Sedang Membaca
Polemik Ulama dan Khalifah (3): Imam Abu Hanifah dan Khalifah Abu Ja’far al-Manshur
Nur Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa, Republic Sudan, 2017. Sekarang tinggal di Pati, Jawa Tengah.

Polemik Ulama dan Khalifah (3): Imam Abu Hanifah dan Khalifah Abu Ja’far al-Manshur

Whatsapp Image 2021 02 09 At 21.37.16

Pendiri Mazhab Hanafi ini pernah berpolemik dengan penguasa yaitu Abu Ja’far al-Manshur. Salah satu sebabnya adalah keberanian Abu Hanifah yang menjelaskan dan membenarkan kesalahan para hakim di masa Al-Manshur dalam memutuskan masalah yang diajukan kepada mereka, khususnya yang bertentangan dengan pendapatnya yang dianggap benar. Para hakim kemudian mengadukan kepada Al-Manshur.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Al-Islam baina al-Ulama wa al-Hukkam karya Abdul Aziz al-Badri, bahwasanya suatu ketika bin Abi Laila yang merupakan qadhi pada masa pemerintahan Al-Manshur menangani masalah seorang wanita gila yang berkata kepada laki laki, “Wahai anak zina.”

Lalu dia menghukum wanita itu dengan dua kali hukuman cambuk di masjid. Hukuman pertama untuk  tuduhan zina terhadap ayah orang itu, dan cambuk kedua untuk tuduhan zina kepada ibunya.

Lalu sampailah masalah tersebut kepada Abu Hanifah, dan Abu Hanifah berkata, “Dalam keputusannya itu terdapat enam kesalahan. Pertama, memberikan hukuman dera di dalam masjid, padahal hukum dera tidak dilaksanakan dalam masjid. Kedua, wanita itu didera dalam posisi berdiri, padahal wanita didera dalam posisi duduk. Ketiga, dia menjatuhkan dua hukuman dera, satu untuk ayahnya dan satu untuk ibunya, padahal jika seseorang menuduh zina sekelompok orang deranya Cuma satu. Keempat, dia menggabungkan dua dera menjadi satu, padahal dua dera tidak boleh digabungkan sehingga salah satunya melemah. Kelima, orang gila tidak boleh didera. Keenam, dia mendera untuk kedua orang tuanya, sementara itu mereka tidak hadir, maka harus dipanggil.”

Baca juga:  Kisah Abu Hasan Al-Asy’ari Keluar dari Muktazilah

Kritikan tersebut pun sampai ke bin Abi Laila, dan dia kemudian menghadap Amirul Mukminin untuk melaporkan Abu Hanifah sambil berkata, “Laranglah dia berfatwa!”

Abu Hanifah kemudian tidak berfatwa dalam beberapa hari sebagaimana dijelaskan dalam Tarikh Baghdad karya Abu Bakar Ahmad Khatib al-Baghdadi. Setelah itu, polemik pun berlanjut. Tepatnya ketika Abu Hanifah ditawari menjadi pemimpin para qadhi, dia justru menolaknya.

Ketika Abu Hanifah diundang untuk menjabat sebagai qadhi, dia memberitahu Al-Manshur bahwa dia tidak pantas memegang jabatan tersebut. Dan setelah ditolak ketika diundang ke istana, Al-Manshur datang ke majlisnya, namun Abu Hanifah menjawab, “Bertakwalah kepada Allah dan jangan berikan amanatmu kecuali kepada orang yang takut kepada Allah. Demi Allah, aku tidak merasa aman terhadap keridhaan, apalagi kemarahan. Seandainya kamu menghadapi suatu masalah, lalu kamu mengancamku antara menenggelamkanku di laut atau mendukungmu, maka saya memilih tenggelam. Kamu punya tentara yang membutuhkan orang yang harus menghormatimu, saya tidak bisa melakukan itu.”

Mendengar perkataan Abu Hanifah tersebut, Al-Manshur pun berkata, “Kamu bohong! Kamu bisa melakukannya.”

“Kamu telah menghukumi dirimu sendiri, lalu bagaimana mungkin kamu memberikan jabatan qadhi kepada seseorang yang harus memegang amanatmu dengan cara bohong?”

Hal tersebut kemudian membuat Abu Hanifah dipukuli oleh Abu Ja’far al-Manshur sebanyak sepuluh kali bahkan sampai 100 kali. Karena menolak jabatan sebagai qadhi. Dia juga dipenjara dan ditahan agar gerak-geriknya tidak leluasa.  Ketika dikeluarkan dari penjara, Abu Hanifah dilarang untuk berfatwa dan mengajar di majlis-majlis, duduk dengan banyak manusia, dan keluar rumah. Konon hal ini terjadi sampai beliau meninggal.

Baca juga:  Pergerakan Nasional Abad 20: Budi Utomo vis a vis Sarekat Islam

Konfrontasi antara Abu Hanifah dengan Al-Manshur merupakan salah satu bukti bahwa, di masa dulu juga banyak terjadi penolakan-penolakan para ulama yang tidak ingin merapat ke barisan pemerintah. Tentunya mereka mempunyai alasan, sebagaimana yang terjadi pada Abu Hanifah. Walaupun pada akhirnya berujung pada cobaan yang begitu besar.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top