M. Ishom el-Saha
Penulis Kolom

Dosen di Unusia, Jakarta. Menyelesaikan Alquran di Pesantren Krapyak Jogjakarta dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Pengertian Sains

Baitul Hikmah

Kata sains dalam Webster’s New Word Dicnotary berasal dari bahasa Latin, Scire, yang artinya mengetahui. Secara bahasa, sains adalah keadaan atau fakta mengetahui. Sains juga sering digunakan untuk arti pengetahuan yang dikontraskan dengan intuisi dan kepercayaan. (Webster’s New Word Dictionary: 1305).

Dalam arti etimologi ini, sains berarti sama dengan ‘ilmu yang didegradasikan menurut Islam dari yaqin, zdan ((dugaan), dan syak (keraguan).

Kata sains lalu mengalami perkembangan dan perubahan pemaknaan sehingga berarti “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari obervasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menentukan sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.” Perubahan makna sains dan ‘ilmu itu sudah terjadi didalam dunia Islam saat mengalami era kejayaan (abad ke-7 s/d ke-10 M). Eric J. Lerner menjelaskan:

During the height of Arabic civilization araoud the year 1000, while Western Europe was still clawling out of the Dark Ages, they formulated for the first time the modern scientific method…… Here are the basic ideas of the scientific method. Science begins from systemic observation and measurement, but it does not stop there, like a mere collector of information about nature. The creative act is to generalize from data, to hypothesize a possible physical process and to describe the process in mathematical terms”. (The Big Bang Never Happened, 90-92)

Baca juga:  SARS-CoV-2 sebagai Senjata Biologi?

“Pada masa kejayaan peradaban Arab sekitar tahun 1000, ketika bangsa Eropa Barat masih merangkak keluar dari zaman kegelapan, mereka pertama kalinya merumuskan metode ilmiah modern…. Inilah ide-ide dasar metode ilmiah modern. Ilmu dimulai dari observasi dan pengukuran sistematis, namun tidak berhenti hanya sampai di situ, seperti seorang kolektor informasi tentang alam. Tindakan kreatifnya adalah bagaimana melakukan generalisasi dari data yang ada, untuk membuat hipotesa tentang suatu proses fisis yang mungkin terjadi dan untuk membuat gambaran prose situ dalam rumus metematis.’

Dengan demikian sejak masa keemasan peradaban Islam telah terjadi pergeseran arti sains dari semula “pengetahuan” menjadi “pengetahuan yang sistematis berdasarkan observasi inderawi”. Pergeseran makna sains menjadi pengetahuan inderawi ini menyebabkan spesifikasi sains dalam Webster’s dibatasi menjadi “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik. (Webster’s New Word Dictionary: 1305).

Pembatasan ini juga membuat dikotomi antara sains dengan non sains yang ditentukan berdasarkan metodologi dan cara membangun teori.

Dalam metodologi sains dikenal adanya eksperimen dan pengamatan yang bersifat empirik atau inderawi: Seperti dapat disimpulkan dari ungkapan Ibnu Taimiyah,

“Hakekat ada dalam kenyataan, tidak dalam pikiran (al-haqiqat fi al-a’yan, la fi al-zdihn).

Eksperimen dan pengamatan merupakan bagian dari proses membangun sebuah teori sebagai alat ukur pengetahuan. Supaya eksperimen bersifat empiris dan dapat diukur menggunakan teori, maka obyek-obyek pengetahuan harus bersifat fisik, atau dalam istilah Auguste Comte disebut positif, sehingga sains bersifat fisik-positivistik. Inilah karakter sains yang paling mendasar yang membedakannya dengan non-sains.

Baca juga:  Keramat Sumpah Pemuda

Jadi, sains adalah produk aktivitas akal manusia yang dihasilkan dengan cara eksperimen dan pengamatan yang berulang-ulang untuk menghasilkan suatu teori yang dapat diuji oleh saintis lain sehingga menjelaskan fenomena alam dan fenomena sosial. Sains yang dapat menjelaskan fenomena alam disebut sains alami (natural science), sementara sains yang menjelaskan fenomena sosial disebut sains sosial (social science).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
3
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top