Sedang Membaca
Narasi Rajab (3): Studi Hadis Dhaif di Sekitar Rajab
Muhammad Az-Zamami
Penulis Kolom

Mahasantri Ma'had Aly An-Nur II Malang

Narasi Rajab (3): Studi Hadis Dhaif di Sekitar Rajab

Hadis

Seperti yang dijelaskan di tulisan sebelumnya, Rajab sebagai bulan berkah menjadi ladang untuk beramal. Selain itu, menyebarkan informasi tentang ragam fadhail dianggap sebagai ibadah dan kesenangan tersendiri. Dalam bagian ini, Ibn Hajar mencoba untuk mengambil beberapa sampel hadis lemah yang biasa disebar saat Rajab tiba. Dengan memberikan beberapa komentar, Ibn Hajar membuka kajian dengan sebuah riwayat dari Anas bin Malik;

Diriwayatkan dari Abu al-Hasan bin Aqil Abu-l Farj bin Qudamah mengabarkan bahwa Ahmad bin Abdu-d Daim mengabarkan dari Yahya bin Mahmud bahwa kakek dari Ibunya al-Hafiz Abu-l Qasim al-Yatimi dalam kitabnya at-Targhib wat Tarhib menyampaikan riwayat dari Sulaiman bin Ibrahim dan selainnya bahwa ia menerima berita dari Abu Said an-Naqasy dari Abu Ahmad al-‘Assal dari Jakfar bin Ahmad  Muhammad bin Ismail al-Bukhori dari Ibn al-Mughiroh bin Basam dari Mansur ibn Zaid dari Musa bin Abdullah bin Yazid al-Anshori, bahwa ia mendengar Anas bin Malik ra berkata,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ: رَجَب، أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، مَنْ صَامَ مِنْ رَجَب يَوْمًا سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ

“Di surga ada sebuah sungai, dikenal dengan nama Rajab. Sungai itu lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Siapapun mereka yang berpuasa sehari di Rajab, Allah akan memberikan minum dari air tersebut.”

Seperti itu redaksi yang diriwayatkan oleh Abu Said Muhammad bin Ali bin Umar an-Naqasy al-Hafiz al-Ashbahani dalam kitabnya Fadhlu-s Shiyam.

Selain itu, Abu Syaikh bin Muhammad bin Jakfar al-Hafiz menulis redaksi yang sama dalam kitabnya  dari sanad Jakfar bin Ahmad bin Faris.

Baca juga:  Sudah Wabah, Tertimpa Bencana Pula: Asia Tenggara Abad ke-17

Dalam Fadhailu-l Auqat, Imam Baihaqi menuliskan riwayat tersebut dari jalur Mansur bin Zaid; Dari Musa Ibn Imran.

Dalam Amali Abi Muhammad al-Jauhari, kita mengambil riwayat dari jalur Mansur bin Zaid bin Zaidah al-Asadi dari Musa bin Imran.

Dengan riwayat yang sama jalur Ibn Syahin dalam at-Targib wat Tarhib terdapat beberapa jalur dari al-Hasan bin as-Shabah dari Abdullah bin Abdirrahman bin Mansur bin Zaidah dari Musa bin Imran.

Namun, jalur terakhir tersebut dikomentari oleh Ibn al-Jauzi dalam al-Ilal al-Mutanahiyah dengan, “Beberapa perawi tak dikenal”.

Menurut Ibn Hajar, terdapat beberapa perawi yang perlu dikoreksi statusnya. Diantara perawi tersebut adalah;

  1. Musa bin Imran. Sebelumnya, Ibn Hajar menyangka bahwa Abu Imran adalah nama kuniyahnya
  2. Mansur bin Zaid. Imam Ibn Hajar tidak melihat komentar terkait statusnya dalam Jarh wat Ta’dil, status kecacatan pada perawi. Menurut al-Dzahabi dalam al-Mizan, hadis yang disampaikan melalui Mansur bin Yazid kepada Muhammad bin al-Mughirah tidak diketahui dan tidak benar. Namun, apa yang dikatakan oleh al-Dzahabi tersebut disangkal oleh Ibn Hajar. Menurut beliau, nama perawi tersebut adalah bin Zaid dan bukan bin Yazid.
  3. Muhammad bin al-Mughirah bin Bassam. Menurut Ibn Hajar dengan menukil al-Kamil karangan Ibn ‘Adi, perawi ini mendapat hadis ini dari Ayub bin Suwaid al-Ramli, satu diantara orang yang menurut Ibn Hajar sering memalsukan hadis. Dalam Tsiqat karangan Ibn Hibban dimunculkan jalur lain dari perawi ini, yaitu Ishaq al-Arzaq dan Zaid bin Harun dari Umar bin Sinan dan dari gurunya yang lain. Ibn Hajar menambahkan, guru yang dimaksud tersebut tidak diketahui siapa.
Baca juga:  Johann L. Burckhardt dan Kisah Orang Nusantara di Mekkah pada Awal Abad ke-19 M

Ada jalur lain yang bisa dijadikan pertimbangan untuk status hadis ini;

Dari Abdullah al-Husain bin Fatawaih dari Ubaidillah bin Syunbih dari Saif bin Mubarak dari Umar bin Hamid al-Qadhi dari Katsir bin Salim dari Anas. Banyak status perawi tidak diketahui dari jalur ini.

Selain itu ada hadis lain yang secara esensi berbeda, namun redaksinya tak sama yang disampaikan oleh Said al-Khudri secara marfu’ . Lengkapnya adalah sebagai berikut;

Syekh Abu-l Barakat Hibatullah al-Siqthiy mengabarkan bahwa Abu-l Ghanaim al-Dajaji mendapatkan informasi dari Muhammad bin Abdurrahman al-Dzahabi dari al-Baghawi dari Suwaid dari Yahya bin Abi Zaidah dari Ashim bin Abi Nadhrah dari bapaknya dari Said al-Khudri;

أن في الجنة نهرا يقال له رجب ماؤه الرحيق من شرب منه شربة لم يظمأ بعدها أبدا أعده الله لصوام رجب

“Di surga ada sungai yang dikenal dengan nama Rajab. Airnya sangat segar. Siapapun yang minum sekali, ia tak akan merasakan haus. Sungai itu dijanjikan oleh Allah untuk mereka yang berpuasa Rajab.

Menurut Ibn Hajar, seluruh perawi riwayat tersebut adalah tsiqat, terpercaya kecuali al-Shiqthy. Sebagian ulama memalsukan hadis darinya. Selain itu, Ashim bin Abi Nadrah juga tidak diketahui kebenarannya

Kesimpulannya adalah, kelemahan hadis tersebut ada pada sanad, jalur periwayatan hadis. Kelemahan dari arah sanad tidak membuat matan, redaksi hadis tersebut juga lemah. Dalam diskursus ilmu Musthalahu-l Hadis, kekuatan redaksi hadis tersebut tidak terpengaruh karena bisa jadi ada jalur lain yang lebih kuat. Selain itu, banyaknya jalur hadis tersebut bisa menjadi penguat satu sama lain.

Baca juga:  Sisi Manusiawi Rasulullah Saw (4): Humor dan Tawa Nabi

Sekian.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top