Sedang Membaca
Mengenal Kitab Pesantren (86): At-Targhib wa At-Tarhib, Ancaman dan Berita Baik untuk Muslim Dunia
Muhammad Raafi
Penulis Kolom

Saat ini sedang menyelesaikan studinya di Jurusan Ilmu Sejarah UNY. Selain itu ia juga tercatat sebagai santri pondok pesantren Nailul Ula Center, Yogyakarta. Sejak 2018, juga aktif berkomunitas di Indonesia Buku dan Warung Arsip.

Mengenal Kitab Pesantren (86): At-Targhib wa At-Tarhib, Ancaman dan Berita Baik untuk Muslim Dunia

Kitab At Targhib Wa At Tarhib

Kabar baik dan buruk merupakan dua hal yang saling bertaut. Keduanya menyatu sebagai guru kehidupan. Jika kabar baik datang kabar buruk akan memperingatkan. Sebaliknya jika terdapat kabar buruk, kabar baik hadir untuk memberi harapan.

Nyatanya sebagian besar dari manusia lebih suka menerima kebaikan walaupun sekecil kabar. Namun, amat cemas bila kabar buruk datang. Padahal bagi mereka yang tidak terlampau terkejut dengan adanya kabar baik dan buruk niscaya akan mendapat pelajaran atau ibrah.

Terkadang sebagian dari kita enggan untuk mengambil pelajaran itu. Kita hanya disibukkan dengan perasaan gembira jika kabar baik datang, dan perasaan was-was ketika kabar buruk menerjang. Memang terkadang emosi yang meluap baik senang maupun malang membuayarkan kita untuk belajar atau sedikit memahami kabar-kabar yang datang. Namun, bukankah belajar adalah kewajiban bagi kita semua? Seyogianya kita sebagai manusia dapat mengendalikan emosi itu untuk memahami segala kabar-kabar yang datang itu yang membedakan kita dengan makhluk yang lain.

Agama Islam memang sering memberikan kita peringatan-peringatan maupun ancaman. Itu semua bertujuan untuk menghindarkan kita dari tipu daya dunia. Selain kitab suci Al-Quran, kabar baik dan buruk juga bisa kita temui dalam hadist-hadist Nabi Muhamad SAW. Dari sekian banyaknya kitab-kitab klasik ulama terdahulu yang memuat peringatan untuk manusia terdapat kitab ringan yang menyimpan banyak nasehat yaitu kitab Targhibu wa Tarhibu.  Kitab ini lebih spesifik berisikan nasehat kepada kita dalam menjalankan syariat hidup di dunia mulai dari masalah seringan bersuci hingga masalah sebesar pernikahan.

Dokumentasi Hadits dari Kitab-Kitab Masyhur

Kitab ini memiliki dimensi lebar 14, cm x 20,5 cm dengan ketebalan 120 halaman. Penampilan tersebut terbilang tidak tebal bagi santri yang lazim belajar kitab kuning, pun di dalamnya hanya memuat matan-matan hadist. Sehingga dengan ukuran tersebut mungkin banyak pesantren yang memakai kitab ini dalam ngaji pasaran —pengajian pada Bulan Ramadan— yang cenderung dapat dikhatamkan dalam waktu yang singkat.

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (63): Uqudul Lu’lui wal Marjan fi Wadhaifi Syahri Ramadhan

Kitab ini memiliki 12 bab utama mengenai permasalahan syariat Islam yang didalamnya memuat sub bab yang berisi tentang kabar baik buruk yang terkait dengan bab tersebut. Matan-matan hadist yang ada dialamnya pun tidak disertai dengan perawi hadist, tetapi terdapat footnote untuk merujuk kepada referensi kitab yang dipakai.

Hadist berupa peringatan dan acaman yang terdapat dalam kitab ini dihimpun atas hadist-hadist yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang masyhur. Kitab-kitab tersebut diantaranya yaitu, Kitab Targhibu wa Tarhibu karya Al-Hafid Al-Mundziri, Al-Zawajir karya Ibn Hajar, Kasyful Ghommah karya Syaikh Abdul Wahab Asya’roni, dan Ihya ‘Ulumudin karya Imam Ghazali. Sehingga dapat dikatakan bahwa kitab ini merupakan usaha untuk mendokumentasi hadist hadist dari kitab-kitab karangan ulama terama. Uniknya usaha ini dilakukan oleh para guru di Madrasah Al Falah yang berada di Kota Makah. Mereka yang menyusun kitab ini diantaranya Syaikh Hasan Mator, Syaikh Abdilah Hamiduh, Syaikh Muhammad Toohir Addabag.

Kitab ini dibuka dengan mukadimah penulis yang kemudian memulai pembahasan dengan bab pertama mengenai kabar baik bagi pencari ilmu. Sudah masyhur bagi kalangan muslim bahwa mencari ilmu memiliki banyak keutamaan. Dalam kitab ini salah satunya diterangkan bahwa ketuamaan mencari ilmu lebih utama dibandigkan keutamaan ibadah.

Baca juga:  Peluncuran Buku Syarah Al-Hikam Karya Ulil Abshar Abdalla

Penempatan menengai kabar baik bagi pencari ilmu di awal bab merupakan sesuatu yang menarik. Memang seringkali mencari ilmu ditempatkan pada posisi diatas dibanding dengan amal kebaikkan yang lain, tetapi hal menariknya adalah dengan membahas mengenai mencari ilmu di awal bab dapat membuat semangat bagi siapapun yang mengkaji kitab ini agar terus mendalaminya.

Sudah akrab bagi umat muslim hadits mengenai wajibnya seorang orang islam baik laki-laki maupun perempuan untuk mencari ilmu. Namun, diantara hadist-hadist tentang mencari ilmu ada satu hadist menarik lagi yaitu berbunyi sesunguhnya dunia itu dilaknat dan melaknat kecuali bagi ia yang ingat Allah dan orang alim dan yang mengajarkan ilmu.

Hadist tersebut dapat dimaknai bagi mereka yang belajar dengan tujuan untuk mengikuti perintah Allah dan memberantas kebodohan maka hidup di dunia akan terasa indah, segala kedaan yang menimpa diri akan terasa ringan. Orang yang menyadari bahwa sifat dunia yang melaknat penuh dengan ketidak pastian cenderung bisa memaklumi jika ia sedang diposisikan pada keadaan yang membuatnya susah. Ilmu jika kita sandarkan kepada Allah maka akan membuat kita sadar akan keterbatasan diri kita sebagai manusia. Sehingga dengan kesadaaran tersebut manusia dapat mengambil sikap bagaimana hidup di dunia. Maka dari itu juga dalam hadist lain disebutkan bahwa keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah.

Sikap Manusia dalam Menjalankan Syariaat Islam

Hadirnya Kitab Targhibu Wa Tarhibu ini sebagai dokumentasi dari hadist pokok syariat Islam dapat memantapkan hati setiap muslim untuk menjalankan syariat Islam. Hadist yang ada dalam kitab ini pun dapat dijadikan dalil naqli untuk memperkuat iman kita khususnya dan iman orang disekitar kita pada umumnya. Karena muslim saat ini sangat gemar mempertanyakan hadist jikalau ada amaliah-amaliah yang mungkin tidak lazim bagi dirinya.

Baca juga:  Ilmu Gizi dalam Puisi Arab: “ al-Arjuzah al-Syaqruniyah “ 

Dorongan untuk menjalankan syariat islam bagi seorang muslim sangat beragam. Ada yang berdasarkan hanya semata-mata karena menjalankan perintah Allah, ingin mendapat ridhonya Allah, ingin masuk surga, dan takut akan siksa neraka. Apapun dorongan itu asal bermuara pada Allah dan dilalukan dengan cara yang baik akan membuat manusia tenang dalam menjalankan ibadah dan hidup di dunia ini.

Memang hakikatnya hidup kita di dunia ini tidak lain hanyalah hamba dari Allah SWT yang mana kita perlu beribadah tulus tanpa embel-embel apapun. Namun, agaknya kurang pantas bagi kita menghukumi dorongan mana yang paling baik dalam menjalankan syariat Islam. Karena kita tidak tahu kemampuan dan kapasitas orang dalam menjalankan Ibadah, bisa jadi orang yang memiliki dorongan mengerjakan ibadah karena takut siksa nerakanya Allah itu sangat baik disisi Allah. Karena dalam takutnya itu, ia benar-benar takut kepada Allah sehingga dapat taat kepada Allah dengan menjalankan syariat dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya mereka yang meyakini bahwa kemahabesaran Allah jika tidak berhati-hati dapat terjerumus dalam kesombongan. Kesombongan kepada orang lain, diri kita hingga kepada Allah SWT. Wallahualam bissawab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
3
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Scroll To Top