Sedang Membaca
Khutbah Jumat: Syawalan
Noor Sholeh
Penulis Kolom

Penulis pernah mengajar di SMKN 2 Jepara, dan mengabdi di Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Kabupaten Jepara. Pernah juga diamanahi menjadi Ketua MWC NU Kota Jepara. Kolom Khutbah Jumat adalah kumpulan naskah-naskah yang pernah disampaikan oleh almarhum dalam mimbar Jumat. Naskah itu kini diketik ulang supaya bermanfaat dan menjadi amal jariyah yang terus mengalir. Lahu-alfaatihah..

Khutbah Jumat: Syawalan

Kaum muslimin, yang berbahagia..

Hari ini kita masih berada dalam bulan Syawal. Maka gunakanlah kesempatan hari yang baik ini, untuk saling maaf memaafkan di antara kita, terutama pada orang yang sering ketemu, pada sedulur kita, tetangga kita, teman dekat kita, teman kerja kita, dan lain sebagainya.

Karena pada hakikatnya, manusia dalam hidup dan kehidupannya itu adalah tempat investasi kesalahan, lupa, dan dosa. Al-insan mahallul khotho’ wannisyan.

Berhubung, kita ini bukan nabi dan rasul, dan bukan malaikat, maka sudah barang tentu, pasti banyak kesalahan, lupa, dan dosa. Namun kalau nabi dan rasul itu jelas, bahwa semua ucapan dan tingkah lakunya dijaga oleh Allah dan direkso oleh Allah Swt.

Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Najm ayat 3 dan 4.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.

إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Maka menjadi wajar, bila pada kesempatan hari yang baik ini, kita secara haqqul adami minta dihalalkan, dimaafkan, atau dingapuro, atas segala dosa yang telah kita lakukan, agar suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan, yaitu: ‘idul fitri, artinya: kembali pada kejadian, bersih tidak memiliki noda dan dosa dengan sesama manusia.

Maka, pada kesempatan itulah, apabila kita bertemu dengan saudara sesama muslim, kita mengucapkan taqobbalallu minna waminkum, taqobbal ya karim..

Semoga Allah Swt menerima amal kami dan amal kalian semua, kemudian ditambah lagi dengan mengucapkan, minal ‘aidin, setelah kembali dari perang, wal faizin, mendapatkan kemenangan.

Baca juga:  Khutbah Jumat: Jihad Melawan Hoax

Itulah kehebatan ulama dan waliyyullah di Indonesia tempo dulu, yang pandai meramu adanya budaya halal bi halal, sehingga menjadi tradisi keagamaan, yang seharusnya kita uri-uri dan kita langgengkan di mana saja kita berada, baik melalui pertemuan di tingkat RT/RW, di instansi di mana kita bekerja, atau di dalam keluarga kita masing-masing, karena kita menyadari bahwa mayoritas kita itu, wong jowo, orang Indonesia, biasanya kalau kita mempunyai kesalahan haqqul adami, tidak langsung segera minta maaf, akan tetapi kesalahannya itu diimbu, atau disimpan selama satu tahun, setelah itu baru saling maaf memaafkan di antara kita, setelah hari raya Idul Fitri tiba. Itu lebih baik, daripada tidak sama sekali!

Kaum muslimin yang berbahagia

Yang perlu kita perhatikan dalam hidup ini adalah bahwa yang namanya ammaratum bissu’ atau dorongan untuk berbuat jahat, tidak baik, atau kadang-kadang mendominasi diri kita, sewaktu-waktu muncul sifat sombong, takabur dengan sesama manusia, apakah itu namanya: kita merasa lebih mulia,  lebih agung, lebih tinggi, lebih alim, lebih kaya, lebih ganteng, lebih terhormat, lebih terpandang, dan lain sebagainya, sehingga menganggap bahwa orang lain itu lebih hina dan tidak berharga dibanding dengan diri kita, sehingga jarak, komunikasi, hubungan dengan orang yang berada di bawah kita itu, kadang-kadang kurang los, kurang ikhlas dan terlihat kemaki, sombong, gumede, dan terlihat kesan takabur.

Baca juga:  Berdirinya Masjid Kami: Muslim Indonesia di Philadelphia, AS

Kasus ini hampir dimiliki oleh orang-orang yang kurang memahami  dan mengamalkan isi kandungan al-qur’an dan tidak mau memahami dan meniru pola kehidupan Rasulullah Saw untuk umatnya.

Oleh karenanya, marilah kaum muslimin, kita menengok ke belakang tentang asal-usul kita, tentang proses kejadian manusia, di mana manusia diciptakan Allah dari air yang terpancar yang mana bau air tersebut tidak enak, dan dijual pun tidak payu, orang yang melihat air tersebut pun sangat menjijikkan, dan lain sebagainya. Sehingga tidak pantas sama sekali, apabila manusia seperti kita-kita ini memiliki mental sombong, gemede, takabur dengan sesama manusia.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Ath-Thariq ayat 5-8.

فَلْيَنظُرِ ٱلْإِنسَٰنُ مِمَّ خُلِقَ

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?

خُلِقَ مِن مَّآءٍ دَافِقٍ

Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,

يَخْرُجُ مِنۢ بَيْنِ ٱلصُّلْبِ وَٱلتَّرَآئِبِ

Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.

إِنَّهُ عَلَىٰ رَجْعِهِ لَقَادِرٌ

Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).

Oleh karenanya, marilah dalam bulan Syawal, hari yang baik ini, kita jalin keakraban dan persaudaraan dengan tetangga kita, dengan sedulur kita, jangan terputus gara-gara warisan atau yang lainnya, atau dengan teman kerja yang selalu beda pendapat, untuk saling maaf memaafkan, agar tercipta suasana keharmonisan dan saling menyayangi di antara kita.

Baca juga:  Khutbah Jumat: Meniru Kepemimpinan Rasulullah, Tunda Pilkada Serentak

Sebagaimana Rasulullah Saw mengingatkan kita dengan sabdanya.

لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعَ رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

 “Tidak akan masuk surga, orang yang memutus tali silaturrahim.”

Hadis lain menyatakan:

مَنْ اَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barang siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”. [Muttafaq ‘alaih].

Dengan gambaran yang sederhana ini, semoga ada semangat baru untuk selalu berbuat baik dan bersilaturrahim dengan sesama manusia, sekaligus diri kita kalau bisa dan wajib diusahakan untuk dapat bermanfaat bagi orang lain atau lingkungannya.

Khoirunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia itu adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Semoga saja dalam bulan Syawal ini, kita semua dapat kembali suci, bersih kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan, artinya tidak mempunyai dosa dengan Allah maupun dengan sesama manusia, dan kita semua memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat, serta terhindar dari siksa api neraka. Amin Allahhuma Aamiin..

11 Syawal 1427 H, Masjid At-Taqwa.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top