Sedang Membaca
Diaspora Santri (9): Djauhari Oratmangun: NU Berperan Signifikan dalam Diplomasi Internasional
Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Diaspora Santri (9): Djauhari Oratmangun: NU Berperan Signifikan dalam Diplomasi Internasional

Djauhari Oratmangun

 

Saat ini, di tengah perubahan lanskap politik dan ekonomi global, peran diplomasi tidak hanya dimainkan pemerintah melalui unit-unit khususnya. Namun, kontribusi organisasi muslim semisal Nahdlatul Ulama juga signifikan untuk melengkapi pendekatan diplomatik pemerintah Indonesia di level internasional. Apalagi, di tengah meluasnya konsep diplomasi Islam sebagai ‘soft power’ yang dimainkan negara-negara besar dalam kontestasi global, peran NU sebagai ormas muslim terbesar menjadi penting.

Mengulas hal itu, Munawir Aziz, Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, melangsungkan wawancara dengan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merangkap Mongolia, H.E. Djauhari Oratmangun. Wawancara dilakukan pada 21 Oktober 2020. Dalam wawancara ini, relasi diplomatik Indonesia-China serta isu terkait muslim Uighur di Xinjiang, juga dianalisis oleh Duta Besar Djauhari Oratmangun.

Bagaimana Bapak melihat diplomasi Indonesia dan RRT saat ini? Apa tantangan terbesar dan peluangnya?

Pada tahun 2020 ini, yang merupakan tahun ke-70 hubungan diplomatik antara Indonesia dan RRT, kedua negara terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi, baik pada aspek bilateral maupun aspek multilateral. Tantangan yang ada, pasti lebih kepada bagaimana menjaga kompleksitas hubungan bilateral dan multidimensional ketika ada perbedaan posisi maupun pendapat. Tentunya, kedua negara mengutamakan jalur komunikasi dan negosiasi di berbagai bidang. Selain itu, menjaga persepsi positif hubungan kedua negara, bagi masyarakat juga merupakan suatu tantangan tersendiri dan terus diantisipasi oleh kedua negara.

Saya kira komunikasi intens yang dilakukan kedua negara di berbagai tingkatan, pada tingkat kepala negara, tingkat pejabat tinggi negara, maupun di tangkat teknis, akan membuat kedua negara dapat mengatasi perbedaan pandangan baik terkait isu bilateral, maupun isu regional dan internasional dengan relatif lebih mudah.

Misalnya, di forum multilateral seperti di dewan keamanan PBB, di mana RRT menjadi anggota tetap dan Indonesia menjadi anggota tidak tetap. Saat ini, kedua negara terus melakukan komunikasi terkait isu-isu yang dibahas. RRT saat ini juga aktif berupaya mengisi kekosongan kepemimpinan global terutama di bidang perubahan iklim, UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), keamanan data, global initiative on data security, gerakan anti korupsi juga melalui program Belt and Road Initiative serta terus melaporkan perkembangan pandemi Covid-19 di WHO (World Health Organization).

RRT telah menandatangi kesepakatan dengan GAVI pada 8 Oktober, untuk secara resmi bergabung dengan COVAX, sebuah platform global yang mendukung riset, pengembangan serta pembuatan kandidat vaksin Covid-19. Nah, pada konteks ini kita terus melakukan koordinasi pada tingkat regional, Indonesia dan RRT berperan aktif bekerjasama mencari peluang dengan negara ASEAN lainnya dalam penguatan kerangka Kerjasama melalui ASEAN Chinese Center yang berpusat di Beijing. Selain itu juga berkoordinasi hasil keputusan pemimpin negara-negara ACC (ASEAN Coordinationg Council) sebagai inter-governmental organization tentunya berperan penting sebagai salah satu forum guna memperkuat sosialisasi global agar terus relevan dengan perkembangan yang ada di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations)

Baca juga:  Lucknow, Kota Toleransi Hindu-Muslim di India

Dalam kaitan dengan pandemi, RRT sedang memperjuangkan akses dan distribusi vaksin, agar menjadi global public goods. RRT juga memprioritaskan negara ASEAN sebagai penerima vaksin pertama di kawasan.

Terkait diplomasi ekonomi yang jadi amanat dari Presiden Jokowi, bagaimana respon Kemenlu? Apa program-program dan strategi dari KBRI Beijing terkait diplomasi ekonomi?

Saya kira sudah pasti ada program-program. Namun demikian, Kementerian Luar Negeri tentunya akan terus mendukung program pemerintah Indonesia, khususnya terkait diplomasi ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Nah, Indonesia dan Tiongkok memiliki hubungan yang sangat dekat,dan tergambar dari intens-nya perdagangan, investasi dan pariwisata. Sebagai contoh misalnya, pada 2019, Tiongkok merupakan mitra dagang dan ekspor terbesar di Indonesia. Selain itu, Tiongkok juga menjadi investor kedua terbesar di Indonesia setelah Singapore, serta sumber investasi asing terbesar di Indonesia.

Di lain pihak, Indonesia menempati urutan ke-14 eksportir terbesar ke Tiongkok, itu untuk seluruh dunia. Nah, di tahun 2019, volume perdagangan kedua negara itu mencapai di atas 72 miliar USD. Dan, investasi dari Tiongkok ke Indonesia naik 95,6 % yang berjumlah 4,7 miliar USD. Jumlah wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia, sekitar 2,1 juta orang. Tiga hal inilah yang akan berkontribusi sebagai penggerak ekonomi Indonesia. Salah satu yang kita tambahkan juga adalah kerjasama di bidang digital economy.

Nah, pada periode Januari hingga Agustus 2020, total volume perdagangan Indonesia dan Tiongkok, sudah 48,7 miliar USD. Jadi, total eksport Indonesia ke Tiongkok pada periode tersebut, yakni 23,3 miliar USD, atau tumbuh 6,4 persen dibandingkan dengan nilai eksport pada periode yang sama pada tahun 2019.

Sementara nilai import Indonesia dari Tiongkok pada periode itu, menurun sekitar 11,8 persen dibandingkan dengan tahun lalu periode yang sama yang berjumlah 25,4 miliar. Jadi, ada penurunan dalam tingkat defisit. Kalau tren ini bergerak ke arah tersebut, saya kira akan baik bagi Indonesia. Ada penurunan defisit sampai Agustus 2020, sebesar 69,2 persen. Nah, sementara itu, di bidang investasi, pada semester I 2020, Tiongkok merupakan investor kedua terbesar di Indonesia setelah Singapore. Kenaikan di bidang investasi Tiongkok ke Indonesia sebesar 9 % dari USD 2,2 miliar pada semester I 2019, menjadi 2,4 miliar pada semester I 2020.

Ingat, bahwa kenaikan investasi di tahun 2019 itu 95,6 persen. Kalau Tiongkok ditambah dengan Hong Kong yang jumlah investasinya sampai dengan akhir Juli, atau semester I sebesar 1,7 miliar USD, maka Tiongkok dan Hong Kong sudah menjadi investor terbesar di Indonesia.

Nah, prioritas berikutnya karena sekarang pada masa pandemi Covid-19, yakni diplomasi di bidang alat kesehatan dan di bidang vaksin itu juga dilakukan oleh KBRI dengan berbicara dengan produsen-produsen alat-alat Kesehatan di Tiongkok untuk bekerjasama dengan Indonesia. Kami juga berbicara dengan investor-investor yang akan menyumbang alat Kesehatan ke Indonesia, dan itu sudah dilakukan pada periode Maret sampai dengan Mei yang lalu. Kerjasama vaksin juga sudah dilakukan dan kita sangat berharap bahwa dengan vaksin ini, maka akan menggerakkan ekonomi kita di tahun 2021.

Baca juga:  Aksi Biadab! Dua Tewas dan 13 Orang Luka akibat Bom di Gereja Surabaya

Nah, pada masa sebelum Covid, kita sangat aktif melakukan dan memfasilitasi kegiatan dan forum bisnis TTI (Trade, Tourism and Investment) di berbagai wilayah di Indonesia, juga termasuk roadshow kunjungan bisnis para pengusaha RRT ke Indonesia. Saat ini, ekonomi di Tiongkok sudah mulai menggeliat lagi, kami pun mulai melakukan promosi-promosi, baik secara daring maupun menjual produk-produk Indonesia di berbagai market place yang ada di Tiongkok.

Nah, itulah yang kami lakukan saat ini. Mudah-mudahan itu terefleksikan dalam angka-angka, baik itu angka eksport kita, angka-angka investasi dari Tiongkok ke Indonesia, maupun angka-angka di bidang kunjungan wisatawan Tiongkok ke Indonesia pasca Covid-19. Kita juga meningkatkan kerjasama di bidang digital economy. Kontribusi digital economy Tiongkok terhadap GDP itu sudah mencapai 30%. Di Indonesia, sudah 3 %. Nah, kita diprediksi pada tahun 2025, akan menjadi pemain digital ekonomi terbesar di ASEAN.

Pak Dubes, saya membaca terkait kunjungan beberapa tokoh NU, Muhammadiyah dan beberapa ormas serta jurnalis ke Xinjiang, bagaimana kisahnya? Apa yang bisa diceritakan untuk publik Indonesia saat ini?

Terkait ini, banyak tulisan karya jurnalis maupun para tokoh yang berkunjung Xinjiang. Saya sendiri berkunjung ke Xinjiang pada bulan November 2018, menyampaikan kepada pemerintah Tiongkok, ada baiknya juga mengundang tokoh-tokoh agama, dari MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, tokoh pemuda maupun para pimpinan redaksi media dari Indonesia.

Delegasi kemasyarakatan Islam Indonesia juga berkunjung ke Beijing dan daerah otonomi Uighur di Xinjiang, Tiongkok, pada tahun 2019. Kunjungan dilakukan atas undangan pemerintah RRT, dengan delegasi perwakilan dari MUI, PB Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Delegasi ini turut didampingi jurnalis dari Indonesia, serta pejabat-pejabat KBRI.

Selama di Beijing, delegasi mengadakan dengan Islamic Association of China dan berkunjung ke beberapa masjid. Sedangkan di Xinjiang, delegasi bersilaturahmi dengan Xinjiang Islamic Institute, Gubernur Xinjiang, serta berkunjung ke masjid-masjid di kawasan vocational education and training program di Hotan dan Kasghar, berbagai museum, pabrik dan beberapa keluarga di pedesaan di Kasghar.

Tentunya, tujuan utama kunjungan, untuk menjalin Kerjasama antara organisasi kemasyarakatan Islam Indonesia, dengan organisasi kemasyarakatan Islam Tiongkok, serta pemerintah daerah otonomi Uighur Xinjiang. Selain itu, menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat di Xinjiang, agar dapat memberikan informasi yang mencerahkan atau berimbang bagi publik Indonesia. Dan seperti sudah dimuat di berbagai media, juga penjelasan-penjelasan oleh delegasi yang berkunjung ke Xinjiang, saya kira ini menjadi penting untuk masyarakat kita.

Baca juga:  KUPI dan Gerakan Ulama Perempuan di Indonesia

Lalu, bagaimana Bapak melihat peran diplomasi perdamaian dari Nahdlatul Ulama? Khususnya dalam konteks diplomasi internasional, bagaimana sinergi NU, Muhammadiyah serta ormas Islam dengan Pemerintah Indonesia untuk membangun diplomasi?

Saya kira dalam konteks diplomasi modern itu sudah bukan lagi monopoli Kementerian Luar Negeri. Kita melakukan multi-approach diplomacy. Jadi semua itu memainkan peran untuk memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat internasional, ikut berkontribusi sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945, ikut berkontribusi terhadap perdamaian dunia.

Nah, itulah yang saya kira dilakukan oleh organisasi seperti Nahdlatul Ulama dalam konteks diplomasi internasional. Sebagai organiasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, yang memiliki banyak cabang kepengurusan baik di dalam negeri maupun cabang istimewa di luar negeri, tentunya termasuk Tiongkok. Saya berkomunikasi sangat intensif dengan teman-teman dari PCINU Tiongkok.

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan organisasi terbesar di Indonesia. Mereka merepresentasikan kebhinekaan, inilah Islam Indonesia. Dan kita mengetahui, bahwa sejak kemerdekaan republik Indonesia, ormas Islam Indonesia telah turut berperan dan berkiprah dalam pembangunan bangsa Indonesia, baik melalui jalur politik, Pendidikan maupun kegiatan sosial kemasyarakatan, sesuai dengan visinya untuk membangun bangsa yang besar ini, bangsa Indonesia.

Nah, upaya-upaya yang dilakukan oleh ormas Islam Indonesia, dalam rangka membangun dan mencerdaskan bangsa melalui pendidikan dan dakwah, penting diapresiasi.

Saat ini, pemerintah RRT gencar menjalin Kerjasama dengan RI, terutama di bidang Pendidikan melalui pemberian beasiswa kepada mahasiswa Indonesia berprestasi untuk menempuh Pendidikan di pelbagai perguruan tinggi di Tiongkok. Saya melihat juga dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah RRT tampak terus menggalang Kerjasama dan persahabatan yang erat dengan organisasi-organisasi sosial keagamaan, termasuk dengan ormas Islam di Indonesia dalam konteks ini juga dengan NU.

Hal ini, akan membangun citra positif, terkait kondisi hubungan antar dua negara. Keberadaan ormas Islam di Indonesia, termasuk NU, dapat menjadi wadah bagi muslim Indonesia pada umumnya di Tiongkok juga, untuk mengembangkan diri dan mendukung diplomasi Indonesia, dengan memberikan persepsi dan citra positif, bahwa umat Islam Indonesia itu moderat, cinta damai dan bersahabat dengan bangsa lain.

Pesan-pesan seperti inilah yang bisa dikemukakan dengan sangat baik, dengan contoh oleh Nahdlatul Ulama dan ormas-ormas Islam lainnya. Saya tahu persis, bahwa NU telah menyelenggarakan berbagai event-event internasional di Indonesia dengan partisipasi internasional. Selain itu, Nahdlatul Ulama dan ormas lainnya, juga berpartisipasi pada konferensi-konferensi internasional lain, karena mereka pun ingin mendapatkan gambaran mengenai Indonesia dari ormas-ormas yang ada di Indonesia. Dalam konteks inilah, saya kira peran NU sangat signifikan [].

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top