Golok (Jawa) bermakna parang/berang, yang oleh algojo zaman jahiliah dipakai sebagai alat menghabisi bayi perempuan yang dianggap aib. Sejak diutusnya Nabi Muhammad saw sebagai Rasul. Tradisi jahiliyah yang tidak manusiawi itu habis (menthok), perempuan mulai dimuliakan sederajat dengan laki-laki memiliki kesempatan yang sama dalam meraih derajat taqwa. Sehingga kelahiran Nabi menjadi momen yang sesuatu banget.
Maka oleh para winasis untuk mengungkapkan rasa syukur itu diwujudkan dalam tradisi “Golok-golok menthok (GGM), bancaane bocah wedok,” begitu penggalan tembangnya. “Bancaane bocah wedok” itu artinya selamatannya kaum perempuan. Karena memang kaum perempuan yang paling mendapatkan hikmah dibalik risalah kenabian yang diterima Nabi Muhammad. Selain ketauhidan, inilah makna “dari kegelapan menuju cahaya”
Ketajaman golok juga sebagai pesan penting bahwa Islam yang ramah perempuan harus ditanamkan secara tajam (arrasikhun) hingga menthok, hingga dalam dada, hingga ke hati sanu bari, agar termanifestasi kan dalam kehidupan nyata.
Maka tradisi GGM medianya sajiannya dengan rantang keranjang kecil warna-warni agar memiliki daya tarik bagi anak-anak. Bahan rantang dari bambu dalam bahasa Jawa disebut deling (kendel eling). Menjadi umat Islam harus kendel (berani) menghadapi situasi apapun termasuk menghadapi pandemi. Selalu menjadi pioner solutif. Namun harus tetap eling (ingat) kepada Sang Maha Hidup.
Sementara isinya berupa ketan yang bermakna iketan (ikatan) cinta kasih perlu selalu dibangun dalam membangun relasi dengan Tuhan, sesama manusia dan juga dengan lingkungannya.
Maka yang harus ada dalam tradisi GGM adalah rantang bambu (deling) dan ketan. Karena itu sarana tersebut perlu diperhatikan jangan sampai diganti meskipun inovasi wadah sudah makin modern. Kalau wadah berubah makna juga menjadi berubah. Di samping menghidupkan sumber ekonomi kerakyatan kerajinan bambu dan petani ketan juga sebagai strategi budaya menyampaikan pesan esensi dari tradisi GGM.
Maka para ulama dan auliya dulu memiliki kecerdasan budaya dalam memanfaatkan tradisi sebagai media penguatan sumberdaya manusia dengan visi Islam yang ramah dan santun. Kita perlu mengembangkannya terus sesuai semangat zamannya.
Demikianlah prosesi GGM yang tadi malam diselenggarakan oleh para santri di Pesantren Riset PRISMA Kudus. Meski sederhana insya Allah semoga ada pesan bermakna di tengah wabah. Wabah Corona yang dibarengi dengan keyakinan adanya obat yang sudah disediakan oleh Yang Maha Hidup (eling), maka kepanikan, was-was akan segera sirna, sehingga imunitas akan kuat, corona akan minggat. Insya Allah.