Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kisah Sufi Unik (45): Ja’far al-Khuldi dan Nasihat untuk Murid

Ja’far al-Khuldi, nama lengkapnya Ja’far bin Muhammad bin Nusair bin al-Qasim. Catatan Thibon dan Jean-Jacques yang diterbitkan Brill tahun 2019 menginformasikan bahwa Ja’far al-Khuldi lahir pada tahun 252 H/866 M, di Baghdad. Besar juga di kota itu.

Sementara itu tahun kematiannya tercatat pada 348 H/959 M dan dimakamkan di komplek pemakaman Syuniziah Baghdad, satu komplek dengan makam Sari al-Saqati dan Imam Junaid. Masih dalam catatan Thibon dan Jean-Jacques, sufi satu ini juga masyhur sebagai perawi hadis. Sebutan “al-Khuld” merupakan pemberian dari Imam Junaid.

Catatan al-Sulami mengatakan, Ja’far al-Khuldi bersahabat dengan beberapa sufi di Baghdad, antara lain: Imam Junaid, Abu Husain al-Nuri, Ruwaim, Samnun, Abu Muhammad al-Jariri. Pada catatan lain yang dikutip Fariduddin al-Atthar, dikatakan selama hidupnya Ja’far al-Khuldi telah menunaikan haji sebanyak 60 kali. 

Pernah suatu ketika Ja’far al-Khuldi ditanya tentang tawakkal/tawakkul, dengan tenangnya ia menimpali pertanyaan itu dengan jawaban, “tawakkal/tawakkul itu soal konsistennya hati, saat sedang seret/miskin tidak ngeluh, saat sedang lapang/kaya tidak jumawa, pada tingkatan yang lebih puncak lagi, tawakkal/tawakkul itu istikamah mengingat Allah, baik kondisimu sedang seret maupun sedang lapang.”

Pada kisah yang lain dalam Tazkirat al-Auliya’, suatu malam Ja’far al-Khuldi pernah disowani (dikunjungi) muridnya yang bernama Hamzah al-Alawi. Hamzah al-Alawi sengaja ingin bertemu dengan gurunya itu. Namun, di luar dugaan Hamzah al-Alawi, ternyata sang guru memintanya untuk bermalam di kediaman sang guru dan tidak melanjutkan perjalanan di malam hari. Hamzah al-Alawi merasa tidak enak menolak permintaan gurunya, Ja’far al-Khuldi. Namun di saat yang sama, Hamzah al-Alawi kepikiran dengan keluarganya di rumah yang sudah menyiapkan menu burung panggang untuk makan malam.  

Baca juga:  Abu Yazid, Kedalaman Cinta, dan Tanggung Jawab Sosial (3)

“Jika malam ini aku menginap di rumah Syekh Ja’far al-Khuldi, mau tidak mau nanti subuh aku harus menemaninya berjamaah, biasanya Syekh tidak akan turun sebelum melaksanakan salat dhuha, lagi-lagi aku harus menemani Syekh Ja’far al-Khuldi hingga selesai dhuha, pasti istri dan anak-anaku di rumah akan sangat tersiksa menunggu kedatanganku untuk makan malam bersama,” gumam Hamzah al-Alawi dalam hati.

Akhirnya dengan perasaan serba kikuk dan canggung, Hamzah al-Alawi beralasan dan menolak permintaan Syekh Ja’far al-Khuldi yang meminta muridnya itu untuk menginap di rumahnya. Hamzah al-Alawi akhirnya memilih pulang dan berharap bisa makan bersama dengan istri dan anaknya di rumah.

Ketika sampai di rumah, burung panggang sudah siap untuk dinikmati bersama. Namun sial, ada anjing masuk, kemudian anjing itu menyerobot dan mengambil burung panggang itu dan kabur dengan menggondol burung panggang. Lalu pembantu Hamzah al-Alawi merasakan ada sesuatu di bawah ujung bajunya. Akhirnya dia kaget dan makanan yang dibawa pun jatuh dan tumpah semua. Malam hari itu, harapan Hamzah al-Alawi dan keluarga untuk makan bersama dengan menu burung panggang raib. Malam yang sungguh malang dialami Hamzah al-Alawi dan keluarganya.

Keesokan harinya Hamzah al-Alawi kembali menemui sang guru, Syekh Ja’far al-Khuldi. Belum sempat berbicara panjang lebar, tiba-tiba Syekh Ja’far al-Khuldi berkata kepada Hamzah al-Alawi.

Baca juga:  Melawan Hawa Nafsu, Tips Dekatkan Diri kepada Allah

“مَنْ لَمْ يَحْفَظْ قُلُوْبَ الْمَشَايِخِ يُسَلِّطُ عَلَيْهِ كَلْبٌ يُؤْذِيْهِ”

“Man lam yahfaẓ qulūba-l-masyāyikhi yusalliṭu ‘alaihi kalbun yuʻżīhi”

“Barang siapa tidak menjaga qalbun (perasaan) guru, maka dia akan diusik oleh kalbun (anjing) yang akan menyakitinya.” Wallahu A’lam. 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
4
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top