Zaman yang semakin maju melahirkan berbagai metode menghafal serta memahami Al-Qur’an yang beragam. Harapan umat muslim dengan fakta ini adalah, Islam semakin menyebar dan pemahaman umat muslim terhadap Islam sendiri semakin kuat. Namun, kenyataannya adalah tidak seperti itu. Banyak muslim yang semakin berani menampilkan keislamannya, tapi juga semakin berani menuduh muslim lain sebagai bukan muslim.
Ini diawali dengan perkenalan pada Al-Qur’an yang memunculkan rasa kekaguman sekaligus spirit menegakkan serta membela ajaran Al-Qur’an. Besarnya spirit yang tak sebanding luasnya pemahaman terhadap ajaran Islam, memunculkan tuduhan membabi-buta disertai sikap terlampau keras atau radikal. Lalu dimanakah sumber kesalahan itu? Apakah menghafal Al-Qur’an juga memahami serta merasakan semangat mengamalkan Al-Qur’an, bisa menggiring seorang muslim memiliki sikap yang bertentangan dan Islam sendiri?
Nabi Peringatkan Penghafal Al-Qur’an Bisa Menjadi Radikal
Sekitar 14 abad yang lalu Nabi Muhammad sudah memprediksi dan memperingatkan, tentang penghafal al-Qur’an yang kemudian bersikap radikal dengan gegabah menuduh orang berprilaku musyrik. Nabi Muhammad bersabda:
« إِنَّ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْءًا لِلْإِسْلَامِ ، غَيَّرَهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ ” قَالَ : قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ ، الرَّامِي أَمِ الْمَرْمِيُّ ؟ قَالَ : ” بَلِ الرَّامِي »
Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang menghafal Al-Qur’an. Sampai saat terlihat kebesaran Al-Qur’an pada dirinya, dan dia senantiasa membela Islam, ia kemudian mengubahnya pada entah yang Allah kehendaki. Ia lantas terlepas darinya, mencampakkan Al-Qur’an dan pergi menemui tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Nabi Allah, siapakah di antara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikan, yang dituduh atau yang menuduh?” Beliau menjawab: “Yang menuduh”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam Sahihnya, oleh al-Bazzar, oleh Abu Ya’la, oleh Abu Nu’aim, oleh al-Bukhari dalam kitab Tarikhnya serta oleh at-Thabrani. Al-Haitsami menilai sanad hadis ini berdasar riwayat al-Bazzar adalah hasan. Ibn Katsir menilai sanad hadis ini berdasar riwayat Abu Ya’la sebagai sanad yang bagus.
Imam Ibn Katsir mencantumkan hadis ini dalam tafsirnya dan menyatakan, bahwa isi hadis ini serupa dengan kandungan surat al-A’raf ayat 175:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (١٧٥)
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Sedang imam at-Thahawi dalam kitab Musykilul Atsar menyatakan, bahwa hadis di atas berkaitan dengan prilaku seorang muslim yang menuduh saudara muslimnya dengan tuduhan kafir. Dan ini membuat si penuduh dengan sendirinya menjadi kafir saat itu hanya tuduhan semata. Sebab tindakannya sama saja menjadikan keimanan kepada Allah sebagai suatu kekafiran, dan ini membuat dirinya sama saja kafir kepada Allah. Dan ini sesuai sabda Nabi Muhammad pada hadis sahih riwayat al-Bukhari:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
Saat seseorang memanggil saudaranya dengan sebutan “Hai Kafir”, maka salah satunya akan terkenai sebutan tersebut.
Ciri Sosok yang Nabi Takutkan dalam Hadis
Ada beberapa ciri yang diperingatkan oleh Nabi dalam hadis tentang penghafal Al-Qur’an di atas: pertama, orang tersebut menghafal Al-Qur’an. Menghafal ini menandakan orang tersebut tahu tentang Al-Qur’an sebatas makna dzahir. Tidak sampai mendalam sebab bila sampai mendalam, terlebih berkaitan tentang tafsir, tentu orang tersebut tidak akan sampai melakukan “perubahan” pada Al-Qur’an, seperti yang disinggung Nabi di redaksi selanjutnya.
Kedua, ia dikenal sebagai ahli Al-Qur’an. Ini bisa jadi menunjukkan bahwa dia kenal khalayak umum sebagai orang yang dekat dengan Al-Qur’an sehingga patut disegani, atau dia merasa sebagai ahli Al-qur’an memiliki otoritas berbicara tentang Al-Qur’an.
Ketiga, ia memiliki spirit kuat dalam membela Islam. Ini menunjukkan dalam dirinya tertanam kuat semangat untuk membela Islam. Yaitu membela dari orang yang menyelewengkan ajaran Islam, atau enggan melaksanakan ajaran Islam.
Keempat, dengan keadaannya seperti di atas, ia kemudian melakukan perubahan pada Al-Qur’an. Perubahan ini, menurut Usamah Sayyid dalam bukunya berjudul Islam Radikal, bukan soal merubah kata. Sebab tindakan ini hampir tidak mungkin dilakukan seorang muslim. Perubahan ini adalah merubah pemahaman yang benar, kepada pemahaman sesuai kehendaknya. Atau menafsirkan sesuai kehendaknya. Dan dengan ini sama saja ia melepaskan diri dari Al-Qur’an serta mencampakkannya.
Tindakan ini bisa saja terjadi saat orang tersebut merasa dekat dengan Al-Qur’an lalu dengan tanpa pengetahuan yang mumpuni tentang tafsir Al-Qur’an, berbicara mengenai kandungan makna Al-Qur’an. Padahal orang yang menafsiri Al-Qur’an berdasar akal pikirannya saja, maka berdasar sabda Nabi kelak akan dimasukkan neraka.
Kelima, berbicara tentang kandungan Al-Qur’an tanpa pengetahuan yang mencukupi tentang tafsir inilah, yang memunculkan pemahaman-pemahaman yang bertentang dengan Islam. Dan salah satu dampaknya adalah menuduh saudara sesama muslim dengan tuduhan kafir. Ini memiliki korelasi dengan al-A’raf ayat 175 dan semangat hadis larangan menuduh kafir riwayat Imam Al-Bukhari di atas,
Keenam, tidak hanya menuduh, dalam hadis di atas bahaya sosok orang tersebut bahkan sampai disebutkan membawa pedang. Ini adalah simbol kekerasan dalam bertindak. Dan sudah masuk dalam kategori radikal.
Dari ciri-ciri tersebut umat muslim seharusnya bisa belajar, bahwa jangan sampai semangat menghafal atau mempelajari Al-Qur’an tidak berbanding lurus dengan semangat mempelajari cabang keilmuan Islam lain, terlebih ilmu tafsir. Menjadi muslim yang benar-benar paham tentang Islam tidak cukup hanya dengan hafal dan dapat mempelajari Al-Qur’an melalui perantara terjemah saja.
sumber dicantumkan mohon……..kenapa ya sebagian besar artikel tidak pernah mencantumkan sumber kitab atau buku agar bisa divaliditaskan