Sedang Membaca
Ilmu Pengetahuan dan Agama dalam Pandangan BJ Habibie 
Nur Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa, Republic Sudan, 2017. Sekarang tinggal di Pati, Jawa Tengah.

Ilmu Pengetahuan dan Agama dalam Pandangan BJ Habibie 

Bacharuddin Jusuf Habibie atau populer dengan sebutan BJ Habibie,  merupakan tokoh bangsa sekaligus presiden republi Indonesia ketiga, dan beliau kini telah meninggalkan kita semua. Beliau wafat pada tanggal 11 September 2019 di usia yang di usia 83 tahun. Beliau adalah seorang pemimpin sekaligus seorang ilmuwan muslim dan cendekiawan yang mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional, melalui karyanya yaitu Crack Progression Theory, Pesawat N-20, Pesawat R80.

Selain-selain karyanya yang mendunia tersebut, beliau juga mempunyai sebuah pemikiran yang kadang masih menimbulkan sebuah perdebatan yaitu tentang ilmu pengetahuan dan agama. Salah satu gagasan beliau tentang ilmu pengetahuan dan agama, yang pernah menimbulkan perdebatan adalah tentang istilah Iptek dan Imtaq. Dua akronim yang memperkaya khazanah bahasa Indonesia kontemporer. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan oleh BJ Habibie, sebagai upaya mensinergikan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama. 

Penjelasan bahwa BJ Habibie adalah tokoh pertama yang mencetuskan istilah Iptek dan Imtaq, dikemukakan oleh Jimly Ashiddiqie dalam acara Mata Najwa pada tanggal 11 September. Sebelumnya Jimly Asshiddiqie yang juga merupakan ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau ICMI, sudah pernah menceritakan hal ini di acara forum diskusi  rutin ICMI di Makassar, Sulawesi selatan pada tahunn 2012. Beliau menceritakan, di awal-awal BJ Habibie mencetuskan istilah tersebut sempat terjadi perdebatan normatif, terkait dengan shahih tidaknya istilah tersebut dalam kaidah bahasa Indonesia. Karena sudah ada LIPI atau lembaga ilmu pengetahuan Indonesia, yang membakukan kata majemuk ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia.

Baca juga:  Apa yang Dicari Manusia Modern

Kemudian Pak Habibie menggunakan istilah baru, yakni ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang disingkat dengan Iptek. Mengutip apa kata Jimly, Pak Habibie mengatakan; “Tugas saya ini tukang merumuskan, jadi tinggal membuat kependekannya saja menjadi iptek”.

Selain itu, sebelumnya juga tidak ada istilah Imtaq atau Iman dan Taqwa dalam sejarah bahasa Indonesia. Karena dalam konteks bahasa Indonesia, masyarakat biasa mengenal kata Iman, Ilmu dan Amal. Dan juga belum pernah ada kata iman dan taqwa, yang pernah dikenalkan dalam khazanah bahasa Indonesia. Kemudian Pak Habibie mengenalkan istilah Imtaq, yang menjadi akronim dari kata Iman dan Taqwa. 

Bagi BJ Habibie, Iptek sebagai istilah lain dari ilmu pengetahuan dan teknologi dan Imtaq sebagai istilah lain dari Iman dan Taqwa (yang merupakan ajaran agama), keduanya sama-sama penting dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Iptek saja tanpa Imtaq berbahaya, oleh karena itulah beliau pernah mengatakan bahwa dalam pendidikan dengan kebudayaan harus serentak pelaksanaannya. Pemaknaan dari pemikiran BJ Habibie tersebut, salah satunya adalah bertujuan melahirkan manusia-manusia yang cerdas secara intelektual dan  juga cerdas secara spiritual dan social, sehingga bisa menghormati mereka yang berbeda, serta mampu menghormati budaya yang ada.

Bagi BJ Habibie, sinergitas antara agama  yang mengajarkan iman dan taqwa (Imtaq) dan pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan teknologi (iptek) harus seimbang, karena antara keduanya merupakan masa depan Indonesia. Karena di era modern saat ini, yang menjadi andalan bukan hanya sumber daya alam saja, tetapi juga sumber daya manusia. Yaitu sumber daya manusia yang berbudaya, unggul dan produktif. Dan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berbudaya, unggul dan produktif adalah dengan menyinergikan ilmu pengetahuan dan agama secara positif. Dengan cara menginternalisasikan nilai-nillai Al-Qur’an dan Assunnah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni di institusi pendidikan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing.

Baca juga:  Haul Nurcholish Madjid (2): Bercita-cita Jadi Masinis, Cak Nur Lokomotif Pembaruan Islam

Melalui sinergitas ilmu pengetahuan dan agama yang positif, beliau mengimpikan sumber daya manusia  Indonesia seimbang dalam penguasaan iptek dan kedalaman imtaq. Sehingga terbentuk manusia-manusia yang berkualitas dan berintegritas, karena hal tersebut merupakan masa depan Indonesia.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
3
Senang
4
Terhibur
1
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top