Ini adalah bagian folium 5 recto dari manuskrip berkode “Sloane 2645” yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Britania Raya, Bagian Manuskrip dan Buku Cetak Dunia Timur (British Library, Department of Oriental Manuscripts and Printed Books). Manuskrip ini berbahan kertas dluwang, berukuran 29 X 18 cm, dan berjumlah 120 folia (Ricklefs, Voorhoeve, dan Gallop 2014).
Pada mulanya manuskrip ini adalah koleksi fondasi ketika Museum Britania Raya didirikan pada 7 Juni 1753 oleh parlemen Inggris. Kode “Sloane” menunjukkan bahwa manuskrip ini adalah koleksi dari Sir Hans Sloane (1660–1753). Sloane adalah seorang fisikawan yang sangat senang mengoleksi barang antik dan berharga sejak 1668. Di akhir hayatnya, Sloane yang mewasiatkan seluruh koleksinya diberikan kepada negara sebagai aset nasional. Termasuk di dalamnya manuskrip yang kita bahas ini.
Saya mendapatkan informasi mengenai manuskrip ini dari disertasi Saiful Umam yang memaparkan secara detail usaha Kiai Sholeh Darat Semarang untuk mempribumisasikan Islam di Jawa abad ke-19 (Umam 2011). Disertasi setebal 280 halaman yang diselesaikan di University of Hawaii ini memang menjadi salah satu rujukan utama saya ketika menulis tesis tentang pandangan tasawuf kiai Sholeh di Vrije Universiteit Amsterdam.
Manuskrip ini yang merupakan catatan makna gandul seorang santri dalam mengaji sebuah kitab fikih ini nampaknya “biasa-biasa saja.“ Bila dilihat secara mikro, satu-per-satu, banyak sekali manuskrip fikih yang merekam catatan makna gandul ini. Gambarannya adalah seperti sekarang, seorang kiai memberikan makna dengan bahasa Jawa atas suatu kitab yang dikaji bersama, sementara para santri mencatat makna itu pada kitab mereka. Bedanya, dahulu kitab itu ditulis tangan sendiri oleh para santri. Sekarang, santri cukup cukup membeli kitab yang akan dikaji di toko kitab yang biasanya ada di dalam atau di lingkungan pesantren. Meskipun begitu, kalau dilihat secara makro, manuskrip-manuskrip yang besar jumlahnya itu memperlihatkan betapa kuat tradisi literasi di lingkungan pesantren kita.
Perlu dicatat, manuskrip kita ini memiliki beberapa keistimewaan. Pada satu halaman terdapat kolofon kapan catatan ini dibuat. Kolofon ini terlihat unik. Kolofon diungkapkan dengan simbol seperti stempel yang di dalamnya ada tahun. Dengan tinta hitam, di dalam “stempel” itu tertulis “hadhā ishkāluhu/ a-h-d-h / 1545”. Dengan tinta merah, di bawah tahun tertulis keterangan tambahan yang penting “hadhā ishkāluhu min ashkāli al-Jāwī.” Penanggalan ini unik karena menggunakan perhitungan hisab jumal di mana huruf h adalah 5, d 4, dan a 1, sehingga a-h-d-h berarti 1545. Juga ia unik karena menggabungkan simbol Arab itu dengan dengan perhitungan tahun Jawa, “min ashkāli al-Jāwī”. Jika kita konversikan tahun 1545 tahun Jawa ke tahun masehi akan menghasilkan tahun 1623. Sejauh saya temukan, ini adalah manuskrip pegon tertua. Manuskrip ini ditulis pada pertengahan era Sultan Agung yang berkuasa pada 1613-1645! Pegon adalah tradisi yang sudah berakar sejak lama di masyarakat Jawa, bukan?