Hijir Ismail adalah bangunan tembok setengah lingkaran dengan ukuran tinggi 1,32 m dan tebal 1,5 m. Asalnya merupakan pondasi yang dibangun oleh kaum Quraisy ketika bangunan Ka’bah akan direnovasi sesuai dengan pondasi yang digariskan oleh Nabi Ibrahim.
Kaum Quraisy saat itu–terlepas dari kebiasaan mereka berdagang dengan cara–cara yang mengandung unsur ghoror (tipu daya)–namun ketika mereka berencana merenovasi bangunan Ka’bah para tokoh Quraisy sepakat bahwa harta yang didonasikan untuk kepentingan renovasi ka’bah harus dipastikan diperoleh dari cara yang halal.
Oleh karenanya dana yang dikumpulkan tidak terlalu banyak dan tidak mencukupi untuk membangun Ka’bah sesuai dengan pondasi yang sudah digariskan oleh Nabi Ibrahim, maka tersisalah bagian Hijir Ismail ini sebagai tanda bagian dari bangunan Ka’bah sehingga orang yang thawaf mengetahui batasan yang harus dilalui.
Sebagaimana di ketahui bahwa thawaf adalah mengelilingi Ka’bah dengan memposisikan Ka’bah berada disebelah kiri, jika orang yang thawaf masuk ke bagian dalam Hijr Ismail artinya orang tersebut thawaf tidak mengelilingi Ka’bah otomatis thawafnya menjadi tidak sah. Nabi Muhammad SAW. berkata kepada Sayyidah Aisyah :
“لولا أن قومك حديثو عهد بكفر لنقضت الكعبة، فجعلت لها بابين، باب يدخل منه الناس، وباباً يخرجون منه” (رواه مسلم)
“jika saja kaummu bukan baru masuk Islam, maka sungguh aku akan bangun Ka’bah sesuai dengan pondasi yang dicanangkan oleh nabi Ibrahim as. dan sungguh akan aku jadikan untuknya dua buah pintu, satu pintu untuk masuk dan satu pintu untuk keluar” (HR. Muslim).
Ketika Ka’bah terbakar pada saat Abdullah bin Zubair menguasai kota Makkah, Abdullah bin Zubair membangun kembali Ka’bah sesuai dengan pondasi yang di gariskan oleh Nabi Ibrahim sebagaimana sabda nabi SAW. diatas. Namun setelah Abdullah bin Zubair meninggal dunia, Hajjaj bin Yusuf attsaqafi berkirim surat ke Abdul Malik bin Marwan mengenai apa yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Zubair ini dan khalifah Abdul Malik bin Marwan memerintahkan agar ka’bah dikembalikan bentuknya sebagaima pada zaman nabi Muhammad SAW.
Pada masa dinasti Abbasiyah, khalifah al Mahdi berencana akan menggabungkan hijr Isma’il menjadi satu bangunan dengan Ka’bah sebagaimana pondasi yang diletakkan oleh Nabi Ibrahim, namun rencana tersebut ditentang oleh Imam Malik dengan pertimbangan jangan sampai persoalan hijr Isma’il ini dipolitisasi oleh para penguasa, beliau berkata:
إني أكره أن يتخذها الخلفاء لعبة، هذا يرى رأي ابن الزبير، وهذا يرى رأي عبد الملك بن مروان، وهذا يرى رأياً آخر
“aku tidak ingin para penguasa menjadikan hijr Isma’il sebagai mainan, satu penguasa beralasan karena mengikuti pendapatnya Ibnu Zubair, penguasa lainnya beralasan mengikuti pendapatnya Abdul Malik bin Marwan, sementara penguasa lainnya lagi beralasan mengikuti pendapat yang lain”[1]
Kenapa dinamakan Hijir Ismail?
Dinamakan Hijr Isma’il karena merupakan tempat yang dijadikan Nabi Ibrahim untuk meletakkan anaknya Isma’il dan kambingnya dengan dinaungi pohon ‘arak yang saat itu sangat dikenal di kota Makkah. Selain disebut Hijr Ismail, ada beberapa sebutan lain yaitu: 1. Al hijr (حجر) dinamakan demikian karena merupakan batasan Ka’bah. 2. Jidr (جدر) yang secara harfiah memiliki arti dinding/tembok. 3. Hafrah Isma’il (حفرة أسماعيل) yang berarti lubang, dimana sebelum pondasi Ka’bah di angkat dan dibangun, bagian ini merupakan lubang. 4. Hathem (حطيم) yang berarti reruntuhan/pecahan, dinamakan demikian karena ia merupakan bagian ka’bah yang terpisah.
Sebagian kalangan mengatakan Hijr tersebut dinamakan Hijr Ismail karena didalamnya terdapat kuburnya nabi Ismail bahkan sebagian kalangannya mengatakan bukan hanya kubur nabi Ismail tapi kubur siti Hajar juga, namun pendapat ini tidak memilik dasar yang kuat.
Keutamaan Hijr Ismail
Hijir Ismail adalah bagian dari Ka’bah, oleh karenanya sholat sunnah didalam Hijir Ismail seperti sholat didalam Ka’bah dan hukumnya mustahab. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Bilal bahwa pada tahun pembebasan kota Makkah rasulullah SAW. masuk kedalam Ka’bah dan sholat didalamnya dua roka’at. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika sayyidah Aisyah ingin masuk kedalam Ka’bah dan sholat didalamnya, maka kemudian rasulullah SAW memegang tangannya dan mengajak masuk kedalam hijr Isma’il beliau SAW. bersabda:
“صلي في الحجر إذا أردت دخول البيت فإنما هو قطعة من البيت فإن قومك اقتصروا حين بنوا الكعبة فأخرجوه من البيت” (رواه أبو داود والترمذي والنسائي)
“sholatlah didalam Hijir Ismail jika engkau ingin masuk ke dalam Ka’bah, sesungguhnya ia merupakan bagian dari Ka’bah, sesungguhnya kaummu ketika membangun Ka’bah membatasi dan mengeluarkannya dari – bagian – Ka’bah” (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa’i).
Para ulama berpendapat, untuk lebih berhati hati sebaiknya tidak melaksanakan sholat fardhu didalam hijr Isma’il, karena rasulullah SAW. belum pernah melakukannya, dan sebagian ahlul ‘ilmi mengatakan: tidak sah melaksanakan sholat fardhu didalam Ka’bah dan di dalam hijr Isma’il karena hijr Isma’il merupakan bagian dari Ka’bah. Oleh karena itu, jika ingin melaksanakan sholat fardhu sebaiknya dilaksanakan diluar Ka’bah dan Hijr Ismai’il mengikuti apa yang dilakukan oleh rasulullah SAW. dan keluar dari khilaf para ulama yang berpendapat bahwa sholat fardhu tidak sah jika dilakukan di dalam Ka’bah dan Hijr Isma’il.
Konsekwensi hijr Isma’il bagian dari Ka’bah, maka orang yang thawaf, tidak sah thawafnya jika ia masuk ke dalam hijr Isma’il dari pintu dekat rukun Syami dan keluar di pintu dekat rukun ‘iraqi. Karena jika demikian maka ia thawaf di dalam ka’bah, sedangkan thawaf adalah mengelilingi Ka’bah, orang yang thawaf harus berada diluar Ka’bah sedangkan Hijr Isma’il bagian dari Ka’bah.
[1] Ibnu Katsîr, al Bidâyah wa an nihâyah, hal: 259, Juz: 4, Dârul kutub al ‘ilmiyah.