Ucapan talbiyah merupakan bentuk syiar dari ibadah haji atau umrah. Meski hukumnya sunah, bacaan ini tidak pernah lepas dari bibir orang yang datang ke rumah Allah. Banyak orang yang bergetar hatinya saat bibirnya membaca kalimat satu ini. Bagaimana hati tidak bergetar, saat sekian lama ia dipanggil Allah, dan pada akhirnya mampu memenuhinya. Mereka membayangkan bagaimana Allah membalas talbiyah mereka dengan jawaban yang indah, labbaika wa sa’daika (Aku juga memenuhi panggilan kalian, Aku memenuhi panggilan kalian).
Namun, dalam kasusnya, beberapa wali dan ulama lebih bergetar dan merinding saat dia berada dalam kebimbangan; antara talbiyahnya dijawab atau tidak. Entah karena faktor yang terjadi saat berhaji seperti tidak khusyu’ atau faktor di luar haji seperti masih ada hak atau kedzaliman yang belum diselesaikan. Kekhawatiran, ketakutan ini membuat bibir mereka tak mampu melantunkan “labbaika Allahumma labbaik”
Ketakutan semacam ini pernah dialami oleh Ali bin Husain ra. Karena takut panggilannya tak terjawab Allah, cicit Baginda Nabi ini sampai tidak mampu membaca talbiyah. Kisahnya ditulis oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Ia menuturkan bahwa Sufyan bin Uyainah berkata:
“Ali bin Husain ra pernah melaksanakan haji. Saat sudah berihram dan berdiri di kendaraan tiba-tiba wajahnya pucat. Sangat pucat. Tubuhnya bergetar. Oleh karena itu, ia tidak mampu membaca talbiyah.
“Kenapa engkau tidak membaca talbiyah?” Tanya seseorang.
“Aku takut kalau dikatakan padaku la labbaik wa la sa’daik (Aku tidak bisa memenuhi panggilanmu).”
Setelah itu, Ali mencoba membaca. Namun, saat ia membaca talbiyah, seketika langsung terpingsan dan jatuh dari kendaraannya. Kejadian itu terus terjadi sampai ia merampungkan hajinya.
Imam Ali bin Husain adalah cicit dari Baginda Nabi Saw. Ia dikenal dengan Ali Zainal Abidin. Ia adalah seorang yang gemar ibadah, mempunyai sifat wirai, dan alim di bidang fikih. Namun, dengan berbagai sifat mulianya, Abu Muhammad masih takut akan tidak diterima talbiyahnya.
Kejadian serupa juga dialami oleh cucu Ali Zainal Abidin. Namanya Ja’far bin Muhamma atau dikenal dengan Ja’far Shadiq. Dalam buku “Dahsyatnya Umrah”, Dr. Khalid Syadi menyebutkan:
“Saat Ja’far berhaji dan membaca talbiyah, tiba-tiba air matanya bercucur deras.
“Apa yang terjadi dengan dirimu, wahai cicit Rasulullah?” Tanya seseorang.
“Aku ingin bertalbiyah, namun takut mendengar bahwa talbiyahku tidak terjawab.”
Selain dua cicit Kanjeng Nabi, ada kisah lain dari Ahmad bin Ali al-Hawari.
“Aku pernah berhaji bersama Abu Sulaiman al-Darani. Saat sudah berihram dan berjalan satu mil, ia tidak bisa membaca talbiyah. Setelah membaca talbiyah, ia tergeletak, pingsan. Setelah sadar, ia berkata, “Hai Ahmad, Allah Swt telah memberi wahyu kepada Musa as, perintahlah orang-orang Bani Israil yang berbuat dzalim agar menyedikitkan berdzikir (menyebut) ku, karena aku akan menyebutkan orang yang berdzikir kepadaku dari mereka dengan laknat. Celaka wahai Ahmad, telah sampai kepadaku bahwa orang yang berhaji dari harta yang tidak halal, maka Allah menjawab la labbaik wa la sa’daik, maka aku tidak merasa aman dari jawaban Allah ini.”
Demikian adalah beberapa kisah orang-orang tidak mampu membaca talbiyah. Mereka adalah orang mulia yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah, suka melaksanakan hak Allah dan sesama makhluk, dan sukar berbuat dzalim. Kendati demikian, mereka tetap khawatir panggilan mereka tidak terjawab. Semoga kita bisa mencontoh sifat-sifat mereka. (RM)