Sedang Membaca
Masjid Sunan Muria, Situs Bersejarah di Atas Ketinggian 1.600 Meter
Nur Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa, Republic Sudan, 2017. Sekarang tinggal di Pati, Jawa Tengah.

Masjid Sunan Muria, Situs Bersejarah di Atas Ketinggian 1.600 Meter

Salah satu situs bersejarah yang ada di Gunung Muria, selain makam Sunan Muria adalah Masjid Sunan Muria yang dibangun oleh Sunan Muria sebagai sarana untuk berdakwah beliau di sekitar lereng Gunung Muria. Masjid ini berada di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus. Masjid ini terletak dipuncak Gunung Muria atau sebelah timur makam Sunan Muria.

Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang kapan Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini lahir dan membangun masjidnya tersebut, karena di antara para Walisongo. Sunan Muria adalah wali yang paling sedikit penjelesan biografinya dalam catatan sejarah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa hidup Sunan Muria yaitu sekira abad ke-15 hingga 16.

Masjid menjadi simbol dakwah Sunan Muria di lereng Gunung Muria, dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat sekitar yang pada waktu itu banyak yang memeluk Hindu dan Budha. Pemilihan Gunung Muria sendiri disebut sebagai salah satu bagian dari identitas dan sifat Sunan Muria, yang tidak suka dengan popularitas, sehingga beliau memilih berdakwah di lereng Gunung Muria.

Beliau rela meninggalkan kesultanan Demak yang dibangunnya bersama wali lainnya dalam mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama, namun beliau memilih hijrah untuk mencari ketenangan dan mendekat dengan rakyat dipinggiran kekuasaan. Padahal jika mau, Sunan Muria bisa berada dalam lingkaran politik kekuasaan pada masa itu.

Masjid yang menjadi salah satu situs penting sejarah Islam di Indonesia ini, berada di ketinggian 1.600 meter.

Masjid ini telah dipugar beberapa kali, sehingga sudah tidak terlihat sebagai bangunan tua dan asli. Hanya beberapa bagian saja yang masih nampak asli sampai sekarang. Selain itu, di dalamnya juga masih meninggalkan berbagai peninggalan Sunan Muria. Seperti Mihrab (tempat imam), Umpak Batu, tempat penyangga tiang masjid sebanyak empat buah. Yang konon dibawa dari Bali, dan sebuah beduk.

Baca juga:  Khutbah Jumat: Refleksi Hijrah Nabi

Nama Muria sendiri Menurut Sholihin dalam bukunya Kudus Purbakala Dalam Perjoangan Islam, diidentifikasikan dengan nama sebuah bukit di dekat Yerussalem, Palestina. Bukit tersebut bernama Gunung Moriah. Di mana Nabi Daud dan putranya Nabi Sulaiman membangun sebuah Kenisah (semacam rumah ibadah) di puncak gunung tersebut.

Jika nama kota Kudus diilhami oleh berdirinya Masjidil Aqsha yang populer dengan nama Masjid Menara Kudus, nama Muria mengingatkan kita pada sebuah bukit yang ada di dekat kota Baitul Maqdis atau Yerussalem.

Masjid Sunan Muria bukanlah satu-satunya masjid yang dibangun oleh Sunan Muria, di mana sebelumnya beliau pernah membangun masjid di desa Kajar yang sampai saat ini masih menjadi petilasan yang dikenal dengan Pesiget. Namun, Sunan Muria kurang nyaman untuk menyiarkan agama Islam disana.

Kemudian Sunan Muria berpindah ke tempat yang lebih tenang. Selanjutnya, beliau membangun masjid di Bukit Pethoko. Akan tetapi, karena bising dengan suara anjing menggonggong, akhirnya beliau berpindah dan membangun masjid disalah satu puncak Gunung Muria.

Sunan Muria sendiri dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak suka kemewahan serta popularitas. Kesederhanaan tersebut ditunjukkan dengan pemilihan pegunungan Muria, untuk hidup dan berdakwah. Sunan Muria pertama kali membangun masjidnya adalah dengan kayu dan beratap dedaunan.

Baca juga:  Melihat-lihat Arsitektur Masjid Cambridge, Masjid Ramah Lingkungan Pertama di Eropa

Masjid ini oleh sejumlah wali pernah mendapat pujian salah satunya adalah pujian dari Sunan Kudus, karena terlihat bersinar. Karena pujian tersebut, akhirnya Sunan Muria membakarnya. Hal ini membuktikan sosok Sunan Muria yang tidak suka dengan pujian, namun usai dibakar, beliau membangun kembali masjid tersebut dengan bangunan dan atap yang sederhana.

Salah satu peninggalan Sunan Muria yang masih asli dan ada di dalam Masjid Sunan Muria adalah Mihrab. Mihrab tersebut terbuat dari batu yang disusun tanpa semen, di mana bagian luar dihiasi dengan ukiran. Pada bagian ujung kanan dan kirinya, dihiasi dengan piringan keramik kuno. Yang berjumlah 30 an, terdiri 20 piringan kuning dan 10 piringan hijau.

Sedangkan bagian atap mihrab terdapat keramik yang berisi tulisan Arab, yang merupakan wiridan Sunan Muria sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh Habib Lutfi.

Selain Masjid, peninggalan Sunan Muria yang masih ada sampai saat ini adalah gentong (tempat air). Yang terdapat di selatan makam atau area pintu keluar makam Sunan Muria. Para peziarah biasanya memanfaatkan air dari gentong ini untuk minum. Dipercaya bahwa airnya mempunyai keberkahan dan bisa menyembuhkan penyakit. Air yang ada di gentong tersebut berasal dari mata air yang dipercaya sebagai tempat wudhu Sunan Muria yaitu Sendang Rejoso.

Baca juga:  Masjid Menjadi Tak Ramah Lagi Karena MUI

Selain masjid dan gentong, ada juga peninggalan Sunan Muria lainnya yaitu pelana kuda yang setiap tahun ada tradisi rutin untuk membasuhnya, yang bernama tradisi Ngguyang Cekathak. Tradisi ini dilakukan ketika musim kemarau tiba tepatnya pada hari Jum’at Wage, sebagai sebuah tradisi yang dipercaya bisa mendatangkan hujan. Dan tradisi tersebut sudah dilakukan masyarakat setempat sebelum Sunan Muria berdakwah di situ.

Sunan Muria pada masa hidupnya dikenal egaliter dan merakyat serta dekat dengan rakyat jelata. Salah satu ajaran sosial Sunan Muria adalah Pagerono Omahmu Kanthi Mangkok (pagarilah rumahmu dengan mangkok).

Petuah ini mempunyai makna tentang untuk saling bergotong royong, tolong menolong dan membantu mereka yang membutuhkan.

Untuk mencapai masjid yang berada di timur makam Sunan Muria ini, kita bisa melalui dua jalur. Jalur pertama yaitu dengan naik tangga yang jumlahnya sekitar 700 an atau sekitar 1 km lebih. Jalur kedua yaitu dengan ojek untuk para peziarah, yang beroperasi dari area parkir wisata religi Sunan Muria ke makam Sunan Muria.

Jika ingin mencoba adrenalin, maka perlu untuk mencoba naik ojek tersebut. Jika ingin menikmati nikmatnya muncak dan mempunyai tenaga lebih serta merasa masih berjiwa muda, kiranya bisa naik anak tangga dengan menikmati oleh-oleh yang ada di kawasan wisata religi makam Sunan Muria. (atk)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
6
Terkejut
1
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top