Sebagai alas kaki termurah, sandal ternyata masih berarti bagi orang mati yang sudah dikebumikan. Orang mati dapat mendeteksi apa kuburannya ditengok ahli warisnya, yaitu dari suara sandal. Oleh sabab itu jangan sekali-kali menganggap remeh sandal!
Diriwayatkan dari Anas b. Malik tentang satu sabda Rasulullah Saw yang menjelaskan bahwa: “Ketika seseorang yang mati telah diletakkan di dalam liang lahat, lalu ditinggalkan sahabat-sahabatnya, maka mayit itu bisa mendengar suara sandal dari orang yang paling terakhir melayatnya” (HR. Abu Daud).
Dikarenakan suara sandal orang-orang yang melintas di atas kuburan terdengar penghuni kubur, maka dalam riwayat Abu Salamah dijelaskan bahwa Abu Hurairah melihat Rasulullah selalu menenteng kedua sandalnya ketika melintasi deretan kuburan.
Bahkan, dalam hadits yang diriwayatkan Basyir b. Al-Khashasiyyah dikisahkan bahwa dirinya mengawal Rasulullah Saw berziarah ke kuburan. Pada kesempatan yang sama ada seorang lelaki yang tak dikenal namanya melintasi kuburan dengan memakai sandal kulit tak berbulu.
Rasulullah Saw pun menegur pria itu. “Waduh, hai pemakai sandal kulit (as-sibtitain)! Copotlah kedua sandalmu itu!”. (HR. Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibn Majah). Berdasarkan hadits ini pula Ahmad b. Hambal selalu melepas sandal saat melintasi kuburan (Musnad Ahmad juz 5 halaman 86).
Mungkinkah Rasulullah tidak mau memakai sandal — termasuk beliau menegur seorang sahabatnya agar melepas sandal saat berada di atas kuburan, terdapat maksud lain dalam konteks hubungan sandal dengan ahli kubur?
Saya suka dengan istilah “terdapat maksud lain” sebab jika hadits yang diriwayatkan Ibn Al-Khashasiyyah itu dipahami tekstual, maka susah dipraktekkan dalam keseharian kita. Khususnya pada saat berada di areal Taman Pemakaman Umum (TPU). Apa kita harus berjalan “nyeker”? Kalau musim penghujan seperti sekarang ini sich, no problem! Pas kondisi TPU-nya becek.
Respon para ulama tentang hadits melepas sandal ini juga beragam. Dalam kitab al-Istizdkar al-Jami’ Li Mazdahib al-Amshar juz 11 halaman 671-754 ada yang berpendapat harus melepas sandal dan ada pula yang membolehkan tetap memakai sandal pada saat di atas areal kuburan. Alasan ulama yang membolehkan adalah hadits tentang orang mati masih mendengar suara sandal milik pelayat yang diriwayatkan dari Anas b. Malik.
Bertolak dari pergulatan dalil hukum ini, saya pilih jalur tengah. Kalau berada di TPU boleh saja pakai sandal, selain karena masih beralas tanah juga supaya ahli kubur masih bisa menandai ahli warisnya yang rajin berziarah.
Sedangkan jika berada di pemakaman khusus semisal tempat peziarahan ulama dan para wali yang kuburannya sudah dilantai keramik maka sandal yang dipakai patut dilepas. Selain karena tempatnya bersih, para ulama dan para wali sudah tak perlu penanda suara sandal untuk mendeteksi ahli waris yang menziarahinya.
Mengapa demikian? Sudah ada banyak orang yang setiap waktu mendoakan mereka. Wallahu a’lam