Ahmad bin Abi al-Hawari, sufi yang domisili di Baghdad. Terlahir dari keluarga yang melakoni laku zuhud dan wara’. Saudaranya bernama Muhammad bin Abi al-Hawari, bapaknya bernama Abu al-Hawari dan anaknya bernama Abdullah bin Ahmad bin Abi al-Hawari. Ahmad bin Abi al-Hawari meninggal sekitar tahun tahun 230 Hijriyah.
Berikut ini adagium masyhur yang pernah Ahmad bin Abi al-Hawari katakan;
مَنْ نَظَرَ إلى الدُّنْيَا نَظَرَ إرادَةٍ وَحُبٍّ لَهَا، أخْرَجَ اللهُ نُوْرَ اليَقِيْنِ وَالزُّهْدِ مِنْ قَلْبِهِ
(Man nazara ila ad-dunya nazara iradatin wa hubbin lahaa, akhrajallahu nura al-yaqini wa az-zuhdi min qalbihi)
“Barangsiapa melihat dunia dengan pandangan penuh hasrat dan kecintaan kepada dunia, maka Allah akan menguluarkan cahaya keyakinan dan kezuhudan dari hatinya.”
Sebuah perlakuan aneh terhadap buku-buku pernah Ahmad bin Abi al-Hawari lakukan, di mana pada saat itu ia membuang buku-buku yang ia miliki. Kisah ini diriwayatkan dari Muhammad bin Husain bin Musa dari Muhammad bin Ja’far bin Mathar dari Ibrahim bin Yusuf di dalam Hilyatul Auliya’;
Suatu ketika Ahmad bin Abi al-Hawari membuang buku-buku yang ia miliki. Sambil tetap melemparkan bukunya, Ahmad bin Abi al-Hawari terus saja ngomel, “Sebaik-baik petunjuk adalah kamu (buku-buku), namun kini aku sudah wushul (sampai kepada Allah), maka mustahil jika aku tetap saja sibuk denganmu (buku-buku).”
Pada riwayat yang lain, Ahmad bin Abi al-Hawari tidak lagi sekedar membuang bukunya, melainkan menenggelamkan koleksi bukunya dan beberapa catatan yang ia miliki ke laut.
Dikisahkan bahwa Ahmad bin Abi al-Hawari telah menuntut ilmu serta menempuh laku sebagai salik (laku disiplin spiritual) selama tiga puluh tahun. Ketika Ahmad bin Abi al-Hawari sudah sampai pada tujuannya (Allah), dia lalu membawa buku-bukunya ke laut, dan lantas menenggelamkannya.
Sembil terus menenggelamkan bukunya, Ahmad bin Abi al-Hawari berkata, “Wahai ilmu, aku melakukan ini kepadamu bukan karena aku menghinamu dan meremehkan hakmu, akan tetapi, dulu aku menuntumu agar aku memperoleh petunjuk menuju Tuhanku, lalu ketika aku sudah memperoleh petunjuk melaluimu menuju –wushul– pada Tuhanku, maka aku sudah tidak membutuhkanmu lagi.” Wallahu A’lam