Hampir tidak ada manusia selain Nabi Muhammad SAW yang namanya tiap hari disebut oleh jutaan (milyaran?) umat manusia. Salawat terhadap beliau selalu terselip dibaca oleh umatnya di setiap salat. Ragam salawat dengan berbagai versi juga tak terhitung jumlahnya. Tak pernah habis. Bukan saja dianggit oleh ulama-ulama masa lalu, melainkan juga terus digubah oleh para ulama hari ini dan akan datang.
Salah satu di antara sekian banyak ragam salawat kepada Nabi adalah salawat yang dinisbatkan kepada seorang wali besar nan kontroversial, sang Belerang Merah (Kibrit al-Ahmar), Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi.
Salawat Ibnu Arabi ini kemudian diberikan komentar oleh para ulama yang hidup setelahnya. Di antaranya oleh seorang sufi kenamaan asal Damaskus yang juga pengagum dan komentator karya Ibn Arabi kesohor, Syaikh Abdul Ghani An-Nabulsi. Karya komentar dari Syaikh Abdul Ghani ini salah satunya berupa manuskrip yang disalin oleh Ali bin Salim bin Muhammad. Dalam kolofon naskah ini tertulis:
naskah ini diselesaikan pada tanggal 29 Ramadan 1300 H oleh penulisnya yang bernama Al-Faqir ‘Ali bin Salim bin Muhammad.
Secara umum dalam memuji terhadap Nabi Muhammad SAW manusia terbagi ke dalam dua kelompok: pertama, kelompok yang memuji Nabi secara lahir. Pujian kelompok ini berkisar pada hal-hal fisik. Oleh karenanya yang disebutkan dalam pujian bagi kelompok ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya yang indah, kesempurnaan akhlak, dan mukjizat-mukjizatnya.
Kedua, kelompok yang menjunjung Nabi secara rahasia (sirr) batin. Pujiannya berkisar mengenai tajalli dan nur-nya yang tercipta sebelum diciptakannya makhluk. Kelompok kedua ini terwakili oleh Ibn Masyis dan juga wali besar di zamannya, Ibn Arabi. Demikian tutur Ibn Ajibah dalam mukaddimah komentarnya atas salawat Ibn Arabi ini.
Kembali ke naskah catatan tangan ‘Ali bin Salim bin Muhammad. Naskah syarah atau komentar atas salawat Syaikh Muhyiddin Ibn Arabi yang dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Ghani ini sebagaimana dijelaskan oleh penulisnya berasal dari apa yang ia dengarnya dari gurunya tersebut. Ia menulis: karya ini merupakan apa yang saya dapatkan dari guru saya, al-quthb ar-rabbani wal haikal ash-shamdani, Syaikh Abdul Ghani An-Nabublsi.
Yang menarik dari naskah ini salah satunya adalah sebelum menjelaskan komentar Syaikh Abdul Ghani atas salawat tersebut, ‘Ali bin Salim memulainya dengan sebuah kisah yang disampaikan Syaikh Abdul Ghani terkait dengan kekeramatan salawat Ibn Arabi.
Demikian kisahnya: Dikisahkan seorang pedagang saleh melakukan perjalanan niaganya ke India. Di tengah perjalanan ia dicegat oleh sekawanan perampok yang hendak merampas barang dagangannya. Semua barang yang dibawanya dari Damaskus raib dibawa oleh perampok. Ia pun terpaksa terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai ke kota Karnataka, sebuah negara bagian India. Kemudian ia bermalam di sebuah masjid. Sebelum tidur pedagang saleh ini memanjatkan doa tawasul kepada Nabi Muhammad SAW agar diberikan rejeki yang sekiranya cukup untuk mengantarkannya kembali ke daerahnya.
Dalam sebuah mimpi ia bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpi tersebut Nabi bersabda kepada pedagang Damaskus ini, “temuilah seorang pedagang bernama Sulaiman yang masih keturunan seorang wali (dalam naskah ini disebut al-Ghauts, entah siapa yang dimaksud (?) karena tanpa keterangan).
Katakan kepadanya, “Nabi SAW. mengucapkan salam untukmu. Nabi juga berpesan kepadamu untuk memberikan kepadaku uang senilai seribu dinar”. Esok harinya, setelah bertanya tentang keberadaan pedagang yang dimaksud oleh Nabi dalam mimpinya, ia segera menemui pedagang tersebut dan menyampaikan pesan Nabi kepadanya. “Nabi menyampaikan salam kepadamu. Beliau juga memerintahkan kepadamu untuk memberikan uang seribu dirham kepadaku”, ucap pedagang asal Damaskus ini. Sulaiman hanya tersenyum dan sedikit tertawa mendengarnya seolah tak percaya. Lalu ia hanya memberikan sedikit dirham kepada pedagang saleh ini.
Malam harinya ia kembali mimpi bertemu Nabi. Dalam mimpi yang kedua ini Nabi kembali berpesan, temui pedagang tadi (Sulaiman). Katakan kepadanya, “Nabi memerintahkan untuk memberimu seribu dirham,”. Ia menjawab, “Duhai baginda Nabi, hamba sudah menyampaikannya. Namun ia tidak memberikan uang kecuali sangat sedikit sekali”. Nabi bersabda, “sampaikan kepadanya, sebagaimana kamu membacakan salawat kepada Nabi di setiap malam sebanyak tujuh puluh ribu salawat, berikanlah kepadaku seribu dirham”.
Esok harinya ia kembali menemui pedagang tersebut dan menyampaikan pesan Nabi. “Nabi memerintahkan kepadamu untuk memberiku seribu dirham emas sebagaimana engkau membacakan salawat tujuh puluh ribu kali setiap malam.”
Sulaiman masih meragukan ucapan pedagang yang tak dikenalinya ini. Dalam hatinya ia bergumam, “aku tidak pernah membaca salawat sebanyak itu dalam setiap malam. Jika pun ia, tak mungkin aku tidur sepanjang malam untuk membaca salawat. Ia kembali memberikan sedikit dirham kepada pedagang yang kehabisan uang karena dirampok ini.
Pedagang asal Damaskus ini kembali ke masjid tempat ia beristirahat sebelumnya. Nabi Muhammad SAW kembali hadir dalam mimpinya. Ia mengadu kepada beliau. “Duhai Nabi, hamba sudah melaksanakan perintah engkau menemui Sulaiman. Hamba juga sudah menyampaikan pesan engkau, tapi ia masih tidak percaya dengan ucapanku,” keluhnya kepada Nabi.
Lalu Nabi bersabda kepadanya, besok temui lagi Sulaiman. Sampaikan kepadanya, “sebagaimana kamu membaca salawat (terlampir di bawah) kepada Nabi di setiap malam, yang mana salawat tersebut menggantikan tujuh puluh ribu salawat kepada Nabi dan pahalanya menyamai salawat Dalail Khairat, berikan kepadaku uang sebesar seribu dirham”. Esok harinya ia kembali menemui sang pedagang dan menyampaikan pesan Nabi. Sulaiman kaget bukan kepalang. Keringatnya bercucuran. Ia pun menangis. Sebab, menurutnya ia rutin membaca salawat tersebut dan selain Allah tidak ada satu pun orang yang mengetahui ia membaca salawat tersebut secara rutin. Kemudian ia memberikan setengah dari seluruh harta miliknya kepada pedagang yang menyampaikan mimpinya bertemu Nabi ini. Setengahnya lagi ia sedekahkan kepada fakir miskin. Lalu ia pergi sowan menemui para wali dan orang-orang saleh hingga ia wafat.
Demikian bacaan salawat Ibn Arabi yang dikisahkan dalam cerita di atas:
اللّهُمَ صَلِّ عَلَى الذَاتِ المُطَلْسَمِ ، والغَيْبِ المُضَمْضَمِ والكَمَالِ المُكْتَتَمْ ، لاهُوتِ الجَمَال ونَاسُوتِ الوُصَالْ ، طَلْعَةِ الحَقِّ كَثَوبِ عَيْنِ إنْسَانِ الأزَلْ ، في نَشْرِ مَنْ لَمْ يَزَل ، مَنْ أقامَتْ بِهِ نَواسِيتُ الفَرقِ ، في قَابِ قَوْسِهْ نَاسُوتَ الوِصَالْ ، الأقْرَبِ إلى طُرِقِ الحَقْ ، فَصَلِّ اللّهُمَّ بِهِ فِيهِ مِنْهُ عَليه وسَلِّمْ
Wallahu A’lam bish-shawab