Orang-orang saleh dan para waliyullah mempunyai banyak karomah yang tidak banyak diketahui oleh manusia biasa. Bahkan jika ada seseorang yang mengetahuinya, ia akan disuruh untuk tidak menyebarkannya kepada khalayak umum. Sebagaimana karomah yang dimiliki oleh Khair an-Nassaj yang dijelaskan oleh Abu Nu’aim al-Ashfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’. Dari sebuah riwayat yang bersumber dari kabar al-Hasan bin Ja’far, dan al-Hasan bin Ja’far mendapatkan kabar tersebut dari Abdullah bin Ibrahim al-Jurairi.
Bahwasanya Abu al-Khair ad-Dailami pernah berkata, “ketika aku sedang duduk dengan Khair an-Nassaj. Ada seorang wanita yang menemuinya.” Wanita tersebut lalu berkata, “berikanlah kerudung yang aku titipkan kepadamu.” “baik.”, jawab an-Nassaj dengan singkat.
An-Nassaj kemudian memberikan kerudung kepada sang wanita yang menemuinya. Dan sang wanita lalu bertanya, “berapa harganya?” “dua dirham”, jawab an-Nassaj. Wanita tersebut kemudian berkata, “pada saat ini, aku tidak mempunyai apa-apa. aku juga telah mendatangimu berkali-kali, akan tetapi aku tidak pernah melihatmu. Besok Insya Allah aku akan kembali untuk memberikan bayarannya kepadamu.”
Mendengar ucapan wanita tersebut, an-Nassaj sontak berkata, “jika kamu datang ke sini dengan membawa bayaran tersebut, tapi kamu tidak bertemu denganku, maka lemparkanlah bayaran tersebut ke sungai Dijlah. Jika aku sudah kembali, aku akan mengambilnya.” Dengan rasa heran, sang wanita kembali berkata, “bagaimana kamu mengambilnya dari sungai Dijlah?”, Khair lalu menjawab, “kamu itu terlalu banyak tanya, lakukanlah apa yang aku perintah.” “insya Allah”, jawab sang wanita.
Keeseokan harinya, Abu Khair al-Dailamy datang kembali untuk bertemu dengan Khair an-Nassaj. Namun, Khair an-Nassaj telah pergi. Dan selang beberapa saat, sang wanita yang masih mempunyai tanggungan dengan Khair an-Nassaj juga datang dengan membawa sobekan kain yang isinya adalah uang dua dirham. Ia lalu duduk sebentar, kemudian melemparkan kain yang berisi uang tersebut ke sungai Diljah karena tidak bertemu dengan Khair an-Nassaj. Tak lama setelah kain dilempar, ada seekor kepiting yang menyeret kain tersebut lalu menyelam ke dalam sungai.
Tak lama setelah kejadian tersebut, Khair an-Nassaj datang dan membuka pintu tokonya. Setelah itu, beliau duduk dipinggiran sungai untuk berwudlu. Lalu ada seekor kepiting yang keluar dari dalam air dan menuju pada dirinya, dengan sepotong kain yang ada di atas cangkangnya. Kepiting pun semakin mendekat kepada Khair an-Nassaj, lalu beliau mengambil kain yang berisi uang yang ada di cangkang kepiting tersebut.
Abu Khair ad-Dailamy yang melihat kejadian tersebut dengan mata kepalanya sendiri kaget, beliau lalu menghampiri Khair an-Nassaj dan berkata, “aku melihat begini dan begitu”, yaitu melihat kejadian yang tidak biasa terjadi pada diri manusia. Mendengar perkataan tersebut, Khair an-Nassaj lalu berkata, “aku ingin supaya engkau tidak menceritakannya ketika aku masih hidup.” “baik”, jawab Abu Khair ad-Dailamy.
Dalam kisah di atas menunjukkan kepada kita semua, bahwasanya tidak semua kejadian yang kita lihat harus kita ceritakan semuanya kepada khalayak umum. Termasuk berbagai karomah yang dimiliki oleh para waliyullah, karena yang bisa mengetahui hal tersebut tentu orang-orang pilihan. Agar bisa mengambil hikmah darinya, dan jika diceritakan kepada banyak orang belum tentu akan diambil hikmah oleh orang-orang yang mengetahuinya.
Karomah-karomah yang dimiliki oleh para wali adalah salah satu bukti kekuasaan Allah Swt yaitu dengan memberikan kelebihan kepada orang-orang yang dicintainya. Sehingga ketika mereka masih hidup, mereka berusaha untuk menutupinya. Karena jika diketahui oleh banyak orang, bisa jadi orang-orang lalu memujanya dan mengakibatkan orang-orang itu tidak lagi berharap kepada sang pencipta, yaitu Allah Swt.