Jabatan adalah salah satu hal yang diincar oleh banyak orang, bahkan diperebutkan untuk medapatkannya terlepas dengan berbagai kepentingan dan alasan yang ada. Bahkan banyak orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jabatan tersebut. Namun di sisi lain, jabatan juga menjadi sumber fitnah karena hal-hal yang menguntungkan di dalamnya. Sehingga orang yang mempunyai integritas tinggipun akan mendapatkan sebuah fitnah, ketika mendapat jabatan yang begitu mewah.
Jika di masa sekarang jabatan menjadi rebutan oleh banyak orang, bahkan oleh tokoh agama. Justru di masa lalu, jabatan adalah suatu hal yang dihindari oleh para tokoh agama atau ulama. Hal ini pernah terjadi pada masa Khalifah al-Manshur. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Uqala al-Majanin karya Abu al-Qasim an-Naisaburi, di mana pada waktu itu Khalifah al-Manshur memanggil Abu Hanifah, Sufyan ats-Tsauri, Mis’ar dan Syuraik untuk diangkat menjadi hakim agung.
Dan suatu ketika Abu Hanifah menghadap ke Khalifah al-Manshur, beliau kemudian berkata; “saya adalah seorang maula (mantan budak yang dimerdekakan) dan saya bukan orang Arab. Sedangkan orang Arab tidak rela jika dipimpin oleh maula. Oleh karena itu, saya tidak pantas untuk menduduki jabatan tersebut. Jika saya berkata jujur, saya tidak pantas untuk kedudukan tersebut. Jika saya berkata bohong, maka anda tidak boleh mengangkat seorang pembohong menjadi orang yang melindungi darah dan kemaluan orang-orang islam.” Dengan ungkapan tersebut, Abu Hanifah berhasil memperdaya sang khalifah supaya tidak memilih menjadi hakim.
Sedangkan di sisi lain, Sufyan ats-Tsauri ditemukan oleh al-Musykhish di jalan hendak pergi untuk membuang hajatnya. Al-Musykhish kemudian berpaling sambil menunggu Sufyan ats-tsauri menyelesaikan hajatnya. Akan tetapi setelah itu, Sufyan ats-Tsauri sudah berada di perahu dan kemudian berkata kepada sang nelayan; “mohon izinkan saya berada di perahu anda. Bila tidak saya akan disembelih.” Dalam hal ini, Sufyan ats-Tsauri menakwilkan hadis Rasulullah SAW bahwasanya seorang yang diangkat menjadi hakim (qadhi), maka ia telah disembelih tanpa pisau.” Sehingga sang nelayan akhirnya menyembunyikan Sufyan ats-tsauri di bawah tikar perahu.
Di pihak yang lain ada Mis’ar yang juga menghadap kepada Khalifah al-Manshur. Namun ketika menghadap kepada Khalifah al-Manshur, Mis’ar berkata; “Mohon perlihatkan tangan Anda! Bagaimana keadaan Anda, anak-anak Anda dan hewan kendaraan Anda?”. Melihat apa yang dilakukan oleh Mis’ar, Khalifah al-Manshur memerintahkan untuk membawa Mis’ar keluar karena dianggap telah menjadi gila.
Pada akhirnya tiga dari empat orang tersebut berhasil menghindarkan diri supaya tidak mendapatkan jabatan. Hingga akhirnya Khalifah al-Manshur berkata kepada Syuraik; “Anda diberi kedudukan menjadi hakim.” Syuraik kemudian menjawab; “Saya lelaki yang lemah pikir”. Kemudian Khalifah al-Manshur menimpali jawaban Syuraik; “Terimalah kedudukan itu. Anda perlu makan bubur dan anggur supaya akal anda menjadi sehat kembali.”
Setelah Syuraik mendapat kedudukan menjadi seorang hakim, Sufyan ats-Tsauri mengunjunginya. Beliau kemudian berkata kepada Syuraik; “Mungkin engkau punya kesempatan untuk kabur, tapi engkau tidak mau kabur.”
Bagi sebagian orang jabatan adalah sumber fitnah, karena di dalamnya terdapat tanggung jawab besar yang harus dilakukan dan akan di tagih di dunia ketika mendapatkannya. Dan akan ditagih pertanggung jawabannya kelak di akhirat. Di sisi lain, jabatan adalah sebuah amanah jika dipegang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab akan membawa kepada kerusakan dan kekacauan karena nafsu dan ego yang tidak mementingkan kepentingan umum. Dan salah satu jabatan terberat adalah menjadi seorang hakim, karena harus memutuskan sebuah perkara dengan jujur dan adil, begitu juga jabatan menjadi seorang pemimpin dan wakil rakyat. Mereka yang memilih untuk menghindar untuk tidak mendapatkan jabatan, bukan berarti tidak mau memperjuangkan apa yang diinginkan oleh banyak orang tetapi lebih menjaga supaya tidak timbul fitnah yang justru akan menimbulkan kegaduhan dan kekacauan.