Abu al-Abbas al-Qaṣṣab (314-424 H), nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim al-Qaṣṣab al-Amoli. Sematan al-Qaṣṣab dinisbatkan pada profesi Abu al-Abbas, Qaṣṣab, jagal (tukang sembelih). Catatan Fariduddin al-Aṭṭar dalam Tazkirat al-Auliya’ menginformasikan, selain menjadi tukang jagal, Abu al-Abbas juga menjual daging hasil sembelihannya. Sementara itu, sematan al-Amoli dinisbatkan pada daerah asal Abu al-Abbas, Amoli, kota terbesar kedua di Tabaristan.
Dalam catatan kaki Kasyfu al-Mahjub, dikatakan Abu al-Abbas merupakan murid dari Abu Muhammad al-Jariri, selain itu Abu al-Abbas juga dikenal sebagai mursyid dari Abu Sa’id bin Abu al-Khair. Abu Sa’id bin Abu al-Khair berguru kepada Abu al-Abbas setelah wafatnya Abu al-Fadal al-Sarkhosi, yang tak lain merupakan mursyid pertama dari Abu Sa’id bin Abu al-Khair. Abu al-Abbas al-Qaṣṣab menghembuskan nafas terakhirnya diujung Abad keempat Hijriyah (424 H). Wafatnya Abu al-Abbas al-Qaṣṣab menjadi kehilangan kedua bagi Abu Sa’id bin Abu al-Khair, setelah sebelumnya ia ditinggal mursyidnya yang pertama, Abu al-Fadal al-Sarkhosi.
Salah satu karomah Abu al-Abbas al-Qaṣṣab dituturkan oleh al-Hujwiri dalam kitab Kasyfu al-Mahjub. Kira-kira begini kisahnya;
Suatu hari ada seorang anak yang menuntun unta menuju pasar Amoli. Rupanya aktivitas menuntun unta menuju pasar Amoli merupakan keseharian dari anak itu. Namun, di hari yang agaknya kurang beruntung, si anak itu harus menuntun unta dengan muatan yang berlebih dari hari-hari biasanya, hari itu untanya seperti kewalahan membawa muatan pada punggungnya. Singkat cerita, tergelincirlah unta itu, dan jatuh tersungkur. Si anak yang menuntun unta itu pun menangisi untanya yang tersungkur.
Melihat kondisi demikian, orang-orang lalu menolong anak itu dan lantas menurunkan muatan barang yang ada pada punggung si unta. Kebetulan sekali saat peritiwa itu terjadi Abu al-Abbas al-Qaṣṣab sedang melintas menuju pasar Amoli juga untuk berdagang. Perjalanan Abu al-Abbas al-Qaṣṣab pun terhenti, ia pun lalu bertanya kepada orang-orang tentang apa yang sedang terjadi. Mendengar penuturan orang-orang, Abu al-Abbas al-Qaṣṣab lantas memegang tali kendali unta, dan lantas mendongak ke langit seraya berdoa.
“Ya Allah, sembuhkan unta ini, dan jikalau Engkau tidak menyembuhkannya, niscaya engkau tega melihatku menyaksikan tangis penderitaan anak yang memiliki unta ini,” ucap doa Abu al-Abbas al-Qaṣṣab.
Seketika itu, unta yang tadinya tersungkur kini bangkit dan pulih kembali.
Pada kisah yang lain Abu al-Abbas al-Qaṣṣab pernah ditanya tentang karomah yang dimilikinya. Kisah ini ada dalam catatan Fariduddin al-Aṭṭar dalam Tazkirat al-Auliya’.
“Wahai Abu al-Abbas al-Qaṣṣab! Apakah karomah yang engkau miliki?” tanya seseorang kepada Abu al-Abbas al-Qaṣṣab.
“Aku tidak mengerti karomah, yang aku tahu setiap hari aku menyembelih kambing, dan lalu dagingnya aku pikul di kepala, kemudian aku berkeliling di pasar Amoli dan beberapa kedai untuk menjualnya, aku berharap dapat uang dari apa yang aku kerjakan, kadang dapat sedikit, kadang juga banyak. Aku tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini banyak orang yang meminta nasihat kepadaku,” jawab Abu al-Abbas al-Qaṣṣab.
Dari kisah Abu al-Abbas al-Qaṣṣab yang ditanya tentang karomah ini kita belajar, bahwa karomah bukan saja sekadar tentang doa yang ces pleng langsung terkabul, dan juga bukan sekadar kejadian khoriqu-l-ʻādah yang sulit diterima nalar. Abu al-Abbas al-Qaṣṣab ingin menyampaikan, bahwa karomah itu salah satunya ya ikhtiar, usaha. Usaha agar dapat uang untuk digunakan ibadah, sedekah, dan memberi nafkah keluarga. Karomah bagi Abu al-Abbas al-Qaṣṣab sesimpel itu.
Berikut maqalah sufistik Abu al-Abbas al-Qaṣṣab:
اَالدُّنْيَا جِيْفَةٌ مُنْتَنَةٌ، وَأَنْتَنَ مِنْهَا قَلْبٌ اِبْتَلَاهُ اللهُ بِحُبِّ الدُّنْيَا
“Al-dunyā jīfatun muntanatun, wa antana minhā qalbun ibtalāhu Allahu bihubbi-l- dunyā.”
“Dunia tak ubahnya bangkai busuk, tak kalah busuknya pula, hati yang sedang diuji Allah dengan mencintai dunia.”
Wallahu A’lam.