Al-Hakim al-Tirmizi, nama lengkapnya Muhammad bin Ali al-Hakim. Sematan al-Tirmizi di belakang namanya dinisbatkan pada tempat kelahirannya, Tirmiz. Sementara sematan al-Hakim tersebab sufi ini Mukasyafan li-l-asrāri wa-l-hikami (tersingkapnya rahasia atasnya, serta bijaksana). Hakim al-Tirmizi lahir pada awal abad ketiga Hijriyah. Tentang biografinya tidak banyak yang mengulasnya secara lengkap. Beberapa sumber menyebutkan, Hakim al-Tirmizi berkawan dan hidup sezaman dengan Abu Turab al-Nakhsyabi, Ahmad bin al-Khadrawaih, dan Ibnu Jalla’.
Fariduddin al-Atthar dalam Tazkirat al-Auliya’ menceritakan, bahwa mulanya orang-orang Tirmiz tidak ada yang faham dengan setiap perkataan al-Hakim al-Tirmizi, itulah sebabnya ia ingin sekali hijrah, berkelana untuk menuntut ilmu, agar orang-orang Tirmiz mampu mencerna, memahami setiap perkataan al-Hakim al-Tirmizi.
Al-Hakim al-Tirmizi beserta dua sahabatnya sudah siap untuk berkelana menuntut ilmu. Sementara itu, jika al-Hakim al-Tirmizi jadi berangkat, maka ibunya yang sudah tua renta harus hidup sendirian untuk menyambung kehidupannya sehari-hari. Padahal, setiap hari al-Hakim al-Tirmizi lah yang mengurusi segala keperluan sang ibu.
“Wahai anakku, kamu yakin ingin meninggalkanku? Sementara kau tahu kondisiku seperti ini,” tutur ibu al-Hakim al-Tirmizi.
Perkataan ibunya membuat al-Hakim al-Tirmizi gamang, seolah sang ibu tak menghendaki kepergiannya. Dengan berat hati, dan tak ingin membuat ibunya kecewa, al-Hakim al-Tirmizi mengurungkan niat untuk berkelana menimba ilmu bersama dua sahabatnya. Al-Hakim al-Tirmizi memilih untuk tetap di Tirmiz menemani sang ibu, sementara kedua sahabatnya meninggalkan al-Hakim al-Tirmizi untuk menimba ilmu.
Lima bulan selepas keberangkatan dua sahabatnya menimba ilmu, al-Hakim al-Tirmizi sering terlihat termenung, hingga suatu hari, ia duduk termenung di sebuah komplek pemakaman dan lantas ia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya yang tak bisa berkelana untuk menuntut ilmu.
“Tamatlah riwayatku, sahabat-sahabatku pasti sudah menjadi orang alim di sana, sementara aku di sini meratapi rasa sesal, dan tetap bodoh,” gumam al-Hakim al-Tirmizi dalam hati.
Tanpa disangka, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang sudah cukup sepuh dengan raut wajah bahagia nan berseri.
“Kenapa kau menangis?” tanya laki-laki misterius itu kepada al-Hakim al-Tirmizi.
Al-Hakim al-Tirmizi lalu menceritakan segenap keluh kesahnya serta keinginannya untuk mengembara menuntut ilmu, namun keinginannya itu urung, karena ia lebih memilih merawat ibunya.
“Kalau begitu, kau datang saja ke komplek pemakaman ini setiap hari! Aku akan mengajarimu sedikit dari ilmuku,” tutur laki-laki misterius itu kepada al-Hakim al-Tirmizi.
Al-Hakim al-Tirmizi tertarik pada tawaran laki-laki misterius itu, ia tekun sekali menimba ilmu dari laki-laki itu. Dikatakan, bahwa al-Hakim al-Tirmizi menimba ilmu kepada laki-laki itu selama tiga tahun. Laki-laki misterius itu lalu berterus terang, bahwa ia sebenarnya nabi Khidir As.
“Wahai al-Hakim al-Tirmizi, ketahuilah! Kau mendapat kesempatan belajar kepadaku tak lain karena berkah doa dari ibumu,” tutur nabi Khidir As.
Diceritakan dari Abu Bakar al-Warraq, salah satu murid al-Hakim al-Tirmizi, bahwa nabi Khidir kerap berkunjung kepada al-Hakim al-Tirmizi, begitupun juga al-Hakim al-Tirmizi, ia kerap mengunjungi nabi Khidir As.
Kisah ini tak lantas menjadikan nabi Khidir sebagai guru tunggal dari al-Hakim al-Tirmizi. Selain berkawan dengan Abu Turab al-Nakhsyabi, Ahmad bin al-Khadrawaih, Ibnu Jalla’, dan Yahya bin Muadz al-Razi, al-Hakim al-Tirmizi juga berguru pada kawan-kawannya itu tadi.
Pada kisah yang lain, al-Hakim al-Tirmizi pernah bercerita tentang nabi Adam yang memakan anak iblis yang bernama “Khannas”. Kisah ini diinformasikan Fariduddin al-Atthar dalam Tazkirat al-Auliya’ saat menceritakan kisah-kisah al-Hakim al-Tirmizi.
“Waspadalah kalian pada setan yang bersemayam dalam dirimu,” tutur al-Hakim al-Tirmizi.
Al-Hakim al-Tirmizi lalu bercerita, dulu, setelah Adam dan Hawa bertemu di bumi dan taubatnya diterima keduanya hidup bersama. Suatu hari, Adam meninggalkan Hawa seorang diri karena sesuatu keperluan. Tiba-tiba Iblis beserta “Khannas” yang tak lain adalah anaknya, datang menghampiri Hawa.
“Aku harus pergi untuk sebuah urusan yang begitu penting, tolonglah jaga anakku hingga aku kembali nanti” tutur Iblis kepada Hawa.
Hawa menerima “Khannas” dan si Iblis pun pergi. Selepas Iblis pergi, tak disangka nabi Adam datang, dan langsung bertanya kepada Hawa, “Siapa anak ini?”
“Dia adalah Khannas, anak Iblis. Iblis menitipkannya kepadaku dan akan mengambilnya ketika ia kembali,” tutur Hawa.
Mendengar penjelasan Hawa, nabi Adam pun geram. Dengan sangat marah anak Iblis itu dibunuh oleh Adam. Khannas dimutilasi, dan setiap potongan tubuhnya digantungkannya pada dahan. Setelah itu pergilah Adam. Tidak lama kemudian Iblis datang.
“Di manakah anakku?” tanya Iblis kepada Hawa.
Hawa lantas menceritakan apa yang telah terjadi. Mendengar cerita Hawa, Iblis lantas memanggil nama anakanya. Atas izin Allah, tubuh anaknya yang termutilasi lalu terkumpul menjadi satu dan hidup kembali. Anak itu lalu berlari menhampiri Iblis.
Pada kesempatan yang lain, Iblis menitipkan anaknya lagi kepada Hawa. Hawa sebenarnya sudah menolak permintaan Iblis, namun karena Iblis memohon-mohon dengan begitu gigih, akhirnya Hawa mengiyakan permintaan Iblis. Dan kejadian serupa pun terulang.
Adam pulang dan lantas membunuh anak Iblis itu untuk kedua kalinya. Mayat anak Iblis itu lalu dibakar dan sebagian abunya dihempaskan ke udara, sementara sebagian abu yang lain dibuangnya ke air. Ketika nabi Adam pergi, Iblis kembali mendatangi Hawa dan lantas menanyakan keberadaan anaknya.
Lagi-lagi Hawa menceritakan apa yang telah terjadi. Mendengar cerita Hawa, Iblis lantas memanggil nama anakanya. Atas izin Allah, tubuh anaknya yang tebakar dan abunya dihempaskan ke udara dan air lalu terkumpul menjadi satu dan hidup kembali. Anak itu lalu berlari menhampiri Iblis. Iblis dan Khannas, anaknya, lalu pergi.
Selang beberapa hari Iblis mendatangi Hawa. Kedatangan Iblis yang ketiga kali ini dengan membawa seekor kambing. Kambing itu rupanya Khannas, si anak Iblis yang sengaja wujudnya diserupakan menjadi kambing. Ini di luar sepengetahuan nabi Adam dan Hawa. Iblis lalu menitipkan kambingnya kepada Hawa. Sepeninggal Iblis pergi, nabi adam lalu datang dan bertanya kepada Hawa, Kambing milik siapa yang dititipkan kepadanya.
Hawa pun menceritakan kepada Adam bahwa itu kambing yang dititipkan Iblis kepadanya. Mendengar penjelasan itu, nabi Adam lalu murka.
“Kenapa kau tak menghiraukan kata-kataku untuk menjauhi Iblis, kini kau malah menerima titipan darinya. Kau tahu kalau Iblis itu musuh, namun kenapa engkau tertipu dan menuruti permintaannya,” ucap nabi Adam dengan agak meninggi.
Selepas nabi Adam memarahi Hawa, beliau lantas menyembelih kambing itu dan memasaknya. Keduanya, Adam dan Hawa lalu menyantapnya bersama-sama. Mengetahui keduanya memakan kambing, yang sejatinya adalah Khannas, Iblis lalu mendatangi Adam dan Hawa dengan wajah yang begitu gembira.
“Akhirnya tujuanku tercapai juga, inilah yang kutunggu, Khannas mendapat tempat di dalam tubuh kalian,” ucap Iblis dengan begitu senangnya.
Waba’du, berhati-hatilah akan yuwaswisu (bisikan) Khannas–yang bersemayam dalam diri setiap manusia– baik Khannas dari golongan jin maupun manusia, karena Khannas yang terdekat dan nyaris tak berjarak adalah yang bersemayam dalam diri kita sendiri. Wallahu A’lam.