Daud al-Thaʻi, nama lengkapnya Daud bin Nushair al-Thai. Selain itu Daud al-Thaʻi juga memiliki kuniyah dengan nama Abu Sulaiman. Abu Nu’aim dalam kitab Hilya menginformasikan, bahwa Daud al-Thaʻi adalah seorang sufi, fakih, dan ahli ibadah. Menurut informasi Ibnu Mulkan dalam Ṭabaqat al-AuliyaDaud al-Thaʻi meninggal pada tahun 166 Hijriyah di Kufah, pada masa khalifah al-Mahdi.
Fariduddin al-Atthar dalam catatannya mengatakan, bahwa Daud al-Thaʻi berguru kepada Abu Hanifah selama 20 tahun, bersahabat dengan Fudhail bin ʻIyadh dan Ibrahim bin Adham, dan berguru kepada Hubaib al-Raʻi dalam kaitannya dengan Tarekat.
Terkait dengan kezuhudan Daud al-Thaʻi, Ibnu Mulkan menceritakan bahwa Daud al-Thaʻi mendapat warisan dari ayahnya sebanyak 20 dinar. Uang senilai 20 dinar digunakan Daud al-Thaʻi untuk memenuhi kebutuhannya selama 20 tahun, itu artinya dalam satu tahun Daud al-Thaʻi menghabiskan uang senilai 1 dinar. Sebagai informasi, ternyata nilai 1 dinar jika dikonversi ke rupiah pada saat ini, maka nilainya setara dengan 40.000 sampai 50.000 rupiah, sangat sedikit sekali nilai itu untuk kebutuhan satu tahun.
Pada kisah yang lain Ibnu Samak meriwayatkan, semasa hidupnya, Daud al-Thaʻi hanya mengonsumsi satu sampai dua buah roti dalam sebulan, jika Daud al-Thaʻi hendak memakannya ia menuangkan air secukupnya ke roti yang ia makan. Itulah lauk-pauk yang dikonsumsi Daud al-Thaʻi dalam kesehariannya. Pada riwayat yang lain, tujuan menuangkan air ke roti tak lain agar roti menjadi lunak, sehingga ia bisa memakannya tanpa perlu waktu yang lama untuk mengunyah .
Pernah suatu ketika Daud al-Thaʻi ditanya ihwal perilakunya memakan roti dengan dicampur air, ia pun dengan tegas dan santai menjawab, “Aku akan kehilangan kesempatan membaca 50 ayat jika harus mengunyah roti dan minum minum air.”
Pada cerita yang lain Daud al-Thaʻi pernah ditanya ihwal jenggotnya yang panjang dan acak-acakan.
“Wahai Daud al-Thaʻi, mengapa engkau tidak menata jenggotmu itu?” Tanya seseorang.
“Sesungguhnya jika demikian–menata jenggot– aku lakukan, maka aku adalah orang yang memiliki waktu luang.” Jawab Daud al-Thaʻi.
Jawaban-jawaban santai Daud al-Thaʻi tentang jenggot tak ada kaitannya dengan urusan sunnah nabi, lebih-lebih tendensi ideologis, Daud al-Thaʻi hanya takut kehilangan waktu belajar dan waktu ibadah jika mengurusi jenggotnya yang berantakan.
Berikut kalimat-kalimat sufistik Daud al-Thaʻi:
إجْعَلْ الدُّنْيَا كَيَوْمٍ صُمْتَهُ، ثُمَّ أَفْطِرْ عَلَى الْمَوْتِ
“Ijʻal al-dunyā kayaumin ṣumtahu, ṡumma afṭir ʻala-l-mauti”
“Jadikanlah dunia seperti siang hari saat engkau menjalani puasa, kemudian berbukalah saat kematian tiba.”
تَوَحَّشْ مِنَ الدُّنْيَا كَمَا تَتَوَحَّشْ مِنَ السِّبَاعِ
“Tawahhasy mina-l-dunya kamā tatawahhasy mina-l-sibāʻi”
“Hindarilah dunia sebagaimana kalian menghindari binatang buas.”
Wallahu Aʻlam.