Keramat dan istidraj terkadang memiliki bentuk yang sama. Keduanya bisa saja berupa kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Baik berbentuk kejadian yang sesuai dengan kebiasaan atau di luar itu. Namun, keduanya tetap dua hal yang amat berbeda. Keramat bentuk kemuliaan dari Allah, sedangkan istidraj ketidaksukaan Allah yang kesalahannya terlanjur parah .
Keramat diartikan munculnya suatu hal di luar kebiasaan pada seorang wali tanpa disertai pengakuan bahwa dirinya seorang nabi. Hal di luar kebiasaan yang dimaksud bisa jadi berupa kebal peluru, berjalan di atas air dan hal-hal lain yang tidak bisa dilakukan pada umumnya. Tidak setiap hal di luar kebiasaan bisa disebut dengan keramat. Keramat muncul dari seorang wali yang tentunya melaksanakan perintah agama dan menjahui larangan-Nya.
Bila ada hal di luar kebiasaan muncul dari orang yang berprilaku bertentangan dengan syariat, maka bisa jadi itu bukan keramat melainkan termasuk sihir.
Mengenai istidraj, an-Nabhani berkata:
“Istidraj adalah istilah saat Allah memberikan segala sesuatu dari harta benda duniawi pada hamba-Nya agar bertambah kesesatan, kebodohan dan kesombongan si hamba sehingga semakin hari ia semakin jauh dari Allah. Penjelasan rincinya adalah secara logika, prilaku yang terus berulang-ulang akan menambah kuat keyakinan si pelaku pada prilaku tersebut. Ketika hati seorang hamba berpaling pada dunia lalu Allah berikan padanya apa yang ia inginkan, maka si hamba mendapatkan apa yang ia inginkan. Hal itu memunculkan kenikmatan dan munculnya kenikmatan menambah keberpalingan si hamba pada dunia, dan bertambahnya keberpalingan tersebut menyebabkan bertambah kuatnya si hamba mengejar apa yang ia inginkan. Proses keberpalingan dan mengejar apa yang diinginkan tersebut terus terjadi dan keduanya bertambah kuat sampai naik dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Maka si hamba akan bertambah jauh dari Allah dari satu tingkat ke tingkat lainnya sampai sempurna.”
Keramat dan istidraj bisa jadi sama-sama berupa nikmat. Bisa berupa diberikannya harta melimpah. Bisa berupa kemampuan di luar nalar atau kebiasaan. Tapi keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Keramat menambah kedekatan kepada Allah. Sedang istidraj menambah jauh dari Allah.
Istidraj mempunyai istilah-istilah lain dalam Alquran. Keberadaan istidraj dalam Alquran dapat disimak dalam ayat-ayat sebagai berikut:
فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ (٤٤)
Maka serahkanlah (Ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Alquran). nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui ( Al-Qalam ayat 44).
وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ (٥٠)
Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari (An-Naml ayat 50).
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لأنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (١٧٨)
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan (Ali-Imron ayat 178).
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ (٤٤)
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa (Al-An’am ayat 44).
Melihat begitu miripnya keramat dan istidraj, serta begitu sulitnya menjaga hati dari sifat-sifat tercela, selayaknya kita perlu senantiasa curiga dengan nikmat yang kita terima. Benarkah itu wujud kasih sayang Allah yang kemudian memancing sifat malu apabila lalai bersyukur pada-Nya. Atau, itu adalah ujian kesabaran yang membuat kita sibuk akan nikmat tersebut dan lupa akan sang pemberi nikmat.