Sedang Membaca
Nasihat Mbah Maimoen Zubair dalam Kitab al-Ulama al-Mujaddidun

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Nasihat Mbah Maimoen Zubair dalam Kitab al-Ulama al-Mujaddidun

Pemahaman beragama, tentu harus dipilah dan dipilih darimana sumbernya. Jangan sampai pemahaman dalam beragama kita salah dan ngawur. Pemahaman yang salah dan ngawur ini akan berdampak buruk. Dampak buruk ini tidak hanya kepada diri kita, tetapi kepada orang yang ada di sekitar kita.

Maka dari itu, mengikuti ulama yang  berkompeten adalah usaha untuk tetap memeluk agama dengan benar. Dengan mengikutinya kita akan memperoleh jalan yang lurus yang bisa menyelamatkan kita, baik di dunia maupun akhirat.

Bermazhab adalah cara atau sikap dalam beragama. Bermazhab mengikuti cara beragama ulama-ulama yang sudah terkualifikasi untuk berijtihad. Ulama ini tidak perlu diragukan lagi, karena menggali hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah tentu tidaklah mudah.

Saya teringat tulisan K.H. Maimoen Zubair atau Mbah Moen yang ada dalam bukunya al-Ulama al-Mujaddidun. Tulisan tersebut berjudul ‘kewajiban mengikuti ulama-ulama fikih sesuai dengan apa yang tertulis dalam kitab-kitab mereka tanpa fanatik membabi-buta dalam satu mazhab’

Jika melihat dari judul tersebut ada dua topik yang dibahas. Pertama wajib mengikuti ulama yang dalam ilmu fikihnya. Kedua, tidak boleh fanatik membabi buta terhadap satu mazhab.

Menurut Mbah Moen –begitu para santri memanggilnya– setiap ulama pasti sangat dapat dipercaya. Beliau mengutip sebuah hadis Nabi:

Baca juga:  Ulama Banjar (177): KH. Muhammad Haderawi, HK

يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين

Kelak Ilmu akan dipegang oleh orang yang dapat dipercaya pada setiap masa. Mereka akan menghilangkan pemahaman agama yang tak lurus dari orang-orang yang berkhianat, meniru orang-orang yang batil, juga menghindari penafsiran orang-orang bodoh.

Lantas bagaimana  kategori ulama yang demikian? yaitu orang-orang yang dapat memelihara peraturan Allah, mengerjakan syari’at Rasulullah. Mereka juga dapat menerangkan hukum-hukum Allah, dan menjadi penolong agama-Nya. Maka bagi orang awam diperintah untuk mengikutinya, dan tidak boleh untuk menjauhi dan memusuhinya.

Beliau juga menyebutkan Surat an-Nisa’(4):59 yang menurut sebagian mufassir ‘Uli al-Amri’ adalah ulama dan ahli fikih. Berdasarkan ayat ini, wajib hukumnya mengikutinya, memperoleh petunjuk darinya, melaksanakan fatwanya.

Kebanyakan dari ulama salaf as-salih adalah pengikut mazhab empat. Beliau juga memberikan contoh bahwa ulama-ulama besar –yang tidak perlu diragukan lagi keilmuannya– juga bermazhab. Seperti halnya Imam al-Bukhari bermazhab as-Syafi’i, Imam al-Junaid bermazhab Tsauri, Imam as-Syibli bermazhab al-Maliki, al-Muhasibi bermazhab as-Syafi’i, al-Jariri bermazhab al-Hanafi, al-Jilani bermazhab Hanbali, dan as-Syadzili bermazhab al-Maliki.

Mbah Moen mendorong umat muslim untuk mengikuti mazhab empat, seperti perkataan beliau “Wajib bagi umat muslim untuk berpegang teguh kepada agama Allah dan jangan berpecah belah, hendaknya mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah, dan ajaran yang disampaikan oleh Ulama seperti Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, as-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal.”

Baca juga:  Mengenal KH. Afifuddin Muhajir (6): Komentar Tokoh Terhadap Sosok Kiai Afif

“Maka dari itu orang awam yang tidak berkompetensi untuk berijtihad, wajib hukumnya untuk taklid atau mengikuti pendapat salah satu mujtahid” Lanjutnya. Karena taklid adalah jalan satu-satunya bagi orang awam dalam beragama. Tetapi taklid di sini tidak boleh taklid membabi buta, sehingga muncul fanatik yang berlebihan. Ada banyak pilihan pendapat ulama mazhab. Kita boleh memilih salah satunya. Dan tidak dilarang untuk berpindah mazhab.

Mbah Moen memberi contoh, boleh saja taklid kepada suatu mazhab dalam salat zuhur, dan taklid kepada mazhab lain dalam salat asar. Bahkan Jika penganut mazhab Syafi’i salat dan dia beranggapan salatnya sah. Tetapi akhir-akhir diketahui ada hal yang membuatnya batal menurut mazhabnya, sedangkan menurut mazhab yang lain masih dianggap sah, maka salat orang tersebut sudah dinilai cukup.

Bermazhab bukanlah seperti mengikuti partai. Ketika sudah menjadi anggota partai tertentu, kita tidak boleh mengikuti partai yang lain. Tidak begitu. Karena kita bisa berpindah-pindah mazhab dengan melihat keadaan, tempat, dan waktu.

Begitulah dalam beragama sesungguhnya. Sebagai orang awam, seharusnya kita mengikuti ulama yang dalam ilmunya, agar kita tidak salah dalam beragama. Tentu kita juga harus pintar memilih ulama, yang sudah jelas latar belakang keilmuan dan mazhabnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top