Ibnu Rusyd, melalui karya agungnya, Bidayah Mujtahid berucap, “Dinamika kehidupan silih berganti, sedang teks-teks agama telah terhenti. Maka, absurd ketika sesuatu yang stagnan, bisa berjalan seiringan dengan yang terus berubah.”
Begitulah Ibnu Rusyd, ketika menggambarkan posisi khazanah Islam dihadapan fenomena yang terus berjalan. Beliau sadar, semua masalah belum selesai dibahas secara “langsung” oleh teks-teks agama. Perlu adanya variasi cara sehingga teks-teks tersebut tetap eksis, menghadapi dinamika yang semakin berubah drastis.
Selanjutnya, kondisi di atas mendapat respon dari banyak ulama, untuk kemudian memperhatikan kajian Ushul Fikih secara lebih intensif. Mereka sadar, pengembangan Ushul Fikih sangat diperlukan, sehingga teks-teks agama akan senantiasa relevan menjawab problematika yang belum ada jawabannya.
Ilmu Ushul Fikih
Secara sederhana, Ilmu Ushul Fikih berarti pengetahuan seputar kaidah-kaidah dan ragam pembahasan sebagai alat dalam memahami hukum Islam melalui beberapa dalil. Demikianlah Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan ilmu Ushul Fikih, melalui buku bertajuk Ilmu Ushul Fikih, salah satu mahakaryanya.
Abdul menjelaskan, topik kajian Ushul Fikih berisi kaidah-kaidah dan beberapa pembahasan. Misal kaidah, “Perintah untuk melakukan pekerjaan, berarti menstatusi wajib bagi pekerjaan tersebut.” Misal pembahasan, “Qiyas (analogi) adalah salah satu rujukan utama dalam memunculkan suatu hukum.”
Kiranya aplikasi berikut bisa memberi gambaran sederhana mengenai Ushul Fikih. Satu ayat menyatakan,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji!” (QS. al-Maidah: 01).
Pada ayat tersebut, terdapat perintah Allah Swt, yakni “penuhilah.” Kemudian, ada kaidah Ushul Fikih, “Perintah untuk melakukan pekerjaan, berarti menstatusi wajib bagi pekerjaan tersebut.” Setelah itu, kaidah tersebut dikaitkan dengan perintah Allah di atas, sehingga disimpulkan, “Hukum memenuhi janji-janji itu wajib.”
Jadi, posisi ilmu Ushul Fikih adalah sebagai metode dalam memahami kesimpulan hukum dari beberapa dalil yang ada. Dengan posisi itu, menjadikan Ushul Fikih sebagai ilmu “vital” dalam memahami teks-teks agama dengan cara yang lebih bervariasi, dengan tetap memperhatikan asas-asas yang sudah disepakati.
Alasan Kenapa Harus Mempelajari Ushul Fikih
Abdul melanjutkan, ada beberapa alasan kenapa ilmu Ushul Fikih memang perlu mendapat perhatian. Salah satunya, “Dengan memahami kaidah-kaidah dan pembahasan Ushul Fikih, hukum terhadap beberapa dinamika yang belum mendapat jawabannya bisa dimunculkan.”
Untuk lebih memahami pernyataan Abdul di atas, kiranya aplikasi di bawah ini bisa menawarkan jawabannya.
Di dalam al-Quran dijelaskan,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلخَمرُ وَٱلمَيسِرُ وَٱلأَنصَابُ وَٱلأَزلَٰمُ رِجس مِّن عَمَلِ ٱلشَّيطَٰنِ فَٱجتَنِبُوهُ لَعَلَّكُم تُفلِحُونَ
“Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Jauhilah itu agar kamu beruntung.” (QS. al-Maidah: 90).
Secara eksplisit, Allah hanya menyebut “khamr.” Lantas, bagaimana dengan hukum minuman keras lain, semisal, Wine, Bir, Vodka dan beberapa macam minuman memabukkan lainnya? Menimbang, mereka tidak disebutkan secara langsung di dalam al-Quran atau al-Hadis.
Untuk menyikapi hal di atas, Qiyas (analogi) muncul. Sederhananya, ia berarti menyamakan sesuatu yang sudah ada dalilnya, dengan yang tidak ada dalilnya, dari segi hukum, menimbang adanya “illat” (penanda hukum) yang sama di antara keduanya. Qiyas menjadi salah satu pembahasan Ushul Fikih yang sangat penting.
Dalam konteks di atas, “illat” yang ditemukan pada khamr adalah memabukkan. Jadi, dipahami bahwa setiap yang memabukkan itu haram. Wine, Bir, Vodka itu memabukkan. Setiap yang memabukkan itu haram. Maka bisa diambil kesimpulan hukum, bahwa “Wine, Bir, Vodka itu haram.”
Aplikasi model di atas sangat penting digunakan dalam menjawab masalah-masalah hari ini. Banyak masalah sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd di atas, tidak terjawab dengan teks-teks agama yang sudah lama stagnan. Di sinilah kemudian posisi Ushul Fikih sangat perlu mendapat perhatian. Sehingga khazanah Islam akan senantiasa eksis, dengan silih bergantinya zaman.