarawih melantukan langgam Sudan. Walaupun juga ada masjid yang melantunkan langgam-langgam seperti Bayati dan lain-lain. Namun langgam Sudan menjadi daya tarik tersendiri, dengan nadanya yang sangat khas.
Langgam Sudan merupakan langgam asli Sudan dan hanya ada di Sudan. Langgam ini sekilas mirip dengan langgam Jawa yang di Indonesia. Ciri khas langgam ini adalah nadanya yang kalem, sehingga enak untuk didengar dan diresapi. Belum ada sebuah karya khusus tentang asal usul dan sejarah langgam ini.
Namun jika diamati, langgam ini bisa dikatakan hasil dari akulturasi budaya nyanyian-nyanyian tradisional yang ada di Sudan.
Di bulan Ramadanlah, bisa menikmati alunan langgam Sudan dari masjid ke masjid dengan lebih lama. Selain bisa menikmati cuaca yang sangat panas, dan lembutnya langgam Sudan.
Ramadan di Sudan juga bisa menikmati rasa kebersamaan antara masyarakat setempat dengan para warga negara asing.
Rasa kebersamaan itu diwujudkan oleh masyarakat Sudan, dengan mengadakan buka bersama di pinggir jalan atau halaman depan rumahnya. Selama Ramadhan, mereka selalu menjajakan makanannya di pinggir-pinggir jalan.
Jadi datangnya Ramadan merupakan berkah tersendiri bagi para penuntut ilmu di negeri ini. Karena mereka tidak usah repot-repot dan capek masak untuk berbuka puasa, namun cukup ngabuburit sambil menikmati sengatan panas matahari di sore hari. Nanti di pinggir jalan akan banyak orang Sudan yang menjajakan makanannya untuk berbuka puasa.
Jangan tanya menu apa yang disajikan, yang jelas selama bulan Ramadan selain bisa menikmati panasnya Sudan. Juga bisa menikmati kuliner khas Sudan, baik itu makanan ataupun minuman khas negeri tersebut. Karena hanya di Ramadanlah, menu-menu istimewa ada.
Dengan ciri khas masyarakatya yang suka menyapa dan sok akrab. Apalagi dengan warga Negara Indonesia. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan Ramadhan di Sudan begitu istimewa. Selain itu ada juga tradisi begal Ramadhan ala Sudan. Penasaran ? silahkan berkunjung ke Sudan.